Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Apa yang Ditakdirkan untukku Tidak Akan Pernah Melewatkanku (2)
14 Maret 2021 8:31 WIB
Tulisan dari Silvia Fibrianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seminggu setelah pelaksanaan psikotes dan LGD, Saya mendapatkan surat pemanggilan untuk lanjut ke tahap wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan secara simultan dibagi menjadi beberapa gelombang. Saya mendapatkan giliran pertama.
ADVERTISEMENT
Wawancara pertama merupakan wawancara dengan tim dari Biro Sumber Daya Manusia. Pertanyaan yang disampaikan mengenai pengalaman bekerja, baik itu dalam tim maupun secara individu, bagaimana menyikapi dan mencari solusi permasalahan dalam bekerja, kendala yang dialami selama bekerja, apakah pernah ada konflik dengan pimpinan atau teman di lingkungan kerja.
Setelah selesai wawancara dengan Biro Sumber Daya Manusia, Saya diminta menunggu untuk wawancara dengan user, user di sini adalah calon atasan langsung. Pada tahap wawancara ini, Saya diminta untuk menjelaskan makalah yang sudah disusun. Wawancara dihadiri oleh calon atasan langsung dan beberapa eselon 3 di unit kerja yang Saya lamar. Saya kembali mendapatkan giliran yang pertama, wawancara dan pemaparan makalah tidak memakan waktu yang lama hanya sekitar 1 jam.
ADVERTISEMENT
2 minggu berlalu, Saya mendapatkan kabar untuk lanjut ke tahap akhir, yaitu wawancara dengan pejabat pimpinan tinggi pratama dan pejabat pimpinan tinggi madya sebagai atasan dari calon atasan langsung Saya. Gugup, khawatir, takut, senang, semua campur aduk. Setelah menerima kabar tersebut sampai dengan malam hari sebelum pelaksanaan wawancara terus terang Saya tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Tibalah waktu pelaksanaan wawancara tersebut dan mendapatkan giliran pertama. Saya memasuki ruangan dengan perasaan tegang, memandang semua yang hadir dalam ruangan tersebut sambil mengucapkan basmalah, menjabat tangan, dan mengucap salam kepada para pejabat yang hadir di ruangan.
Pimpinan yang hadir pada saat itu adalah Sekretaris Utama dan Kepala Biro Hukum. Pada awalnya Saya merasa sangat gugup dan tegang, tetapi Alhamdulillah pejabat yang hadir saat itu sangat humble, pembicaraan kami menjadi mengalir dengan lancar, rasa tegang pun cair seketika.
ADVERTISEMENT
1 jam berlalu, selama wawancara, pembicaraan sesekali diselingi lelucon santai yang mencairkan suasana. Dalam hati Saya sempat berkata “betapa beruntungnya Saya apabila bisa bergabung di instansi ini dengan pimpinan yang baik dan humble seperti bapak-bapak ini”. Wawancara selesai yang artinya akhir dari ikhtiar, untuk selanjutnya tinggal bertawakal.
Harap-harap cemas, frasa ini yang tepat menggambarkan perasaan yang menghiasi hari-hari Saya. 1 bulan berlalu sejak pelaksanaan wawancara, belum ada informasi apa pun mengenai hasil seleksi terbuka. Sambil terus berdoa, namun juga tidak bisa dipungkiri Saya kehilangan harapan.
Pada satu waktu dalam perjalanan pulang, Saya mendapat telepon dari nomor yang tidak dikenal. Setelah Saya jawab, terdengar suara perempuan mengucapkan salam, kemudian melalui telepon tersebut disampaikan bahwa Saya lolos dan diterima sebagai pejabat pengawas di instansi tersebut. Saya diminta untuk menunggu surat dari pimpinan agar disampaikan kepada pimpinan di instansi asal sebagai pemberitahuan dan salah satu syarat apabila nantinya Saya akan mutasi antar instansi.
ADVERTISEMENT
Senang sekali rasanya pertama kali mengikuti seleksi terbuka, mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dan Saya pun lolos. Tanpa menunggu lama Saya langsung menghubungi kedua orang tua dan menyampaikan kabar gembira tersebut.
Beberapa hari kemudian surat pemberitahuan Saya terima. Saat menerima surat tersebut rasa senang bertambah, tetapi Saya tidak serta merta menyampaikan surat tersebut kepada pimpinan di instansi. Saya perlu berdiskusi dengan atasan langsung dan kedua orang tua.
Ketika berdiskusi dengan kedua orang tua, terjadi dissenting opinion di antara keduanya. Di satu pihak menginginkan Saya untuk menerima jabatan tersebut, karena kesempatan emas dan belum tentu akan ada lagi kesempatan yang sama. Di pihak yang lain mempertimbangkan lamanya Saya bekerja di instansi yang sekarang dan berharap agar tidak pindah.
ADVERTISEMENT
Pertimbangan lainnya adalah keinginan Saya untuk melanjutkan studi program Doktor, karena apabila menjadi pejabat pengawas, tentu saja tanggung jawab Saya bertambah. Dari hasil diskusi yang panjang didapati hasil musyawarah untuk mencapai mufakat dan tentu saja restu dari kedua orang tua, kalau saya tidak mengambil jabatan pengawas tersebut.
Berbekal keyakinan bahwa yang utama adalah restu kedua orang tua, maka sampai dengan hari ini Saya meyakini keputusan tersebut adalah sesuatu yang sudah ditetapkan dalam hidup Saya. Seperti nasihat dari Sahabat Nabi Muhammad SAW yang merupakan khulafaur rasyidin kedua, Umar Bin Khattab, bahwa Apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku.