Konten dari Pengguna

Konsolidasi Lahan Vertikal: Solusi Inovatif bagi Jakarta yang Padat

Ficky Augusta Imawan
Kajian Pengembangan Perkotaan, Universitas Indonesia
2 Desember 2024 12:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ficky Augusta Imawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta, sebagai ibu kota dan pusat kegiatan ekonomi Indonesia, menghadapi tantangan perkotaan yang semakin kompleks akibat meningkatnya urbanisasi. Jumlah penduduk Jakarta terus bertambah, mencapai lebih dari 11 juta jiwa pada 2024. Terbatasnya lahan di Jakarta, dan kian bertumbuhnya penduduk di Kawasan ini menyebabkan kepadatan penduduk mencapai 16.158 orang per kilometer persegi. Tingginya konsentrasi penduduk ini jauh melebihi rata-rata nasional, yang hanya 147 orang per kilometer persegi. Kondisi ini mengakibatkan krisis hunian layak, ruang terbuka hijau (RTH) yang minim, dan permasalahan tata ruang yang tidak efisien.
ADVERTISEMENT
Dampak urbanisasi terhadap Jakarta sangat beragam. Masalah sosial seperti ketimpangan sosial menjadi salah satu isu utama, dengan tingkat pengangguran terbuka mencapai 6,21% dan persentase penduduk miskin sebesar 4,3% (BPS, 2024). Selain masalah sosial, permasalahan penyediaan hunian yang layak kian sulit dan mahal. Kebutuhan akan hunian layak terus meningkat seiring pertumbuhan kawasan kumuh. Saat ini, masih terdapat 450 rukun warga (RW) di Jakarta yang tergolong kumuh, mewakili 16,39% dari total RW di kota ini. Kondisi sanitasi juga menjadi masalah besar, dengan 7,21% rumah tangga di Jakarta belum memiliki fasilitas sanitasi yang layak. Di sisi lain, hanya 5,2% luas wilayah Jakarta yang berupa RTH. Persentase luasan tersebut masih sangat jauh di bawah amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu bahwa RTH pada suatu kota minimal 30% dari total luas wilayahnya.
Pentingnya Kebijakan Strategis Menghadapi Isu Tata Ruang di Jakarta
zoom-in-whitePerbesar
Pentingnya Kebijakan Strategis Menghadapi Isu Tata Ruang di Jakarta
Konsolidasi Lahan Vertikal (KLV) muncul sebagai solusi inovatif untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Mengacu pada Peraturan Menteri ATR/BPN No. 12 Tahun 2019, KLV adalah kebijakan pengelolaan tanah yang mengutamakan pembangunan kawasan vertikal berfungsi campuran (mixed-use). Melalui pendekatan ini, pemanfaatan ruang dapat dioptimalkan tanpa harus menggusur masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Tujuan utamanya adalah menyediakan hunian layak dan terjangkau, sekaligus meningkatkan kualitas lingkungan, memberikan kepastian hukum, dan mendorong nilai ekonomi properti di kawasan tersebut.
Ilustrasi Konsolidasi Lahan Vertikal. Sumber: Direktorat Konsolidasi Tanah BPN
Salah satu keunggulan KLV adalah kemampuannya untuk mentransformasi penggunaan ruang tunggal (single-use) menjadi kawasan multifungsi yang lebih efisien dan berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, KLV dapat menciptakan hunian yang lebih nyaman dan bernilai ekonomi lebih tinggi. Contoh nyata dari penerapan ini dapat dilihat di Jakarta melalui kerjasama antara ATR, Pemprov DKI Jakarta, dan Yayasan Buddha Tzu Chi di Palmerah Jakarta Barat. Proyek ini berhasil meningkatkan kualitas hunian, di mana luas tempat tinggal meningkat dari 10 meter persegi per keluarga menjadi 18 meter persegi per keluarga, serta membawa dampak positif terhadap kesehatan dan ekonomi warga setempat.
ADVERTISEMENT
Namun, penerapan KLV bukan tanpa tantangan. Model ini masih kurang populer dan sering dianggap kontroversial. Di satu sisi, masyarakat sering kali khawatir KLV berujung pada penggusuran jika dikelola pemerintah atau aleniasi warga ketika dikelola swasta. Di sisi lain, proses negosiasi untuk mencapai kesepakatan dapat memakan waktu lama, apalagi tanpa adanya panduan teknis yang jelas atau contoh kesuksesan yang dapat dijadikan rujukan.
Keberhasilan implementasi KLV membutuhkan strategi yang matang. Langkah pertama adalah melibatkan masyarakat secara proaktif melalui sosialisasi intensif, sehingga mereka memahami manfaat dari konsolidasi ini. Pemberian insentif, seperti fleksibilitas zonasi, peningkatan koefisien luas bangunan (KLB), dan percepatan proses perizinan, dapat menarik minat masyarakat dan pengembang. Selain itu, dukungan pemerintah dalam bentuk jaminan pembiayaan dan fasilitasi kolaborasi dengan pihak swasta maupun endorsement kepada pihak perbankan menjadi sangat krusial. Terakhir, panduan teknis yang jelas dari tahap perencanaan hingga pasca-pembangunan diatas lahan konsolidasi tanah sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan program ini.
ADVERTISEMENT
Konsolidasi Lahan Vertikal adalah jawaban atas tantangan urbanisasi di Jakarta. Dengan pelaksanaan yang tepat dan kolaborasi semua pihak, KLV berpotensi menjadi model transformasi tata ruang yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan, tidak hanya bagi Jakarta tetapi juga bagi kota-kota besar lainnya di Indonesia.