Polemik Perpanjangan Masa Jabatan Presiden: Cerminan Krisis Konstitusi Bangsa

Fidela eudoray
Saya Fidela Eudora Yumna Mahasiswa semester 2 Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
30 April 2022 12:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fidela eudoray tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Source: shutterstock
ADVERTISEMENT
Belum usai masa pandemi di negara ini, keadaan politik sudah mulai memanas di kalangan masyarakat Indonesia. Rupanya banyak sekali pejabat hingga partai politik yang mendeklarasikan secara sepihak tentang usulan penundaan Pemilu selama 1-2 tahun atau dengan kata lain memperpanjang masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Hal ini tentunya menjadi pro kontra di kalangan masyarakat. Wacana tentang perpanjangan masa jabatan presiden memang sering kali menjadi perbincangan di kalangan elite politik. Wacana tersebut tidak dapat dibenarkan sebab perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode tentu berimbas terhadap masa jabatan lembaga yudikatif, legislatif, bahkan hingga kepala daerah. Hal ini akan membuat penguasa menjadi sewenang-wenang dan memiliki kekuasaan yang tak terbatas seperti pada zaman rezim otoriter.
ADVERTISEMENT
pembatasan kekuasaan harus tetap ditegakkan untuk mencegah adanya kesewenang-wenangan pemimpin dalam menjalankan jabatan. Oleh karena itu tepatlah jika kemudian pembatasan masa jabatan presiden perlu dilakukan. Alhasil, hal tersebut berhasil terwujud melalui amandemen UUD NRI Tahun 1945. Penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan presiden merupakan penyelewenangan terhadap konstitusi yang berlalu. Padahal konstitusionalisme justru bertujuan untuk membatasi kekuasaan, menjamin HAM dan mengatur struktur fundamental ketatanegaraan. Perpanjangan pemilu seolah-olah menegaskan bahwa tujuan bernegara adalah demi kekuasaan. Selain itu, alasan penundaan pemilu juga merupakan alasan yang kurang logis Keadaan darurat yakni pandemi bukanlah alasan tepat untuk menunda pemilu, sebab sebelumnya pemerintah juga terbukti berhasil melaksanakan pilkada serentak sesuai dengan protokol kesehatan. Masa jabatan presiden tiga periode masih hanya bersifat isu, jika isu tersebut berubah menjadi kenyataan dalam hal ini menjadi kebijakan yang legal, maka ketidak konsistenan dalam berkonsensus memang terjadi dalam hal pembatasan masa jabatan presiden. Sebagai masyarakat yang tunduk pada konstitusi harus memperjuangkan agar isu masa jabatan presiden tiga periode tidak menjadi kenyataan. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah pembatasan presiden agar tetap dua periode seperti yang telah disepakati bersama dalam amandemen UUD NRI Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
Kami sebagai bagian dari masyarakat juga mengharapkan atau lebih tepatnya menuntut kepada presiden untuk menanggapi hal ini secara tegas dan serius. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan harus menyampaikan tanggapannya kepada publik tentang setuju atau ketidak setujuannya terhadap wacana tersebut. Tugas presiden beserta jajaran kabinet dan parlementer saat ini adalah fokus pada pemulihan dampak akibat pandemi. Mempercepat pemulihan ekonomi, menyelesaikan persoalan perampasan tanah dan pelanggaran HAM. Pemerintah harus memfokuskan kinerjanya pada aspek-aspek tersebut, bukan malah menebar isu-isu yang membuat situasi negara semakin tidak stabil. Tunduk pada konstitusi merupakan kewajiban bagi semua warga negara termasuk kalangan elite politik. Bersikap setia pada konstitusi juga merupakan kewajiban, maka dari itu sekali kita berusaha untuk menyalahi aturan konstitusi yang berlaku maka hal itu termasuk dalam usaha pengkhianatan terhadap konstitusi dan reformasi 1998.
ADVERTISEMENT
Penulis : Fidela Eudora Yumna
Mahasiswa semester 2 Universitas Airlangga