Konten dari Pengguna

Etikabilitas, Fondasi Moral yang Kerap Terabaikan

Fiderman Gori
Penulis Merupakan Penggiat Literasi Sosial
17 Oktober 2024 15:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fiderman Gori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Ilustrasi: Etikabilitas merupakan dasar penilaian masyarakat terhadap integritas calon pemimpin pada pilkada 2024. (Pixabay.co./ Peggy_Marco)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Ilustrasi: Etikabilitas merupakan dasar penilaian masyarakat terhadap integritas calon pemimpin pada pilkada 2024. (Pixabay.co./ Peggy_Marco)
ADVERTISEMENT
Beberapa pekan lalu disalah satu stasiun televisi nasional dalam program Rakyat Bersuara, Rocky Gerung, kritikus politik pernah menyampaikan tiga aspek penting yang wajib dipenuhi oleh calon pemimpin masa kini. Poin pertama seorang pemimpin harus memiliki etikabilitas, kedua intelektualitas, dan ketiga elektabilitas.
ADVERTISEMENT
Tiga aspek di atas menurutnya menjadi dasar fundamental bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin dengan kualitas yang mumpuni. Sehingga figur pemimpin yang terpilih benar-benar berkontribusi secara optimal lewat kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan untuk kemaslahatan masyarakat seutuhnya.
Etikabilitas, intelektualitas dan elektabilitas adalah alat ukur bagi masyarakat untuk calon pemimpin yang tidak boleh terlupakan. Dimana ketiga poin tersebut harus terikat di dalam alam sadar masyarakat sebagai pemilih (voters) dalam menentukan pemimpinnya, khususnya pada kontestasi pilkada serentak tahun ini.
Pada tulisan ini, saya tidak menerangkan ketiga aspek tersebut secara komprehensif. Namun saya mencoba fokus pada satu aspek yakni, "etikabilitas". Menurut hemat saya etikabilitas merupakan aspek yang kerap terabaikan oleh masyarakat (pemilih) dan pemimpin (yang dipilih) akibat intensitas politik yang semakin kompleks dan dinamis saat ini.
ADVERTISEMENT
Masyarakat seringkali terjebak dalam dinamika yang mengaburkan batas antara kebenaran dan kebohongan. Masyarakat lebih sibuk melihat seberapa sering seorang kandidat di media sosial atau seberapa sering mereka memberikan bantuan sembako, tetapi jarang kita menggali lebih dalam dan teliti tentang etika, moral, dan integritas pribadi mereka.
Dan yang lebih ironis lagi ketika etika jadi amoral, masyarakat dengan sadar menormalisasi kebodohan dan kebiadaban ini dengan kalimat irasional bahwa manusia tidak ada yang "sempurna". Artinya setiap tindakan buruk pemimpin bisa dimaklumi dan wajar meski kita sengsara dan menderita oleh keangkuhan mereka.
Aspek intelektualitas dan elektabilitas bukan berarti dikesampingkan, akan tetapi menjadi omong kosong jika etikabilitas tidak dijadikan landasan utama moral dalam mengorkestrasi setiap keputusan maupun kebijakan. Bangsa ini tidak kekurangan pemimpin yang intelektual dan popularitas tinggi, tetapi diakui atau tidak bangsa ini kekurangan pemimpin dengan etika dan moral yang baik.
ADVERTISEMENT
Fakta empiris, tidak sedikit pemimpin intelektual menjadi biang korupsi, kolusi dan nepotisme yang berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat. Mereka memanfaatkan kekuasaan politik hanya untuk memperkaya diri, keluarga dan kolega mereka. Dengan kata lain kekuasaan semestinya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menjadi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk keluarga, kelompok dan koleganya.
Dengan pengalaman pilkada ke pilkada setiap lima tahun, langkah awal untuk mencegah keburukan ini masyarakat harus memposisikan etika dan moral pada level tertinggi dalam menguji kredibilitas para kandidat, apakah mereka layak menjadi pemimpin atau tidak.

Etikabilitas dan Penilaian Masyarakat

Secara umum etikabilitas adalah kualitas yang mencerminkan moralitas dan kejujuran yang melekat di dalam diri seseorang. Dikutip dari Wikipedia, etika adalah konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial berdasarkan kepada tradisi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok. Dan unsur utama dalam membentuk etika tersebut adalah moral.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pilkada 2024, masyarakat adalah tokoh utama jalannya demokrasi dengan baik atau buruk. Masyarakat tidak hanya ditempatkan sebagai pemilih tetapi juga sebagai penguji dan penilai para kandidat bahwa mereka yang nantinya terpilih bertanggung jawab penuh dan jujur terhadap permasalahan yang kita hadapi.
Masyarakat sebagai pemegang otoritas dalam demokrasi, mempunyai kewenangan penuh untuk membedah setiap kandidat terutama aspek etikabilitas masing-masing kandidat. Penilaian ini penting dilakukan supaya pemimpin yang dilahirkan melalui demokratisasi bukan pemimpin terburuk yang mementingkan kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Etikabilitas ini dapat dicermati dan dilihat dari rekam jejak para kandidat. Apakah kandidat yang maju memiliki rekam jejak yang buruk atau baik. Apakah pada saat mereka menjadi pejabat publik mereka benar-benar memiliki integritas dan pertanggungjawaban moral terhadap kepentingan politik kita atau tidak. Hal-hal semacam ini yang dikomparasikan oleh masyarakat sebagai dasar pertimbangan saat memutuskan pilihan di kertas suara.
ADVERTISEMENT
Sebab etika seorang pemimpin suatu prinsip utama moral dalam menentukan setiap kebijakan yang didalamnya mencakup integritas, kejujuran, keadilan, dan sikap empati yang tinggi yang tidak bisa diabaikan.