Konten dari Pengguna

Menentukan Pilihan dengan Berpikir Filsafat di Pilkada 2024

Fiderman Gori
Penulis Merupakan Penggiat Literasi Sosial
21 November 2024 16:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fiderman Gori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Memilih kandidat pilkada 2024 menggunakan pemikiran filsafat kritis, logis dan sikap skeptis (Pixabay.com/Yamu_Jay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Memilih kandidat pilkada 2024 menggunakan pemikiran filsafat kritis, logis dan sikap skeptis (Pixabay.com/Yamu_Jay)
ADVERTISEMENT
Pilkada 2024 sudah di depan mata. Kurang lebih satu pekan ke depan pemilihan kepala daerah akan segera dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024. Sebuah periode penting bagi masyarakat Indonesia serta pertanda positif bagi kemajuan demokrasi kita dalam lima tahun ini. Walaupun dalam perjalanan demokrasi politik kita diwarnai dengan berbagai dinamika politik yang semakin kompleks.
ADVERTISEMENT
Pada pilkada tahun ini, sebanyak 37 Provinsi, 415 Kabupaten, dan 93 Kota di Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara bersamaan. Jumlah dan konsistensi pelaksanaan pilkada tersebut adalah yang terbesar sepanjang sejarah pilkada di Indonesia. Walaupun pada pelaksanaannya kurang lebih sama sesuai dengan mekanisme politik dan demokrasi yang selama ini kita laksanakan.
Sebagaimana biasanya pada pilkada, tahapan yang tak terlewatkan dari persaingan politik kita adalah ketika setiap calon membuat visi-misi dan program kerja untuk lima tahun mendatang. Mekanisme ini digunakan oleh para kandidat untuk menjawab setiap bidang masalah yang dihadapi oleh masyarakat selama lima tahun ke depan. Jadi bukan rahasia umum jika visi-misi maupun program kerja dari para kandidat menjadi faktor utama untuk meraih dukungan dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ini adalah titik penting bagi masyarakat ketahui. Mengapa penulis menekankan pentingnya ini, karena visi-misi dan program kerja kandidat adalah hasil akhir dari seluruh proses politik yang dibangun para kandidat dari panggung ke panggung. Oleh karena itu, untuk menilai visi-misi mereka diperlukan pemahaman yang lebih mendalam agar kita tidak terjebak pada manipulasi retorika yang menyenangkan. Sehingga visi-misi yang ditawarkan kepada masyarakat benar-benar hasil refleksi para kandidat yang diimplementasikan lima tahun ke depan.
Masyarakat memiliki kewajiban moral untuk secara bersama-sama menganalisis dan mempertimbangkan apakah visi-misi calon tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini atau tidak. Atau tujuan-tujuan yang diperlihatkan oleh para kandidat tersebut hanya sebagai alat untuk meraih dukungan demi kepentingan politiknya.
ADVERTISEMENT
Agar dapat memahami visi-misi dan program kerja kandidat dalam pilkada 2024, masyarakat perlu menggunakan parameter berpikir filsafat secara komprehensif. Cara berpikir filsafat adalah metode berpikir secara menyeluruh hingga mencapai pemahaman yang hakiki.
Sesuai asal kata filsafat, yaitu philosophy (versi Inggris), yang berasal dari kata philo yaitu cinta dan sophia adalah kebijaksanaan. Sehingga, filsafat sendiri berarti cinta akan kebijaksanaan. Maka seyogyanya masyarakat dapat bersikap, bertindak dan bercakap bijaksana dalam menentukan pilihan kepada kandidat calon kepala daerah dengan tepat dan benar.
Pendekatan filsafat ini dapat dipraktikkan apabila masyarakat (pemilih) menggunakan pemikiran kritis, logis, dan sikap skeptis saat memilih calon pemimpinnya. Berpikir kritis artinya, kemampuan menganalisis masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan berpikir logis artinya, menggunakan keterampilan penalaran untuk mempelajari masalah secara objektif, sehingga membantu membuat kesimpulan yang rasional. Artinya, mengambil keputusan dalam menentukan pilihan harus didasari oleh pertimbangan rasional terhadap pilihan, bukan semata-mata memilih dengan cara yang irasional.
Dengan menerapkan cara berpikir filsafat kritis dan logis, masyarakat (pemilih) akan dibawa pada satu sikap skeptis, yaitu kecenderungan seseorang dalam mempertanyakan, meragukan, atau mencurigai suatu hal. Di mana seseorang tidak mudah dipengaruhi untuk menerima dan membenarkan informasi (visi-misi) tanpa pertimbangan matang yang dianggap masuk akal.
Dengan cara ini, masyarakat dapat memahami tujuan visi-misi, program kerja, dan kepribadian para kandidat secara mendasar dan teliti.
Mendasar dan teliti yang dimaksud di sini dalam konteks pilkada adalah saat masyarakat telah memiliki keyakinan filosofis, mereka akan memilih pemimpin berdasarkan esensinya. Seperti yang pernah penulis jelaskan dalam tulisan sebelumnya berjudul "Memilih Pemimpin Altruistik", yakni memilih pemimpin yang mampu mementingkan kepentingan masyarakat umum dari pada kepentingan pribadi, kelompok maupun golongannya. Bukan sebaliknya memilih pemimpin berdasarkan emosional atau hubungan kekeluargaan, suku, agama, ras dan etnis semata.
ADVERTISEMENT
Sehingga, dalam memilih calon pemimpin pada pilkada mendatang, penulis menyarankan agar masyarakat menggunakan cara berpikir filsafat kritis, logis, dan skeptis ini untuk menilai kemampuan masing-masing kandidat. Supaya kandidat kepala daerah yang dipilih adalah individu yang jujur dan dapat mewujudkan cita-cita kemajuan di seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat saat ini.