Seksualitas Antara Kebutuhan dan Etika

Fiderman Gori
Penulis Merupakan Penggiat Literasi Sosial
Konten dari Pengguna
10 Juni 2022 16:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fiderman Gori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Ilustrasi : Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto Ilustrasi : Pexels.com
ADVERTISEMENT
Pada umumnya manusia memiliki kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu mempunyai karakteristik yang unik, namun kebutuhan dasarnya sama. Salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah kebutuhan seksual.
ADVERTISEMENT
Aktivitas seksual adalah salah satu kebutuhan dasar biologis manusia yang harus di lengkapi dengan ekspresi berupa perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai, memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi hubungan timbal balik antara kedua individu tersebut. Seks tergolong dalam kebutuhan primer yang sama dengan kebutuhan lainnya seperti, makan, minum, mandi, dan lain-lain. Aktivitas-aktivitas tersebut, dilakukan setiap manusia sepanjang hidup. Dan itulah yang disebut dengan kebutuhan seksualitas manusia itu sendiri.
Di lain pihak seks juga merupakan suatu kebutuhan yang juga menuntut adanya pemenuhan yang dalam hal penyalurannya manusia mengekspresikan dorongan seksual ke dalam bentuk perilaku seksual yang sangat bervariasi. Baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis sebagai integral dari kehidupan seseorang.
ADVERTISEMENT
Nah, pada tulisan ini saya tidak hanya membahas kebutuhan seksualitas itu sendiri, tetapi saya membahasnya dengan suatu pandangan, bagaimana menempatkan kebutuhan seksual tersebut dalam ruang lingkup etika dan norma sosial yang tepat.
Alasan konkret dari pernyataan tersebut di atas yakni, maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan secara berkesinambungan oleh sebagian individu maupun kelompok-kelompok tertentu yang melanggar etika dan norma sosial masyarakat. Sebab, asumsi bahwa seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia menjadi kontradiktif karena berlawanan arah atau menyimpang dari etika dan norma sosial itu sendiri.
Belum lama ini salah satu contoh kasus di Tapanuli Utara yang dilansir dari medanbisnisdaily.com. Dimana, anak di bawah umur di setubuhi 10 orang dengan aksi pertama di rekam oleh pelaku. Para pelaku berumur 16-20 tahun. Saat mereka melakukan cabul tersebut, mereka merekam lewat HP sehingga ada video tersimpan di HP MRH. Entah MRH memberikan video tersebut kepada temannya. Lalu BAS mengirim video tersebut kepada korban dan mengancam korban akan membeberkannya kepada orang lain. Modus pengancaman tersebut membuat korban takut dan tidak berdaya, akhirnya korban memenuhi keinginan BAS untuk melakukan hubungan intim. Perilaku biadab tersebut kemudian di lakukan secara bergantian oleh temannya yakni, JS, JAH, APDH, RDAM, LMS, ASS dan terakhir DH.
ADVERTISEMENT
Ini merupakan satu contoh kasus dari sekian banyak kasus-kasus tindakan seksual dengan berbagai motif yang di lakukan oleh pelaku. Karena dorongan atas kebutuhan seksual yang tidak dapat di kendalikan sehingga merugikan orang lain, akhirnya berakibat fatal terhadap diri sendiri maupun diri orang lain. Kekerasan, pencabulan, dan pelecehan seksual merupakan suatu tindakan yang melawan etika maupun norma. Kekerasan seksual ini telah melanggar norma sosial maupun agama, di mana perbuatan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh agama.
Kebutuhan untuk melakukan hubungan seksual semua orang mempunyai sifat dan hasrat yang sama. Benar! Hal demikian tidak bisa di bantah dengan berbagai alasan apa pun. Namun, di balik kebutuhan tersebut ada etika sebagai pembatasnya. Yang mana batasan tersebut sebagai medium dalam pencegahan tindakan kekerasan, pencabulan dan pelecehan seksual di dalam masyarakat agar tidak berlangsung secara masif.
ADVERTISEMENT

Etika dan Kebutuhan Seksual

Etika akan kebutuhan seksual yang saya maksud di sini adalah, bagaimana individu mampu mengendalikan emosi dan diri terhadap kebutuhan seksualnya dengan menempatkan etika di dalam kebutuhan tersebut. Dengan tujuan agar tidak terkontaminasi pada penyimpangan sosial, hukum maupun agama. Sebab, kebutuhan seksual tanpa dasar etika sudah pasti tidak akan di benarkan oleh lingkungan sosial mana pun. Bahkan bisa di sebut melanggar hukum.
Namun, sangat di sayangkan perilaku-perilaku biadab semacam ini masih saja rutin terjadi di berbagai tempat. Tidak tanggung-tanggung di tempat umum sekali pun potensi perilaku pelecehan dan kekerasan seksual akan terjadi. Kekerasan seksual dapat terjadi oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, bahkan salah satunya kekerasan seksual dapat terjadi di lingkungan terdekat. Seperti, tempat kerja, kampus, tetangga bahkan orang-orang yang paling dekat dengan kita.
ADVERTISEMENT
Objektivitas dari mayoritas kekerasan seksual tersebut adalah perempuan dan anak-anak. Rentannya perempuan menjadi korban dalam jeratan pelecehan maupun kekerasan seksual di berbagai kasus.
Dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat belasan ribu kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sepanjang tahun 2021.
Sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan 14.517 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Jumlah kasus tersebut menunjukkan tindakan kekerasan seksual di masyarakat sangat kompleksitas dan besar.
Seksualitas adalah sebagai kebutuhan dalam diri manusia sebagai makhluk seksual, haruslah dihayati dan dinikmati dengan menjunjung harkat dan martabat manusia itu sendiri. Harkat dan martabat manusialah yang harus menjadi parameter norma moralitas manusia.
Jika terjadi penyimpangan seks, bukanlah karena seks itu kotor dan najis tetapi karena manusia yang melakukannya dikuasai dan dikendalikan oleh seksualnya tanpa dasar etika kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Jadi, jelas bahwa seks dan dorongan-dorongan seksual dalam diri manusia adalah berada di bawah kendali etika dan moral, bukan hanya karena alasan kebutuhan fisiologis belaka manusia.