Konten dari Pengguna

Stigmatisasi Keperawanan dan Perempuan

Fiderman Gori
Penulis Merupakan Penggiat Literasi Sosial
25 Agustus 2021 11:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fiderman Gori tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : Ilustrasi, sumber : Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Ilustrasi, sumber : Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Akhir-akhir ini saya dikeluhkan dengan cerita beberapa laki-laki di sebuah warkop dekat kos saya. Melihat mereka begitu serius berbicara, sontak saya pun memasang telinga untuk mendengarkan pembicaraan mereka. Ternyata cerita mereka tersebut menyangkut tentang keperawanan perempuan yang hilang di usia muda atau pra nikah, karena maraknya pergaulan bebas yang tidak terkendali pada dewasa ini.
ADVERTISEMENT
Ketika saya mulai menangkap dan memahami pembicaraan mereka, saya pun diam dan menikmati percakapan mereka seterusnya. Isu keperawanan tersebut menjadi topik hangat dan bahan pembicaraan sebagian laki-laki dalam memilih pasangan, baik itu sebagai pacar atau calon istri di masa depan.
***
Isu tersebut mengingatkan saya pada pengalaman seorang teman yang pernah jatuh cinta kepada seorang perempuan yang masih berstatus mahasiswa disalah satu perguruan tinggi. Di mana teman saya tersebut sebelumnya sudah bertekad untuk mencintai si perempuan hingga membawa hubungannya ke jenjang yang lebih serius. Menurutnya, cinta bukan sekadar pacaran tetapi harus siap mengorbankan segala kepentingan demi seorang kekasih.
Namun kenyataannya menjadi tidak relevan, ketika dihadapkan pada suatu masalah yang dihadapi pacarnya. Mendengar kejujuran sang pacar telah kehilangan keperawanan pada masa lalu, lantas pikirannya berubah 180 derajat. Hingga pada akhirnya ia mengurungkan niatnya dan memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan dengan perempuan tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurutnya perempuan yang tidak perawan adalah "perempuan tidak baik", "perempuan nakal", "hidupnya telah hancur", dan berbagai stereotip lainnya.
Anggapan tersebut memberi penjelasan kepada saya bahwa keperawanan perempuan suatu yang penting bagi sebagian laki-laki dalam menjalin suatu hubungan. Hal inilah yang kemudian menurut saya tidak adil, sebab pandangan demikian membuat berlangsungnya praktik stigmatisasi keperawanan (pemberian cap buruk) dan diskriminasi terhadap perempuan.
Pembahasan mengenai keperawanan atau virginitas menempatkan perempuan sebagai objek. Istilah keperawanan ini pun beragam, dalam pemikiran tradisional, berarti perempuan yang belum menikah atau belum melakukan hubungan intim dengan lawan jenis dan masih suci. Dari sudut pandang medis keperawanan juga identik dengan selaput dara atau lapisan kulit sangat tipis yang melapisi bagian luar vagina.
ADVERTISEMENT
Keperawanan bagi seorang perempuan masih dianggap penting karena ini menyangkut tentang harga diri. Sehingga banyak perempuan yang tidak percaya diri, takut, cemas bahkan stres akibat kehilangan keperawanannya. Apakah karena faktor kecelakaan, aktivitas, kesengajaan sang pemilik atau hubungan intim. Tentu mereka memiliki alasan masing-masing.
Meski demikian, pandangan sebagian laki-laki terhadap perempuan yang tidak perawan menjadi takaran moralitas dan etika, tanpa melihat dan memahami permasalahan sebelumnya. Dari pernyataan ini membuat saya geram dan tidak setuju.
Stigmatisasi dalam keperawanan menjadi diskriminasi ketidakadilan bagi tubuh perempuan. Kala mempermasalahkan keperawanan perempuan, sudahkah mempermasahkan keperjakaan laki-laki? Hal demikian yang sebenarnya perlu ditanggapi bijak oleh kaum laki-laki saat ini. Karena tidak adik kalau hanya melabeli negatif perempuan dengan satu sudut pandang saja, tetapi persoalan perempuan harus dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda juga.
ADVERTISEMENT
Jika ada yang bertanya-tanya mengapa banyak perempuan di usia muda yang belum berada dalam status pernikahan sudah tidak perawan? Jawaban saya: Karena banyak laki-laki yang sudah tidak perjaka.
Perlu diingat dan digarisbawahi bahwa keperawanan dalam stigma kaum laki-laki adalah perkara yang sering dialami perempuan sebagai pemicu ketidakpercayaan diri mereka dalam milih pasangan. Sering kita mendengar bahwa perempuan dituntut menjaga kesuciannya sebelum menemukan orang yang tepat sebagai pasangan hidup.Tetapi sering kali kita lupa dan pesimis melihat penyebab hilangnya kesucian (keperawanan) tersebut?
Untuk itu penting bagi laki-laki maupun perempuan untuk mengetahui fakta medis seperti tentang organ reproduksi perempuan atau fakta otentik lainnya. Agar pemahaman keperawanan tidak makin buruk di pandang oleh orang tertentu, terutama bagi laki-laki yang masih menganut stigma keperawanan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kehilangan keperawanan adalah bukan tanpa dasar atau sebab. Namun Ini adalah moment penting sepanjang hidup perempuan. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan The Debrief mengungkapkan bahwa setiap perempuan pasti memiliki cerita tentang keperawanan mereka. Ada yang indah, tetapi tak sedikit yang memalukan.
Pola pikir negatif dalam menyikapi masalah keperawanan seharusnya bukan sesuatu yang di protes. Sebab kesucian, moralitas, etika atau robek atau tidaknya selaput dara tersebut tidak menjadi ukuran untuk menyudutkan perempuan.
Sejatinya laki-laki menjadi pemakluman dalam berbagai masalah keperempuanan, khususnya isu keperawanan. Dengan begitu, tak perlu lagi ada anggapan agresif atau perilaku menyudutkan terhadap perempuan yang dianggap sudah tidak perawan, apa pun penyebabnya.