Konten dari Pengguna

YC Trip Riau: Langkah Nyata Generasi Muda Menjaga Ekosistem Gambut dan Mangrove

Fifi Alfiah
Hello! Saya Mahasiswa Magister Sosiologi Universitas Riau. Enjoy!
1 Oktober 2024 19:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fifi Alfiah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lahan gambut Desa Lukit di tanam sagu
zoom-in-whitePerbesar
Lahan gambut Desa Lukit di tanam sagu
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Generasi muda Riau terlibat dalam implementasi upaya konservasi ekosistem lahan basah gambut dan mangrove. Youth Conservation Trip (YC Trip) kegiatan diselenggarakan yang berkolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), serta Institute Hijau Indonesia (IHI). Kegiatan YC Trip Riau dilaksanakan di Desa Lukit, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, tanggal 28-29 September 2024. Dengan membawakan tema "Save Mangrove, Heal the Peat, for Better Lukit ".
ADVERTISEMENT
Kegiatan YC Trip di Provinsi Riau dimulai dengan melakukan penanaman mangrove dan sagu. Kemudian mengunjungi Sagu yang dikelola oleh masyarakat setempat berkolaborasi dengan BRGM. Bapak Ali merupakan salah satu warga yang termasuk dalam kelompok yang dibentuk BRGM dalam merestorasi gambut dengan menanam vegetasi asli yaitu sagu.
Berawal dari tahun 2014 terjadi kebakaran yang hebat di Lukit membuat masyarakat sadar pentingnya merestorasi gambut, BRGM menggandeng masyarakat untuk berupaya menjaga lahan gambut dan meningkatkan prekonomian masyarakat. "Setelah kebakaran, tahun 2017 BRGM membuat program sekat kanal, terus tahun 2019-2020 bantuan bibit sagu untuk masyarakat dapat ditanam sebanyak 15 Hektar, dan tahun 2021-2024 alhamdulillah sekarang sudah 135 Hektar. "jelas Pak Ali
Kemudian Pak Ali melanjutkan penjelasannya mengapa sagu yang ditanam di Lukit. "Tanaman sagu memiliki banyak keunggulan, yang pertama tentu sagu memiliki kualitas yang tinggi ketika di tanam di gambut, kemudian cukup menanam 1 batang karena sagu itu berkembang biak seperti pisang dan seluruh dari pohon sagu itu memiliki manfaatnya masing-masing. Keuntungan lainnya, hama hanya ada di 3 tahun awal penanaman dan itu hamanya biasanya babi hutan, monyet dan ulat sagu. Walaupun Sagu dapat di panen setelah sepuluh tahun lamanya kami berhubungan baik dengan toke- toke yang punya kilang sagu."
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan relasi patron-klien ini menumbuhkan hubungan lebih erat. Petani sagu memberikan hasil panen kepada patron sebagai bentuk timbal balik, seperti pinjaman uang, alat pertanian, atau bantuan memasarkan hasil tani.
Selain upaya BRGM dalam restorasi gambut dan penanaman sagu, kegiatan ekowisata juga menjadi bagian dari proses pemberdayaan masyarakat. Ibu Nurhaya, perempuan yang sangat berperan dalam terbentuknya ekowisata, ia menjelaskan bagaimana perjuangannya hingga saat ini.
"Ibu mulai dari mengumpulkan orang untuk jadi satu kelompok dan kemudian mengusulkan proposal ke KLHK melalui provinsi. Tetapi di provinsi kami mengalami kendala sedikit, kami ditolak itu di pertengahan tahun 2019. Tapi kami tidak putus asa dan membuat proposal lagi di awal 2020 alhamdulillah kami diterima dan langsung menerima SK. Lanjut di tahun 2021 kami menerima bantuan 60 ribu bibit propagul dan kami tanam 20 hektar dan saat itu kelompok kami beranggotkan 20 orang. Sekarang sudah umur 4 tahun dengan diameter tinggi 4 meter. Alhamdulillah BRGM berhasil membuat masyarakat tertarik dan kami juga berterimakasih kepada BRGM sudah memperhatikan masyarakat disini."
ADVERTISEMENT
Karena membuat ekowisata itu bukan hal yang mudah kelompok sempat berhenti. Kemudia Ibu Nurhaya melanjutkan menceritakan bagaiman ia bangkit kembali dan selalu bersemangat. "Saya selaku istri ketua kelompok berfikir bagaimana nasib mangrove ini. Hasil uang 2 Juta yang di dapat ketua, kami buat jembatan ini sepanjang 5 meter, setelah itu berkunjunglah SKK Migas berdiskusi dengan kami, bertanya dengan kami minatnya apa. Kami ingin sekali ada jembatan di dalam mangrove. Bekerjasama lah kami dengan CSR SKK Migas sebanyak 100 meter. Kemudian setelah uang habis, saya berfikir untuk mencetus produk dari turunan mangrove. Dari buah kedabu saya olah jadi dodol dan sirup, tahun 2022 dan minatnya ramai hingga saat ini. "
Trip yang singkat tapi sangat bermakna sebagai generasi muda Riau tentu ini menjadi hal yang sangat penting. Melalui kegiatan seperti Youth Conservation Trip (YC Trip), mereka tidak hanya mendapatkan pengalaman langsung tentang pentingnya menjaga kelestarian alam, tetapi juga memahami peran mereka dalam upaya konservasi ekosistem gambut dan mangrove yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Fifi salah satu peserta YC Trip Riau, yang berasal dari Laboratorium Keadilan Sosial dan Ekologis sangat antusias untuk memahami bagaimana masyarakat Desa Lukit merestorasi Gambut dan rehabilitasi Mangrove. Tak pula ia mengucapkan trimakasih kepada BRGM dan lembaga lainnya yang telah berkolaborasi untuk mengadakan kegiatan YC Trip di Riau. "Saya sebagai generasi muda yang memiliki ketertarikan dalam gambut dan mangrove tentu sangat bertrimakasih kepada BRGM dan lembaga yang sudah bersedia berkolaborasi untuk mengadakan kegiatan YC Trip di Riau. Saya berharap tidak hanya saat ini tapi selalu ada ruang untuk generasi muda Riau berkontribusi secara langsung untuk menjaga ekosistem gambut dan mangrove khusus di Riau. " Salam Lestari!