Konten dari Pengguna

Mitos Besar Otak: Dominan Otak Kanan atau Kiri?

Fiha Hazizah
Mahasiswa Psikologi, Universitas Brawijaya
5 Oktober 2024 11:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fiha Hazizah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Otak Kanan dan Otak Kiri (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Otak Kanan dan Otak Kiri (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Kamu dominan otak kanan atau kiri? Kalo aku kiri sih!”
ADVERTISEMENT
“Kalo aku sih merasa aku dominan otak kanan, aku bener-bener nggak bisa matematika.”
Mungkin sekelebat dialog ini pernah kita dengar atau bahkan kita bicarakan dalam kehidupan sehari-hari maupun pada sosial media. Label dominasi otak kanan cenderung diberikan pada seseorang dengan kemampuan artistik dan kreativitas, sedangkan dominasi otak kiri cenderung menjadi label untuk seseorang yang pandai menggunakan proses logika dan matematis. Ide deliniasi tugas antara otak kanan dan kiri memang telah dikemukakan oleh Neuropsikolog berkebangsaan Amerika bernama Roger Sperry.
Sejak 1951, Roger Sperry telah mengungkapkan penemuannya mengenai spesialisasi fungsional belahan otak. Saat itu ia menyajikan karyanya di California Institute of Technology yang menarik banyak perhatian sehingga menjadi titik balik baginya untuk meraih hadiah Nobel pada tahun 1981 dalam bidang fisiologis dan kedokteran. Dalam penyajiannya, Roger Sperry menyampaikan bahwa otak terdiri dari dua gugus, yaitu kiri sebagai koordinasi aritmatik dan analisa sementara gugus kanan sebagai koordinasi komprehesi-spasial. (Wanananda 2009)
ADVERTISEMENT
Teori tentang dominasi otak kanan dan otak kiri kemudian muncul dan menjadi populer pada tahun 1980-an setelah terbit buku berjudul “The Left-Handed, The Right-Handed, and The Twisted Mind” oleh Stanley Coren. Buku ini mengeklaim bahwa orang dengan dominan tangan kiri memiliki otak yang logis dan analisis, sementara orang dominan tangan kanan disebut memiliki otak lebih kreatif dan emosional. Namun, pada dasarnya penelitian yang lebih mendalam menunjukkan bahwa dominasi tangan dan sifat otak tidak sejelas yang diklaim.
Pada mulanya teori ini menjadi menarik diikuti karena dapat menjelaskan perbedaan sifat antara orang-orang. Namun, penelitian yang lebih sistematis kemudian menjelaskan bahwa otak manusia tidak dapat dibagi menjadi dua bagian yang berbeda secara jelas, Penelitian terbaru dalam bidang neurologi dan psikologi telah berupaya membuktikan bagaimana otak manusia sebenarnya bekerja.
ADVERTISEMENT
Hasil inspeksi Magnetic Resonance Imaging (MRI) membuktikan bahwa aktivitas otak tidak terbatas pada satu bagian saja, tetapi melibatkan berbagai area otak yang bekerja sama untuk menyelesaikan tugas berbeda (Aziz and Pena Pesrsada n.d.). Misalnya, ketika seseorang berbicara, tidak hanya otak kiri yang berperan, tetapi juga otak kanan. Otak kanan membantu dalam memahami konteks dan makna kata-kata, sedangkan otak kiri membantu dalam mengatur struktur kalimat dan gramatika.
Penelitian oleh Goel dan Vartanian tahun 2005 juga menunjukkan bahwa otak kanan tidak hanya memiliki fungsi artistik tapi juga berperan dalam tugas logika dan analisis. Mereka menemukan bahwa aktivitas otak kanan meningkat ketika subjek melakukan tugas yang memerlukan pemikiran logis dan analitis.
Di sisi lain, mitos mengenai dominasi otak kanan dan kiri telah sangat berkembang dalam masyarakat luas. Bahkan tidak jarang berbagai tes-tes yang kurang kredibel diluar sana yang mengajak masyarakat untuk mencoba menentukan dominasi otaknya, ini berakhir memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap diri mereka sendiri bahkan orang lain. Padahal, konsep bahwa individu dapat dikategorikan sebagai dominan otak kanan atau kiri ini, tanpa kita sadari mungkin akan membawa dampak negatif khususnya dalam konteks pengembangan diri dan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Misalnya pada seseorang yang percaya bahwa mereka adalah 'otak kanan' mungkin akan enggan untuk mengeksplorasi kemampuan analitis dan logikanya sementara mereka yang menyebut dirinya dominan 'otak kiri' mungkin akan menghindari kegiatan artistik dan kreatif. Hal ini menyebabkan terjadinya pembatasan potensi pada seseorang yang menghambat individu tersebut untuk terus maju dan malah terjebak dalam pola pikir yang kaku.
Dalam konteks pendidikan pula, mitos ini dapat memengaruhi bagaimana kita memilih jurusan dan karier. Beberapa mungkin merasa tertekan untuk memilih jurusan yang sesuai dengan label otak mereka, bukan berdasar pada minat dan bakat dari individu tersebut. Dalam karier pula mereka akan berpikir bahwa beberapa pekerjaan memang tidak cocok untuk mereka tanpa mempertimbangkan potensi diri sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengembangkan diri tanpa terjebak dalam label mitos semata, perlunya penekanan bahwa kemampuan otak kita bukan terbatas pada dominasi otak kiri atau kanan, namun bahwa kemampuan akan dapat ditingkatkan melalui proses belajar, latihan, serta pengalaman. Penting juga untuk adanya edukasi mengenai fakta sebenarnya sehingga masyarakat dapat memahami bahwa semua orang memiliki kapasitas untuk belajar berbagai keterampilan, baik itu kreatif maupun analitis. Dengan fokus pada pembelajaran dan pengembangan diri, individu akan dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal dan meraih potensi penuhnya tanpa batasan dari mitos-mitos yang merugikan.