Konten dari Pengguna

Kurikulum Merdeka Jadi Kurikulum Nasional: Solusi atau Ganti Baju Saja?

Fikri Abdilah
Founder qelas.id, guru, dan Education Technology Enthusiast
7 April 2024 0:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fikri Abdilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siswa kelas VII SMPN 1 Kota Jambi mengenakan masker dan pelindung wajah sebelum memasuki kelas pada hari pertama sekolah Tahun Pelajaran 2020/2021 di Jambi. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Siswa kelas VII SMPN 1 Kota Jambi mengenakan masker dan pelindung wajah sebelum memasuki kelas pada hari pertama sekolah Tahun Pelajaran 2020/2021 di Jambi. Foto: Wahdi Septiawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kurikulum merdeka resmi menjadi kurikulum nasional pada 26 Maret 2024, menandai langkah besar dalam Pendidikan di Indonesia. Dengan janji fleksibilitas, fokus pengembangan karakter, dan pembelajaran aktif-kreatif, apakah benar Kurikulum Merdeka menjadi solusi bagi Pendidikan Indonesia, atau lagi dan lagi, hanya berganti nama saja?
ADVERTISEMENT
Kita sudah sangat sering mendengar pernyataan, “ganti Menteri, ganti kurikulum”. Pasalnya, penetapan Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional terjadi pada tahun 2024, di mana kemungkinan pergantian Menteri pasca Pemilihan Presiden Indonesia sangat mungkin terjadi. Selain itu, sejak Indonesia merdeka, Indonesia sudah 11 kali mengalami pergantian kurikulum dari 29 Menteri Pendidikan yang telah memimpin.
Perubahan nama ini seharusnya tidak hanya sekadar perubahan istilah dan ide besar dari pemerintah, sedangkan implementasi di lapangan sama saja.
Sejak diperkenalkan pada 11 Februari 2022 oleh Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Kurikulum Merdeka telah menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks dalam proses implementasinya. Namun, seperti banyak perubahan besar lainnya, Kurikulum Nasional pun tak lepas dari tantangan, terutama bagi guru, fasilitas sekolah, siswa, dan tentu saja bagi pemerintah sendiri.
ADVERTISEMENT

Distribusi Guru

Distribusi guru yang ideal dan menyeluruh masih menjadi tantangan pembangunan pendidikan di Indonesia. Walaupun saat ini terjadi peningkatan jumlah guru pada setiap jenjang pendidikan, namun jumlah guru yang sudah tersertifikasi baru 54,6% dari 3,3 juta guru.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, secara umum guru yang memenuhi kualifikasi akademik minimal S1/D4 sebanyak 96,95%, namun distribusinya belum ideal. Ada daerah yang kelebihan guru, seperti Jawa Barat dan Banten, sedangkan banyak daerah lainnya masih kekurangan guru.
Akibatnya, beban mengajar guru dan efektivitas proses pembelajaran yang berbeda-beda. Padahal, di Kurikulum Merdeka, guru dituntut untuk memiliki waktu dan tenaga ekstra untuk mengembangkan kompetensinya melalui berbagai macam pelatihan implementasi Kurikulum Merdeka, guru juga perlu melakukan pengajaran yang menggunakan pendekatan diferensiasi, serta guru juga harus lebih kreatif menciptakan pembelajaran yang aktif-kreatif untuk siswa.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, implementasi di lapangan masih banyak guru yang belum paham secara menyeluruh bagaimana proses pengajaran di kelas untuk Kurikulum Merdeka itu sendiri dikarenakan kurangnya waktu untuk mengembangkan diri melalui pelatihan.
Terlebih, di dalam Kurikulum Merdeka, guru harus mampu menciptakan pengajaran yang bermakna bagi siswa di sekolah, seperti membuat modul Proyek P5. Di sisi lain, banyak guru yang justru terlalu sibuk melakukan pelatihan dan mengesampingkan tugas utamanya sebagai pengajar yang berada di dalam kelas.

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Tantangan sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia memang tidak hanya terjadi di Kurikulum Merdeka, akan tetapi sudah menjadi tantangan yang signifikan dari setiap kurikulum yang pernah diimplementasikan di Indonesia. Banyak sekolah di Indonesia terutama di daerah 3T, masih mengalami keterbatasan dalam hal infrastruktur seperti ruang kelas yang belum layak, perpustakaan yang masih terbatas, serta fasilitas olahraga dan laboratorium yang masih belum memadai.
ADVERTISEMENT
Hal ini dapat menjadi hambatan terbatasnya sebaran kualitas implementasi Kurikulum Merdeka secara nasional. Selain itu, masih banyak sekolah di Indonesia yang belum memiliki akses teknologi yang memadai, seperti internet dan perangkat komputer. Menurut data Badan Pusat Statistik, sebanyak 22,54% siswa di Indonesia masih belum menggunakan internet, sedangkan siswa yang sudah menggunakan internet masih didominasi oleh pengguna telepon seluler, yakni sebanyak 83,41%, sedangkan hanya 19,27% siswa yang menggunakan komputer/laptop. Terlebih, realitas di lapangan penggunaan internet siswa masih didominasi untuk tujuan hiburan (86,65%) dan media sosial (66,68%).

Kesiapan Siswa

Dalam kurikulum apa pun, siswa adalah obyeknya. Siswa mungkin perlu waktu untuk beradaptasi dengan metode pembelajaran baru yang lebih aktif, kolaboratif, seperti proyek P5 dan pembelajaran Problem Based Learning. Selain itu, Kurikulum Merdeka juga memberikan lebih banyak tanggung jawab kepada siswa untuk belajar secara mandiri dan kolaborasi.
ADVERTISEMENT
Hal ini membutuhkan kemandirian bagi siswa dan dapat meningkatkan tingkat stres dan kesemasan yang lebih tinggi bagi siswa. Masalah lainnya adalah kesenjangan akses terhadap teknologi di Indonesia, hal ini dapat menyebabkan kesenjangan dalam kesempatan belajar antara siswa yang memiliki akses teknologi yang baik dengan yang belum memadai.
Perubahan kurikulum bukan hanya sekadar ganti baju. Ada banyak hal yang masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan agar implementasi di lapangan berjalan secara maksimal. Kurikulum Merdeka memiliki potensi besar untuk mengembangkan potensi siswa dan membawa perubahan positif dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada komitmen pemerintah dalam mengatasi berbagai tantangan yang ada.
Jangan sampai, alih-alih menjadi solusi jangka panjang pendidikan Indonesia, justru implementasi di lapangan tidak ada perubahan. Pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti organisasi, swasta, dan akademisi untuk mendengar implementasi yang terjadi di lapangan serta solusinya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, juga penting untuk memitigasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi guru, sekolah, dan siswa agar dapat beradaptasi dan mendapatkan manfaat positif dari kurikulum ini. Dengan kerja sama dan komitmen dari semua pihak, diharapkan Kurikulum Merdeka yang saat ini sudah menjadi Kurikulum Nasional dapat membawa perubahan positif bagi dunia pendidikan dan menghasilkan generasi emas yang berkualitas.