Merdeka Belajar pada Era 5.0 Benarkah Membebaskan atau Membingungkan Guru?

Fikri Ahmad Faadhilah
Hobi: rebahan dan baca buku. Profesi : Mahasiswa. Insitusi Pendidikan: UIN Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Konten dari Pengguna
11 Juni 2024 15:42 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fikri Ahmad Faadhilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendidikan merupakan pilar utama dalam kemajuan suatu bangsa. Kualitas pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan mampu bersaing di era globalisasi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah Indonesia telah meluncurkan program "Merdeka Belajar". Merdeka belajar telah diterapkan pada negara tercinta kita, dimulai dari SD hingga SMA telah merasakan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah. Program ini bertujuan untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada sekolah dan guru dalam mengelola pembelajaran. Namun, implementasi program Merdeka Belajar telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan pendidik. Ada yang berpendapat bahwa program ini benar-benar membebaskan guru dan memberikan ruang kreativitas dalam mengajar. Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa program ini justru membingungkan guru dan membuat mereka kehilangan arah dalam mengajar.
ADVERTISEMENT
Membandingkan pendidikan di Indonesia dengan negara-negara lain di seluruh dunia, masih jauh dari harapan. Penelitian dari (Yoesdiarti et al., 2022) menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia di tingkat internasional masih cukup rendah. Pada tahun 2018, survei Program untuk Penilaian Siswa Internasional (PISA) dari OECD menemukan bahwa 60 persen siswa Indonesia mendapat nilai di bawah standar minimum di bidang sains dan 71 persen di bidang matematika. Pemahaman membaca dan keterampilan dasar lainnya masih sering diajarkan di sekolah-sekolah, dan kemampuan berpikir kritis dan interpretasi masih kurang. Selain itu, masalah kehilangan waktu belajar juga disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama dua hingga tiga tahun terakhir di Indonesia. Anak-anak tidak lagi banyak belajar, dan bahkan minat dan semangat belajar mereka telah berkurang. Skenario ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis pembelajaran.
sumber foto: www.pixabay.com
Terlepas kita sudah melewati pandemi covid 19, masih saja tidak ada progress yang bisa lebih dominan daripada sebelum pandemi. Padahal, adanya kurikulum merdeka belajar ini membuat penilaian terutama difokuskan pada pengamatan pertumbuhan individu dari waktu ke waktu karena guru bebas memilih sumber belajar yang berbeda berdasarkan kebutuhan dan pertumbuhan siswa mereka daripada dibatasi oleh Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Untuk mendorong siswa agar lebih aktif dan terlibat dalam pendidikan mereka, terutama melalui pembelajaran berbasis proyek, kurikulum ini juga dimaksudkan agar mudah dipahami dan disesuaikan. Ditambah dengan, peran guru dalam konsep kurikulum yaitu sebagai fasilitator pembelajaran dimana hal tersebut dapat didukung oleh kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang refleksinya dalam kebisaaan berfikir dan bertindak yang tercangkup dalam kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial. Konsep belajar yang aktif, inovatif dan nyaman harus mampu mewujudkan peserta didik sesuai dengan kebutuhan zaman terutama di era sekarang ini
ADVERTISEMENT
Tetapi itu semua hanyalah angin lembut yang datang awalnya saja lembut, setelahnya membuat orang masuk angin. Bagaimana tidak?
Pada sekolah yang dikiranya paling maju yakni di daerah Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Jogjakarta, dan diwilayah yang lain, memiliki karakteristik masalah yang sama. Yakni, pada kemampuan gurunya itu sendiri yang amat sangat jauh dari harapan merdeka belajar. Ditambah dengan kegagalan orang tua dalam mendidik anaknya secara pasti. Membuat si buah kecil yang sedang bersekolah pun jadi terhambat.
Sumber foto: www.pixabay.com
Tidak hanya itu, Rendahnya budaya literasi kita mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Saat ini, membaca belumlah menjadi sebuah tradisi bagi banyak orang di negeri ini, tak terkecuali para guru. Maka sesungguhnya, sebelum mengubah kurikulum, pemerintah seharusnya terlebih dulu mengatasi masalah pelik ini. Sebab satu hal yang perlu kita sadari, kemampuan seseorang mengubah mindset-nya tak terlepas dari tingkat literasi seseorang.
ADVERTISEMENT
Sehingga menyulitkan mereka dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran mandiri; serta mereka memiliki masalah dengan penilaian diagnostik dan formatif, dan dalam membangun dan memperkuat Profil Siswa Pancasila, serta dalam format penilaian sumatif, yang masih dibuat secara manual karena belum ada format yang disediakan dari pusat.
ADVERTISEMENT
Guru yang sedang mengajar di kelas (www.pixabay.com)
Maka dari itu, para guru akan ydapat menerapkan Kurikulum Merdeka dan memahami maksudnya setelah pola pikir mereka berubah secara bertahap. untuk memberikan pengajaran yang berkualitas tinggi dan terarah di dalam kelas. Tatkala, semuanya diperbaiki dari segi gaya belajar, muatan materi serta implementasi kurikulum, hingga proyeksi kedepan yang bener-bener jelas. Tentu, SDM buat bahan bakar dimasa depan bisa tercapai. Dan tidak ada lagi namanya eskpor SDM punya negara orang untuk mengisi pekerjaan yang berada di Indonesia. dan bisa jadi, SDM kita yang akan di Impor keluar Indonesia.
Kalau itu semua bisa bagus. Bayangkan saja, sebuah SDM di Indonesia bagus. Dampaknya bisa banyak sekali, dari segi pendapatan negara, kualitas produk hingga jasa bisa lebih hebat dari negara-negara lain. Dan bisa menjadi kiblatnya pengetahuan, teknologi, dan lain-lain. Dan yang namanya prestasi dari seorang guru dan muridnya akan banyak. Dan mungkin yang namanya pemenang prestasi yang paling tinggi yakni Nobel, bisa jadi akan ada nama orang Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dan tentunya, nama Indonesia akan dikenal bukan lagi mencari macan tidur Asia. tetapi menjadi macannya Asia. ditambah dengan kiblat keilmuan, teknologi dan lain-lain, pastinya akan ke negara Indonesia. itupun kalau mau para pemimpin dinegara ini pada sadar. misalkan tidak sadar, tentunya itu hanya akan menjadi bualan atau mimpi siang bolong. jadi mari kita bersamai mimpi ini dan ciptakan secara perlahan demi perlahan. Agar, narasa generasi emas 2045 bisa terwujud.