Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Makna Uang Jemput atau “Uang Japuik” dalam Adat Pernikahan di Pariaman
5 Desember 2022 14:24 WIB
Tulisan dari Fikri Mujahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang suci dan sakral yang bermakna ibadah kepada Allah, menjalankan sunah rasul, dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab serta mengikuti ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan.
ADVERTISEMENT
Dalam melakukan pernikahan banyak adat dan tradisi yang beranekaragam, salah satunya adalah tradisi Bajapuik yang merupakan tradisi yang berasal dari daerah Pariaman.
Tradisi pernikahan ini berbeda dengan tradisi pernikahan di daerah Minangkabau lainnya. Dimana keluarga pengantin perempuan menjemput mempelai laki-laki dengan sejumlah uang atau benda yang bernilai. Tradisi ini sudah lama diterapkan oleh penduduk setempat, akan tetapi tradisi tersebut hanya terjadi di daerah Pariaman.
Tradisi ini dipandang sebagai kewajiban pihak keluarga perempuan untuk memberikan sejumlah uang atau benda yang bernilai kepada pihak laki-laki pada saat acara manjapuik marapulai (menjemput mempelai pria). Kemudian uang tersebut akan dikembalikan pada saat mengunjungi mertua pada pertama kalinya, yaitu pada acara manjalang. Jumlah uang yang dikembalikan biasanya lebih banyak dari uang jemputan. Bagi pihak laki-laki nilai lebih yang diberikan kepada perempuan merupakan kehormatan tersendiri. Karena, pihak keluarga laki-laki akan merasa malu apabila nilai pengembalian uang jemputan sama atau malah lebih rendah dari yang diterima.
ADVERTISEMENT
Penetapan uang jemputan biasanya ditetapkan sebelum pernikahan. Saudara laki-laki ibu atau mamak akan bertanya kepada pihak keluarga calon perempuan terhadap kesanggupannya. Mengingat banyaknya biaya pesta pernikahan yang harus disiapkan oleh pihak keluarga perempuan. Jika pihak keluarga perempuan tidak mampu, maka keluarga akan mempertimbangkan menjual harta pusaka untuk membiayai pernikahan. Uang jemputan sendiri akan ditetapkan tergantung status sosial yang dimiliki oleh calon suami.
Uang jemputan ini berupa benda yang bernilai ekonomis seperti emas dan benda lainnya. Dari segi bentuk terdapat uang jemputan yang berupa emas, dimana pada awalnya uang tersebut berupa rupiah dan ringgit emas. Namun pada saat ini rupiah dan ringgit emas kurang diminati, sehingga masyarakat memilih untuk menjadikan cincin, gelang dan kalung emas sebagai uang jemputan.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, perubahan ekonomi masyarakat di daerah Pariaman mulai berubah dan mengakibatkan bergesernya status laki-laki yang mempunyai gelar bangsawan. Namun hal tersebut tidak menghilangkan nilai tradisi itu sendiri. Status sosial ekonomi tentu dipandang dari profesi dan pendapatan dari seorang laki-laki. Inilah faktor yang menentukan besar atau kecilnya jumlah uang jemputan. Semakin tinggi status profesi dan pendapatan calon pengantin laki-laki, maka semakin besar pula jumlah uang jemputan dan begitu sebaliknya.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa uang jemputan mengandung makna yang sangat dalam yaitu rasa saling menghargai antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Ketika pihak laki-laki melebihi dalam mengembalikan uang jemputan, maka pihak laki-laki akan lebih dihargai. Begitu pula dengan pihak perempuan akan lebih dihargai dengan uang dan emas yang dilebihkan nilainya dari uang jemputan.
ADVERTISEMENT