Konten dari Pengguna

Antara Keberadaan Tuhan dan Melawan Logika Rasional

Fikri Muzakki
Mahasiswa Aktif Ilmu Komunikasi Universitas Andalas
1 November 2023 8:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fikri Muzakki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi laki-laki sedang berpikir. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi laki-laki sedang berpikir. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Secara singkat logika adalah masuk akal dan dapat dimengerti. Mempelajari logika merupakan cara untuk membedakan antara yang benar dengan yang salah, karena logika adalah sebuah kebenaran di atas kebenaran. Logika dimulai ketika seorang filsuf Yunani bernama Thales mulai menggunakan akal budi sebagai pemecah masalah.
ADVERTISEMENT
Thales mengatakan bahwa air adalah prinsip atau asas pertama alam semesta. Sejak saat itulah logika dikembangkan dan filsuf sesudah Thales mengembangkan logika kendatipun istilah logika itu sendiri belum dikenal.
Istilah logika berasal dari Bahasa Yunani, logos yang berarti “hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan lewat bahasa”. Logika merupakan cabang filsafat yang praktis dan objek logika adalah berpikir.
Secara etimologi, logika adalah ilmu tentang pikiran atau menalar. Menurut Irving M. Copi, logika dapat didefinisikan sebagai hukum-hukum pemikiran, namun pendapat ini dinilai kurang tepat. Logika juga disebut sebagai ilmu penalaran, di mana penalaran dapat diartikan juga sebagai cara berpikir terhadap suatu masalah.
Logika memiliki tujuan untuk mencari kebenaran di tengah-tengah kekacauan. Logika dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, serta objektif.
ADVERTISEMENT
Seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi akan jauh lebih mudah dalam mempelajari psikologis lawan bicara jika mempunyai penalaran yang bagus. Bagi seorang HRD, logika diperlukan untuk mempertanyakan hal-hal terkait apa saja yang akan dilakukan pelamar ketika bekerja. Selain itu, seorang hakim memerlukan logika untuk membuat keputusan dalam menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa.
Berpikir logis diartikan sebagai proses manusia menggunakan penalaran secara konsisten dan kritis untuk mendapatkan kesimpulan yang benar. Menurut Arif Rohman dalam bukunya “Epistemologi dan Logika Pendidikan”, ada tiga unsur penting dalam barometer berpikir logis.
ADVERTISEMENT

Logika Tuhan dalam Islam

Proses Berpikir Manusia. Foto: https://www.shutterstock.com/
Ilmu logika bukan suatu hal yang asing dalam Islam, bahkan Islam melahirkan banyak filsuf salah satu nya adalah Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd terkenal akan pemikirannya atas relasi antara ‘Syariah dan Filsafat’ serta wacana tafsirnya mengenai ketuhanan dalam Al Quran.
Ibnu Rusyd mempelajari ayat-ayat Al Quran tentang bagaimana hukum mempelajari logika dan filsafat. Dia menemukan bukti bahwa ada ayat yang menyerukan penggunaan logika rasional sebagai representasi kreasi Tuhan.
Dari penemuan itulah Ibnu Rusyd menyimpulkan bahwa Syariah atau Islam menganjurkan mempelajari filsafat untuk menemukan realitas kebenaran. Hal ini sejalan dengan argumen filsuf lain yang berlandaskan pada realitas. Semakin mendalam pemahaman filsafat maka semakin dalam dia mengenal Tuhan karena realitas adalah representasi kreasi Tuhan.
ADVERTISEMENT
Bagi Ibnu Rusyd Syariah dan Filsafat merupakan dua hal yang berdiri sendiri namun menyatu dalam kebenaran. “Kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran yang lain, melainkan saling mencocokinya, bahkan menjadi saksi atasnya.” (Menafsir Kalam Tuhan, 2021).
Menurut Ibnu Rusyd, Syariah dan Filsafat terkadang berjalan seiringan tetapi terkadang juga berbeda. Kesamaan dari keduanya adalah memiliki tujuan untuk menemukan Tuhan. Perbedaan dari keduanya adalah Syariah ditujukan untuk semua tingkatan masyarakat, sedangkan filsafat ditujukan untuk sebagian kecil masyarakat (dalam hal ini mayoritas para cendekiawan).
Pemaparan di atas merupakan contoh bahwa Islam tidak memandang sebelah mata ilmu filsafat. Ilmu filsafat ini seperti pedang bermata dua, di mana jika kita salah penalaran maka dapat menimbulkan keraguan dalam keimanan.
ADVERTISEMENT
Karena filsafat merupakan ilmu yang berdasarkan pada logis dan bersifat real, sementara keberadaan Tuhan? Tidak logis dan tidak real. Setidaknya begitulah pernyataan dari orang-orang penganut atheis.
Filsafat merupakan induk dari seluruh pengetahuan yang di mana filsafat berasal dari proses berpikir manusia. Foto: https://www.istockphoto.com/id
“Orang yang percaya akan adanya Tuhan hanyalah orang-orang lemah dan bodoh”. Menurut saya, pernyataan tidaklah 100% akurat dikarenakan konsep ketuhanan itu bersifat universal. Karena bersifat universal dan merangkul banyak pihak inilah timbul persepsi bahwa ‘agama hanya untuk orang bodoh dan orang atheis adalah orang yang pintar’. Padahal mereka lupa bahwa banyak orang-orang pintar dan jenius yang percaya akan konsep ketuhanan.
Contoh saja Albert Einstein yang percaya akan konsep ketuhanan sebagai Maha Pencipta, Yang Memulai Segalanya. Mereka terlalu berfokus pada orang-orang terbelakang yang mempercayai Tuhan. Ya, memang saya akui banyak negara miskin masuk dalam kategori negara paling religious. Tapi, ini tidak bisa dijadikan argumen, kenapa? Karena ada negara UEA, Arab Saudi, Qatar yang merupakan negara muslim tetapi menjadi negara terkaya.
ADVERTISEMENT
Satu pernyataan yang menarik dari diskusi kemarin “Tuhan hanyalah sebuah imajinasi turun temurun dan kitab suci hanyalah mitos.” Sekarang saya balik pernyataannya, Aristoteles hanyalah dongeng pengantar tidur yang dibuat oleh seseorang.
Tidak ada bukti bahwa Aristoteles benar benar hidup, yang ada hanyalah karya-karya pemikirannya yang dipercayai oleh filsuf filsuf. Begitu juga dengan kitab suci, di agama saya Al Quran bukan hanya sekedar fiktif belaka tapi juga sebuah keteraturan hidup dan ada 800-1000 ayat tentang sains didalamnya.
Untuk menunjukkan konsep keberadaan Tuhan saya jadi teringat dengan salah satu film sci-fi terbaik sepanjang sejarah, yakni Interstellar yang ditulis oleh Profesor Kip Thorn. Di dalam film tersebut ada yang namanya konsep dimensi.
ADVERTISEMENT
Garis adalah satu dimensi karena hanya memiliki panjang saja, bujur sangkar adalah adalah dua dimensi karena memiliki panjang dan lebar, sementara kubus adalah tiga dimensi karena memiliki panjang, lebar dan tinggi.
Lalu apa hubungannya? Manusia merupakan makhluk tiga dimensi, dan penglihatan manusia terbatas hanya sampai di dimensi ketiga saja. Manusia tidak akan pernah bisa melihat dimensi keempat, yang bisa dilihat hanyalah proyeksi nya saja atau dalam sains disebut Tesseract.
Profesor Carl Sagan menjelaskan tentang dimensi ini, jika seandainya kita adalah makhluk dua dimensi kita hanya akan bisa maju, mundur, kekiri, dan kekanan, kita tidak akan pernah bisa melihat keatas dan kebawah. Jika ingin melihat benda tiga dimensi, kita hanya akan bisa melihat bayangan dari tiga dimensi tersebut.
ADVERTISEMENT
Nah Tuhan tidak akan mungkin sama dengan manusia, Tuhan itu lebih dari manusia. Itulah penyebabnya kenapa Tuhan tidak bisa kita lihat secara nyata karena kemampuan penglihatan manusia ini terbatas, melihat dimensi keempat saja kita tidak bisa apalagi melihat Tuhan? Yang bisa rasakan hanyalah keberadaannya, seperti proyeksi tiga dimensi terhadap makhluk dua dimensi tadi.