Konten dari Pengguna

Ketika Para Penyembuh Terluka

Fila Dalfianti Sahupala
Mahasiswa Program Studi Pascasarja Magister Keperawatan - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
10 November 2024 10:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fila Dalfianti Sahupala tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tenaga kesehatan mengalami bullying. Foto : Lab Imajinasi Canva.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tenaga kesehatan mengalami bullying. Foto : Lab Imajinasi Canva.
ADVERTISEMENT
Penulis : Fila Dalfianti Sahupala ( Mahasiswa )
Pembimbing : Fitri Arofiati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D.
ADVERTISEMENT
Program Studi Pascasarja Magister Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Yogyakarta, 08 November 2024
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdapat beberapa kasus bullying yang terjadi di lingkungan tenaga kesehatan Pada Agustus 2024, Kemenkes menerima 356 laporan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dan Pada September 2024, Kemenkes menerima 540 laporan dan di antaranya terverifikasi sebagai kasus perundungan. Dari 540 kasus tersebut, 221 di antaranya terjadi di rumah sakit vertikal Kemenkes.
Ada apa dengan bullying ?
Dalam mengkaji kasus bullying yang terjadi di tempat kerja medis dan bagaimana hal itu berdampak pada individu dengan sistem kesehatan secara keseluruhan maka dalam konteks kesehatan, bullying dapat berupa intimidasi verbal, kritik yang berlebihan, atau isolasi sosial. Tekanan senioritas sering menyebabkan perilaku bullying, di mana tenaga kesehatan yang lebih senior menekan junior dengan meminta mereka melakukan lebih banyak atau menantang mereka untuk mempertahankan OTORITAS mereka. Lingkugan kerja yag penuh tekanan dan persaingan tidak sehat juga dapat menghambat kolaborasi di antara tim medis yang sangat penting dalam perawatan pasien yang efektif. Seperti yang kita ketahui bahwa beberapa bulan terakhir telah terjadi kasus pembullying di kalangan tenaga medis yang ada di Indonesia yang diduga mengakhiri hidupnya sendiri karena tidak kuat menahan bullying yang di alami. Ini disebabkan oleh fakta bahwa beban kerja yang berat dan stres, kelelahan emosional, kecemasan, dan depresi serta tekanan senioritas yang dialami oleh tenaga medis dapat menyebabkan seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Membahas bagaimana kasus bullying di kalangan tenaga kesehatan di Indonesia merupakan masalah serius yang mengganggu kesejahteraan psikologis tenaga kesehatan dan berdampak negatif pada lingkungan kerja mereka dan kualitas pelayanan kesehatan. Fenomena ini dapat ditemukan di berbagai fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Biasanya mencakup intimidasi, bullying, intimidasi verbal, tekanan psikologis, pengucilan, dan bahkan ancaman fisik, terutama terhadap karyawan baru atau muda. Beberapa jenis pembullying yang sering terjadi termasuk tekanan dari senior terhadap karyawan junior mengenai beban kerja yang berlebihan sebagai bentuk pengujian dan intimidasi verbal yang merendahkan martabat korban. akibatnya, dampak jangka panjang bullying termasuk stres, kelelahan emosional, kecemasan, dan depresi, yang dapat membuat tenaga kesehatan menjadi tidak termotivasi atau bahkan mendorong mereka untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kebijakan anti bullying di institusi kesehatan sangat penting untuk mengatasi masalah ini, yang mencakup sanksi tegas bagi pelaku dan sarana pengaduan yang aman bagi korban. Solusi untuk kode etik profesi harus mencakup pelatihan tentang manajemen konflik dan dukungan psikologis bagi tenaga kesehatan. Bullying di lingkungan kesehatan melibatkan banyak masalah dalam etik profesi. Dalam perspektif tersebut dijelaskan sebagai berikut: yang mana berfokus pada aspek etika.
Aspek etika profesi
1. Prinsip benefience (Kebajikan) : Prinsip ini mengatakan bahwa semua tindakan yang dilakukan di bidang kesehatan harus bermanfaat dan meningkatkan kesejahteraan baik pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. Karena mengganggu kesehatan mental dan emosional korban dan merusak lingkungan kerja yang harmonis, pelecehan melanggar prinsip ini.
ADVERTISEMENT
2. Nonmaleficence (Tidak Merugikan): Prinsip ini menuntut semua tenaga kesehatan untuk menghindari kerugian atau bahaya. Bullying berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik korban, yang secara jelas melanggar prinsip ini.
3. Otonomi (Kebebasan Individu): Setiap orang, termasuk tenaga medis, memiliki hak untuk dihormati otonominya, baik dalam hal mengambil keputusan maupun menjalani hidup tanpa tekanan atau ancaman. Bullying menghalangi kebebasan ini, menimbulkan ketakutan dan menghambat kebebasan berpendapat.
4. Prinsip Keadilan menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan tanpa diskriminasi. Ketidakadilan, di mana seseorang diperlakukan buruk berdasarkan posisi, senioritas, atau perbedaan lainnya.
5. Kolaborasi dan Profesionalisme: Kolaborasi dan profesionalisme dalam lingkungan kesehatan sangat penting untuk kesuksesan pelayanan kesehatan. Bullying dapat mengganggu kerja sama ini, memperburuk komunikasi antar profesional, dan dapat membahayakan perawatan pasien.
ADVERTISEMENT
Harapan yang di inginkan
Tidak dapat diabaikan bahwa bullying di kalangan tenaga kesehatan adalah masalah yang merusak bagi tenaga medis dan kualitas pelayanan yang mereka berikan kepada pasien. Oleh karena itu, sangat penting bagi institusi kesehatan, asosiasi profesi, dan pemerintah untuk bekerja sama untuk membuat lingkungan kerja yang bebas dari bullying. Ini akan menjaga kesehatan mental dan kesejahteraan tenaga kesehatan secara keseluruhan, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat jangka Panjang pada pasien dan sistem kesehatan secara keseluruhan. Melalui kebijakan yang jelas , dukungan psikologis dan pemahaman yang lebih dalam tentang efek negatif bullying maka diharapkan tenaga Kesehatan dapat bekerja dengan lebih harmonis dan efektif.