Konten dari Pengguna

Indonesia Kembali Jadi Negara Paling Dermawan di Dunia

Filantropi Indonesia
Perhimpunan/asosiasi yang bersifat nirlaba dan independen yang bertujuan memperkuat lembaga dan kegiatan filantropi di Indonesia agar bisa berperan dan berkontribusi dalam pencapaian keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia
15 Juni 2021 14:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Filantropi Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Indonesia kembali dikukuhkan sebagai negara paling dermawan di dunia versi World Giving Index 2021. Laporan World Giving Index (WGI) yang dirilis Senin (14/6) oleh Charity Aid Foundation (CAF) ini menempatkan Indonesia di peringkat pertama dengan skor dari 69%, naik dari skor 59% di indeks tahunan terakhir yang diterbitkan pada tahun 2018. Pada saat itu, Indonesia juga menempati peringkat pertama dalam WGI.

Sumber: cafonline.org
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: cafonline.org
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
The World Giving Index (WGI) adalah laporan tahunan yang diterbitkan Charities Aid Foundation (CAF), menggunakan data yang dikumpulkan oleh Gallup, dan memeringkat lebih dari 140 negara di dunia berdasarkan seberapa dermawan mereka dalam menyumbang. Pada laporan WGI 202,1 Indonesia menempati 2 peringkat teratas dari 3 katagori atau indikator yang menjadi ukuran WGI, yakni menyumbang pada orang asing/tidak dikenal, menyumbang uang dan kegiatan kerelawanan/volunteer. Hasil penelitian CAF menunjukkan lebih dari 8 (delapan) dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uang pada tahun ini, sementara tingkat kerelawanan di Indonesia tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata tingkat kerelawanan dunia.
Sumber: Infografik World Giving Index 2021 (cafonline.org)
Direktur Filantropi Indonesia, Hamid Abidin, menyambut baik prestasi yang ditorehkan oleh sektor filantropi di Indonesia. Menurutnya, pandemi dan krisis ekonomi nampaknya tak menghalangi masyarakat Indonesia untuk berbagi. Pandemi dan krisis justru meningkatkan semangat solidaritas masyarakat untuk membantu sesama. “Yang berubah hanya bentuk sumbangan dan jumlahnya saja. Masyarakat yang terkena dampak tetap berdonasi uang meski nilai sumbangan lebih kecil, atau berdonasi dalam bentuk lain, seperti barang dan tenaga (relawan). Terbukti di beberapa lembaga sosial dan filantropi jumlah donasi tetap naik, meski peningkatannya tidak setinggi pada saat normal”, katanya.
ADVERTISEMENT
Laporan WGI 2021 menunjukkan Indonesia berhasil mempertahankan posisinya di peringkat pertama di tengah pandemi dibandingkan negara-negara lain yang posisinya jatuh dalam WGI karena penerapan kebijakan penguncian dan pembatasan wilayah. Sebagian besar negara Barat yang biasanya menempati 10 besar WGI merosot peringkatnya kemungkinan karena efek pandemi. Misalnya, Amerika Serikat jatuh ke posisi 19 dunia, setelah sebelumnya secara konsisten ditempatkan di Top 5. Sementara Irlandia, Inggris dan Singapura merosot dari peringkat 5 dan 6 ke peringkat 26 dan 22.
Hamid menilai keberhasilan Indonesia untuk mempertahankan posisinya sebagai bangsa pemurah didukung oleh beberapa faktor:
ADVERTISEMENT
Namun, di tengah prestasi yang menggembirakan itu, ada sejumlah PR yang harus diatasi dalam rangka memajukan filantropi Indonesia. Hamid menyebut potensi filantropi Indonesia yang cukup besar belum tergalang optimal karena pola menyumbang masyarakat yang masih direct giving dan belum terorganisir dengan baik. Masyarakat lebih suka menyumbang langsung ke individu penerima manfaat dibandingkan ke organisasi sosial. Donasi untuk kegiatan keagamaan, penyantunan dan pelayanan sosial juga masih dominan dibandingkan program-program yang sifatnya jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi, pelestarian lingkungan, dsb. Selain itu, pengembangan filantropi di Indonesia belum didukung dengan data yang memadai karena pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya belum punya kesadaran pentingnya data dalam pengembangan filantropi.
Sumber: Zoom "Urgensi Perlindungan Relawan COVID-19"
Di luar faktor pendukung tersebut, Hamid menyebut regulasi filantropi dan insentif perpajakan sebagai faltor yang kurang mendukung, bahkan menghambat sektor filantropi di Indonesia. Regulasi terkait filantropi sudah ketinggalan zaman, kurang apresiatif dan cenderung restriktif terhadap kegiatan filantropi. Sementara kebijakan insentif pajak yang biasanya menjadi faktor pendorong kegiatan filantropi juga ketinggalan dibandingkan kebijakan insentif pajak di negara-negara lain. Insentif pajak belum menjadi pendorong warga untuk berdonasi karena cakupannya terbatas, jumlah insentif yang kecil, serta ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan dalam penerapannya. “Itu yang membuat masyarakat enggan untuk mengakses insentif pajak kita pada saat mereka menyumbang”, terangnya.
ADVERTISEMENT
Hamid berharap pengakuan dunia internasional terhadap potensi filantropi Indonesia ini, bisa menggerakkan pemerintah untuk mendukung dan menggerakkan sektor filantropi sebagai aktor juga sumber daya pembangunan nasional. Apalagi filantropi sudah diakui sebagai salah satu pilar dalam pencapaian SDGs di Indoneaia. “Dukungan itu bisa diberikan melalui berbagai regulasi yang kondusif, kemudahan serta insentif pada lembaga dan pegiat filantropi serta para donatur”, tutup Hamid.