Konten dari Pengguna

Politik Luar Negeri Bebas Aktif pada Masa Presidensi Indonesia di KTT G-20

Filasafia Marsya
Mahasiswi Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
2 Agustus 2021 14:38 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Filasafia Marsya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia akan menggelar Presidensi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada tahun 2022, setahun lebih awal dari rencana awal. Secara umum, pola diplomasi yang terjadi dalam G20 adalah diplomasi multilateral karena pertemuan G20 melibatkan lebih dari dua negara untuk menyelesaikan suatu isu secara bersama. G20 telah berhasil dalam meningkatkan kerja sama antarnegara dan dapat menjadi alat untuk mencapai konsensus bersama dalam jumlah partisipasi yang besar. KTT yang digelar oleh G20 menandakan adanya diplomasi summit yang merupakan pertemuan diplomatik dari berbagai negara. Merespons hal tersebut, Indonesia seyogianya tetap menginterpretasikan politik luar negeri bebas aktif sebagai landasan operasional politik luar negeri yang selaras dengan kepentingan nasional Indonesia.
Ilustrasi Negara Peserta G20 (Sumber: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Negara Peserta G20 (Sumber: Shutterstock)
Terkait dengan hal tersebut, landasan operasional yang dimaksudkan berarti politik luar negeri bebas aktif digunakan sebagai implementasi kebijakan-kebijakan dalam politik luar negeri Indonesia dan agenda diplomasi. Dalam hal ini, perlu dipahami bahwa nilai utama dari politik luar negeri bebas aktif yang dimandatkan oleh para founding fathers negara ini memiliki arti bahwa Indonesia tidak ikut campur dalam urusan domestik negara lain tetapi tetap mengacu pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam melaksanakan interaksi dengan negara lain serta tetap berkontribusi dalam perdamaian internasional. Presiden Soekarno juga pernah menyebutkan dalam pidatonya bahwa prinsip bebas aktif dapat dicerminkan dengan hubungan ekonomi dengan negara lain (Alami, 2008).
ADVERTISEMENT
Secara spesifik pada kaitannya dengan agenda diplomasi, prinsip politik luar negeri bebas aktif dapat menjadi acuan bagi Indonesia untuk terus aktif dalam perpolitikan dunia dan pergaulan global guna menegakkan perdamaian dan keadilan. Sembari tetap aktif dalam kancah internasional, Indonesia tetap harus ‘bebas’ yang berarti tidak adanya tekanan atau dorongan dari pihak mana pun, sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.
Sebagai sebuah landasan operasional, politik luar negeri bebas aktif dapat diimplementasikan pada agenda diplomasi Indonesia dalam Presidensi KTT G20 tahun 2022—sesuai dengan salah satu misi utama yang termaktub dalam visi pemerintahan Jokowi-K. H. Ma’ruf Amin. Terkait dengan hal ini, dalam visi-misi tersebut dituliskan secara eksplisit bahwa Indonesia memiliki misi untuk melanjutkan haluan politik luar negeri bebas aktif. Terbukti, agenda diplomasi Indonesia di era kepemimpinan Jokowi sejak periode pertama banyak menekankan pada semangat multilateralisme, pentingnya menjaga perdamaian dunia, dan nilai-nilai kerja sama. Bahkan, dalam pidatonya di Sidang Umum PBB ke-75, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia siap untuk berkontribusi dalam mengedepankan semangat persamaan derajat dan keuntungan bagi semua pihak.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, upaya Indonesia dalam melaksanakan agenda diplomasi pada masa Presidensi KTT G20 kemudian juga semakin diperkuat dengan posisi Indonesia sebagai negara middle power yang menuntut Indonesia untuk terlibat dalam forum-forum multilateral serta berusaha menjadi bridge-builder bagi great power dan small power di dalamnya (Beeson dan Lee, 2015 dalam Alvian, dkk., 2018). Dengan adanya semangat multilateralisme yang menjunjung kedaulatan dan keadilan, diharapkan Indonesia dapat menjalankan agenda diplomasi yang memperjuangkan kepentingan Indonesia dan kerja sama antarnegara.
Berikutnya, perlu digarisbawahi bahwa agenda diplomasi yang dilakukan Indonesia pada masa Presidensi KTT G20 kelak juga selaras dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang menyatakan bahwa salah satu sasaran pokok pembangunan nasional Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun mendatang adalah dengan mewujudkan peran aktif Indonesia dalam pergaulan dunia internasional yang dapat dicapai melalui berbagai upaya, seperti optimalisasi diplomasi, penguatan kapasitas dan kredibilitas politik luar negeri, peningkatan efektivitas dan perluasan fungsi jaringan kerja sama untuk membangun solidaritas antarnegara (Wuryandari, 2008).
Ilustrasi Kerja Sama (Sumber: johnhain via Pixabay)
Oleh karena itu, terpilihnya Indonesia pada masa Presidensi KTT G20 tahun 2022 diharapkan dapat menghasilkan perubahan-perubahan yang signifikan dalam lanskap ekonomi global terutama dalam forum penyelesaian permasalahan ekonomi yang terjadi serta membawa keuntungan bagi negara sendiri. Akan tetapi, di sisi lain, perlu dicermati bahwa sebesar apa pun modalitas yang dimiliki oleh Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan nasional di forum internasional, hal ini tetap bergantung pada kepiawaian para diplomat Indonesia. Selain itu, Indonesia juga harus berupaya untuk mempertahankan stabilitas kondisi domestik, selaras dengan penyediaan infrastruktur diplomasi yang kuat, seperti reformasi birokrasi, peningkatan sumber daya manusia, serta pemanfaatan informasi, komunikasi, dan teknologi (Marsudi, 2019 dalam Gunawan, 2019).
ADVERTISEMENT
Jika Indonesia tetap berpegang teguh pada Pancasila sebagai landasan idiil, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional, dan politik luar negeri bebas aktif sebagai landasan operasional, maka dapat diprediksi bahwa instrumen politik luar negeri dan agenda diplomasi Indonesia akan terus menyokong kiprah negara ini dalam memenuhi kepentingan nasional dan berkontribusi untuk perdamaian internasional. Akan tetapi, dari sekian banyak kepentingan nasional dan komitmen di berbagai forum internasional, Indonesia seharusnya tetap menaruh perhatian terhadap agenda-agenda diplomasi yang mendukung tujuan utama politik luar negeri, terutama yang berkaitan dengan pemenuhan kesejahteraan rakyat, keamanan, dan stabilitas negara.