Alumni Pondok Pesantren Kok Bersikap Bar-Bar?

Fina Raihana
Mahasiswa Sosiologi Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
14 Maret 2023 11:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fina Raihana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi santri. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi santri. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Beberapa kali saya mendengar pertanyaan seperti ini muncul di kalangan pemuda. Sebuah pertanyaan sederhana yang menggambarkan kebingungan pemuda dengan melihat korelasi didikan agama dan juga implementasi anak lulusan pondok. Memang pertanyaan ini tidak tertuju kepada seluruh lulusan santri, namun cukup banyak individu yang mempertanyakan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Beberapa hal yang memperkuat pertanyaan semacam ini adalah adanya alumni santri yang terlibat oleh kasus kenakalan remaja. Sebagai pelajar yang berada di masa remaja, sudah tentu santri juga mengalami hal yang sama yaitu kelabilan emosi. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa penyimpangan santri juga merupakan hal yang naluriah dialami oleh semua orang.
Menilik lebih jauh lagi, lingkungan 24 jam yang dijalankan bersama teman turut memengaruhi pola pikir dan cara tindak seorang santri. Lingkungan pertemanan santri pun tidak bisa dikehendaki untuk selamanya bersifat baik dan selalu berkaitan dengan agama. Ini merupakan suatu hal yang berada di luar ranah lembaga pesantren sekalipun.
Untuk dapat menjawab pertanyaan ini pula, saya menyadari bahwa cukup banyak santri yang menimba ilmu tidak dengan dasar keinginannya. Kebanyakan atas dasar keinginan orang tua sehingga dalam proses pembelajaran keagamaan pun tidak dapat mencapai hasil yang memuaskan. Sepele, sih. Namun, perlu digarisbawahi lagi bahwa belajar juga memerlukan kesiapan diri untuk menerima materi yang akan diajarkan oleh guru.
ADVERTISEMENT
Alasan terakhir dari pertanyaan ini adalah kelulusan menjadi simbol kebebasan bagi santri. Ini dapat berlanjut kepada munculnya keinginan untuk balas dendam karena santri tidak merasa bebas mencoba berbagai hal selama berada di lingkungan pondok pesantren.