Urgensi Takhrij Hadits di Era Modern

fina aisyiyyah
Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Santri di PP. Ihayaul Ulum Dukun Gresik Santri di Ponpes 'Alawiyyah
Konten dari Pengguna
2 Juni 2022 18:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari fina aisyiyyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hadits merupakan segala perkataan, perbuatan, ketetapan, serta sifat yang disandarkan kepada nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam hukum syariat Islam, hadits menempati posisi kedua sebagai sumber hukum pokok setelah al-Qur'an. Sama halnya dengan al-Qur'an, hadits sampai kepada kita melalui jalur Mutawattir. Yakni melalui perantara lisan pada awalnya dan kemudian dikembangkan pada masa-masa setelahnya dengan menggunakan perantara tulisan. Adapun beberapa perbedaan antara hadits dan al-Qur'an adalah bahwa al-Qur'an telah dijamin keasliannya oleh Allah Ta'ala, berbeda dengan hadits. Hal ini terbukti dari tersebarnya hadits-hadits maudhu’ atau hadits palsu.
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sejarah Kemunculan Hadits Maudhu'
ADVERTISEMENT
Hadits palsu atau hadits maudhu’ dalam pembahasan Ulumul Hadits merupakan segala sesuatu yang dianggap berasal dari nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifat tertentu sedangkan kenyataannya tidak demikian atau hanya dibuat-buat saja. Terdapat beberapa pendapat dari ulama ahli hadits mengenai sejarah kemunculan hadits palsu.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa hadits palsu muncul sejak zaman nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan hadits palsu dimulai pada abad pertama hijriyyah, serta pendapat lain yang mengatakan bahwa kemunculannya ada pada kisaran tahun 35 H hingga 60 H. Namun, mayoritas ulama ahli hadits berpendapat bahwa hadits palsu diperkirakan muncul dan menyebar pesat pada kisaran tahun ke 40 atau 41 H setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan atau pada masa kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib. Tepatnya saat terpecahnya umat Islam menjadi tiga golongan besar. Yakni golongan yang mendukung sahabat Muawwiyah, golongan yang mendukung sahabat Ali bin Abi Thalib yang disebut Syi’ah, serta golongan yang memisahkan diri dari kedua golongan sebelumnya yang disebut sebagai Khawarij. Kota Iran yang pada masa itu merupakan pusat penyebaran hadits-hadits palsu bahkan dijuluki sebagai rumah percetakan (Darul Dharb). Bahkan, hadits-hadits palsu hingga masa Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in juga masih tetap ada bahkan sempat kembali berkembang pesat secara drastis.
ADVERTISEMENT
Alasan Kemunculan Hadits Maudhu'
Hadits palsu yang telah menyebar memiliki berbagai macam latar belakang. Diantaranya ada yang sengaja dibuat untuk menyenangkan hati beberapa penguasa atau untuk tujuan kekuasaan. Ada juga yang lafadznya dibuat untuk mengunggulkan golongan atau kalangan tertentu, dan beberapa tujuan lainnya. Faktor-faktor kemunculan hadits-hadits palsu secara umum dilatarbelakangi oleh keinginan agar argumentasi yang disampaikan oleh seseorang yang berkepentingan tidak dapat dibantah oleh pihak-pihak yang tidak disegani, semisal lawan politiknya. Karena pada masa itu, apabila seseorang telah menyertakan sabda nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam argumentasinya, maka seakan-akan argumentasi tersebut pasti benar dan tidak dapat dipertanyakan lagi.
Hadits Maudhu' Era Modern
Di era modern saat ini, fenomena pemalsuan hadits masih terjadi. Bahkan bisa dikatakan lebih tidak terkontrol. Hal ini dikarenakan perkembangan informasi dan teknologi yang sangat pesat ditambah adanya fenomena globalisasi. Internet dan media sosial sebagai platform yang saat ini paling banyak diakses oleh seluruh umat manusia menyebarkan jutaan bahkan milyaran informasi setiap harinya. Menurut data dari KEMINFO pada tahun 2021, pengguna media sosial aktif di Indonesia menyentuh angka 4,20 miliar penduduk yang merupakan 53,6% dari jumlah populasi di dunia. Dari sekian banyak pengguna media sosial dan internet di tanah air, usia 20-29 mendominasi dengan persentase hingga 93,5%. Dari internet dan media sosial, pemalsuan serta penyebaran hadits palsu makin marak dan tidak terhitung jumlahnya.
ADVERTISEMENT
Jika dibandingkan dengan era-era sebelumnya, hadits palsu yang menyebar di era saat ini lebih mudah diakses karena sifat globalisasi dari internet dan media sosial yang dapat diakses oleh siapa pun dan kapan pun. Terlebih di negara kita, pengguna internet dan media sosial didominasi oleh usia-usia remaja yang banyak di antara mereka belum cukup dewasa untuk menyaring informasi yang didapatkan. Bahkan sebagian besar dari mereka sering kali langsung menelan informasi yang didapatkan secara mentahan tanpa melakukan cross check terlebih dahulu. Hal ini tentunya sangat berakibat fatal, baik informasi tersebut untuk konsumsi pribadi dan terlebih jika disebarkan kepada orang lain. Sebab, sesuatu yang disebarkan tersebut diklaim berasal dari nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan berpotensi besar untuk menyesatkan orang dan menjerumuskan ke dalam lembah dosa.
ADVERTISEMENT
Peran Takhrij Hadits
Untuk menanggulangi penyebaran hadits palsu atau berita hoaks yang mengatasnamakan nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, perlu adanya kesadaran individu untuk melakukan cross check pada setiap informasi yang diperoleh dari media digital yang diakses. Terlebih jika informasi tersebut diklaim berasal dari nabi Muhammad saw. Karena bukan hanya akan sesat dan menyesatkan, tetapi menyebarkan hoaks yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw juga berimbas pada dosa yang pasti diperoleh.
Menanggapi peristiwa pemalsuan hadits, para ulama ahli hadits merumuskan suatu cabang ilmu dalam pembahasan Ulumul Hadits yang bertujuan untuk menyaring hadits-hadits yang beredar. Sehingga dapat diklasifikasikan antara hadits yang bersumber dari nabi Muhammad saw dan yang merupakan hadits palsu. Cabang ilmu tersebut, saat ini dikenal dengan ilmu takhrij hadits. Takhrij hadits sejatinya sudah ada sejak sebelum berkembangnya era globalisasi atau zaman modern. Bahkan ilmu ini juga digunakan dalam menyaring hadits-hadits palsu yang dahulu sempat marak di kalangan umat Islam.
ADVERTISEMENT
Takhrij Hadits Era Modern
Saat ini, proses takhrij hadits lebih mudah dilakukan karena berbagai macam kemudahan yang ditawarkan di era yang serba digital. Takhrij hadits saat ini dapat dilakukan melalui aplikasi-aplikasi dan platform-platform digital yang telah dikembangkan oleh para ulama modern. Takhrij hadits saat ini bahkan dapat dilakukan oleh siapa pun dan kapan pun selama terkoneksi dengan jaringan internet dan tanpa memakan waktu yang lama. Maka, hal yang dituntut bagi seluruh umat Islam adalah adanya kemauan untuk mempelajari ilmu takhrij hadits dan kehati-hatian dalam mengambil setiap informasi dari internet dan media sosial.
Fenomena hadits palsu bukanlah suatu hal yang baru bagi umat Islam. Pemalsuan hadits bahkan dahulu sempat terjadi pada masa akhir kepemimpinan khulafaur Rasyidin, masa Tabi’in, dan masa Tabi’it Tabi’in. Para Ulama akhirnya merumuskan ilmu takhrij hadits. Meskipun telah dirumuskan sedemikian rupa terkait metode-metode dalam takhrij hadits, saat ini masih banyak hadits-hadits palsu yang beredar. Hal demikian bukan disebabkan oleh tidak berfungsinya metode-metode yang telah dirumuskan oleh para ulama. Namun, memang fungsi dari takhrij hadits bukanlah untuk menghapus hadits-hadits palsu tersebut, melainkan hanya sebagai cara untuk mengklasifikasikan hadits.
ADVERTISEMENT
Peran individu sangatlah penting. Sebab di era digital, media sosial sebagai salah satu platform yang paling sering digunakan merupakan salah satu media penyebar hadits palsu. Sedangkan sangat mustahil bagi kita untuk menghapus setiap hoaks yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Maka, penguasaan ilmu takhrij hadits diperlukan. Kita sebagai pengguna media sosial juga dituntut untuk bijak dalam mengambil informasi dari media sosial. Di antara indikasi dari sikap bijak dalam mengambil informasi dari media sosial adalah dengan melakukan cross check terlebih dahulu dengan ilmu takhrij hadits. Baik hadits tersebut untuk konsumsi diri sendiri dan terlebih jika hendak disebarkan kepada orang lain. Sebab hal tersebut sifatnya sesat dan menyesatkan serta berimbas pada dosa.
ADVERTISEMENT