Konten dari Pengguna

Apakah Childfree Pilihan Tepat bagi Anda dan Pasangan?

Fina Tryas Nordiantika
Mahasiswi S1 Program Studi Sastra Indonesia Universitas Pamulang Tangerang Selatan
18 November 2024 17:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fina Tryas Nordiantika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.canva.com/design/DAGWjbjhVHA/Io14meOomxcmFrAmHqwIIQ/edit?utm_content=DAGWjbjhVHA&utm_cam
zoom-in-whitePerbesar
https://www.canva.com/design/DAGWjbjhVHA/Io14meOomxcmFrAmHqwIIQ/edit?utm_content=DAGWjbjhVHA&utm_cam
ADVERTISEMENT
Kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga merupakan hal yang sangat dinanti oleh pasangan suami istri. Anak dianggap sebagai penyempurna keidupan, sehingga tidak berlebihan jika ia dianggap sebagai anugerah pembawa berkah yang tidak akan pernah dapat dijarah. Tapi, sepertinya hal tersebut hanyalah lagu lama yang liriknya telah digubah oleh sebuah fenomena childfree yang belakangan ramai diperbincangkan di berbagai media sosial. Tidak berhenti di kalangan warganet di dunia maya semata, fenomena childfree rupanya juga banyak menuai kontroversi di tengah masyarakat dunia nyata karena dianggap sebagai pilihan yang egois dan menyalahi kodrat manusia., khususnya wanita.
ADVERTISEMENT
Istilah childfree sendiri merujuk pada suatu kondisi di mana seseorang atau pasangan suami istri memilih untuk tidak memiliki anak dengan berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor tersebut meliputi latar belakang keluarga, isu lingkungan, kondisi kesehatan, kondisi finansial, alasan personal, hingga kekhawatiran tidak dapat membesarkan anak dengan baik. Namun demikian, apapun alasannya, setiap pasangan suami istri wajib mempertimbangkan dengan matang sebelum menganut childfree, mengingat berbagai dampak negatif jangka panjang yang ada di baliknya. Seperti dua sisi mata uang, childfree mungkin bisa dijadikan sebuah solusi bagi seseorang ataupun pasutri yang memiliki masalah pada kesehatan reproduksi, masalah kesehatan mental, serta alasan-alasan lain yang lebih personal, seperti trauma masa kecil, keterbatasan finansial, dan lain sebagainya. Namun, keputusan untuk menganut childfree bisa menjadi sebuah bom waktu yang akan memporak-porandakan kehidupan Anda dan keluarga, jika tidak dipertimbangkan dengan seksama.
ADVERTISEMENT
Patut kita pahami, bahwa setiap orang tidak hanya hidup pada masa sekarang, tapi juga pada masa yang akan datang. Pada saat seseorang masih cukup muda dan memprioritaskan pencapaian karir sebagai tujuan hidupnya, mereka merasa childfree merupakan pilihan yang menggiurkan. Banyak penganut childfree menganggap memiliki anak sangatlah merepotkan dan dapat menghambat pencapaian karir yang diinginkan. Tentu saja, hal ini terlepas dari alasan kesehatan. Namun, apa yang terjadi setelah beberapa dekade kemudian? Apakah mereka masih memiliki pemikiran yang sama?
Dampak childfree baru muncul ketika seseorang telah berusia senja. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa manusia, khususnya wanita, yang tidak memiliki anak mengalami depresi, tekanan psikologis, dan merasa kesepian seiring bertambahnya usia karena tidak memiliki tempapt untuk mencurahkan kasih sayang. Lebih dari itu, mereka mau tidak mau harus berjibaku menghadapi ekspektasi sosial dari masyarakat yang tidak dapat mereka penuhi. Hal ini membuat sebagian besar penganut childfree merasa terisolasi dari lingkungan sekitar, bahkan terkucil dari keluarga mereka sendiri. Selain itu, childfree juga memiliki dampak negatif pada kesehatan. Wanita yang tidak pernah melahirkan dan menyusui cenderung lebih beresiko mengalami kanker payudara, ovarium, dan endometrium dibandingkan dengan yang memiliki anak. Pasalnya, kehamilan menurunkan jumlah total siklus pelepasan sel telur dari indung telur atau ovulasi, sehingga menurunkan risiko kanker ovarium pada wanita.
ADVERTISEMENT
Dari berbagai dampak childfree yang telah dijabarkan, maka sudah sepatutnya pilihan childfree dapat dipertimbangkan dengan matang. Meskipun childfree bukanlah sebuah kesalahan, namun bobot resiko yang dibawanya juga harus dipikirkan, apalagi sebuah pernikahan itu menyangkut keluarga besar, baik dari pihak suami maupun istri. Jadi, konsekuensi dari keputusan pasangan suami istri untuk menganut childfree tentu saja juga berimbas pada keluarga, khususnya orangtua yang pada umumnya menginginkan penerus keluarga dari daris keturunan mereka sendiri. Namun demikian,bilamana keputusan untuk menganut childfree telah bulat karena berbagai pertimbangan, maka sebaiknya keluarga juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini mengantisipasi kesalahpahaman karena keluarga diharapkan dapat memahami dan menjadi pihak pertama yang mendukung, sehingga individu atau pasutri yang menganut childfree dapat menghadapi stigma negatif yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya dengan lapang dada. Karena, seperti apa yang kita ketahui, tidak mudah menghadapi sebuah asumsi negatif yang begitu saja ditimpakan kepada kita, rasanya tidak ada bedanya dengan duduk di kursi pesakitan. Bukannya menerima pemakluman, yang ada malah menerima penghakiman. Bilamana ini terjadi, tentu saja tujuan utama Anda untuk menganut childfree tidak akan tercapaikan, hal tersebut justru berpengaruh terhadap kesehatan mental Anda dan pasangan.
ADVERTISEMENT
Jika Anda dan pasangan sepakat untuk memilih childfree, pastikan untuk mepertimbangkannya secara matang terlebih dahulu, mengingat berbagai resiko yang menyertainya. Telaah kembali apa yang kalian prioritaskan dalam hidup, dan coba pahami apa alasan sebenarnya di balik keputusan untuk menganut childfree. Apapun pilihannya, tentunya harus menjadi keputusan jangka panjang terbaik bagi Anda dan pasangan. Tidak hanya untuk masa sekarang, tetapi juga masa yang akan datang.