Akankah Wacana Redenominasi Memicu Inflasi?

Fina Annisa Nurjannah
Mahasiswa Universitas Negeri Malang Program Studi S1 Pendidikan Ekonomi
Konten dari Pengguna
1 Maret 2023 8:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fina Annisa Nurjannah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Redenominasi Mencuat, Apa Dampaknya ke Inflasi? (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Redenominasi Mencuat, Apa Dampaknya ke Inflasi? (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seperti yang sudah kita ketahui, rencana redenominasi sudah ada sejak tahun 2010 silam. Darmin Nasution yang kala itu menjabat sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia telah merencanakan adanya redenominasi yang kemudian disetujui oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan diajukan kepada DPR yang mana didalamnya berisi tahapan:
ADVERTISEMENT
1. 2011 ₋ sosialisasi
2. 2013 ₋ masa transisi
3. 2016 ₋ penarikan mata uang lama
4. 2019 ₋ 2022 penghapusan tanda redenominasi dimata uang, yang berarti telah selesai masa penyederhanaan.
Lalu RUU Redenominasi yang telah dibuat dimasukkan kedalam Program Legislasi Nasional oleh DPR pada tahun 2013, padahal dikala itu berbagai pihak sedang disibukkan oleh masa jelang pemilu. Akibatnya, rancangan tersebut kandas. Perekonomian Indonesia yang stabil membuat Agus Martowardojo selaku Gubernur penerus Darmin Nasution kembali mengajukan RUU Redenominasi pada tahun 2017. Wacana ini sudah menjadi bahan diskusi oleh Presiden, Menteri Keuangan, dan Bank Indonesia. Namun, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan kala itu menolak mengajukan RUU Redenominasi ke Dewan Parlemen dengan alasan belum menjadi prioritas.
ADVERTISEMENT
Lama tenggelam, wacana redenominasi kembali mencuat dengan adanya Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka hari kemerdekaan RI. Hal tersebut menjadi perbincangan lantaran pada tanda air yang biasanya terdapat gambar pahlawan dan nominal lengkap, namun apabila dilihat, tiga angka nol itu hilang, contohnya pada pecahan Rp 2.000 hanya tertera angka 2. Tampilan ini membuat banyak masyarakat curiga akan sinyal redenominasi. Namun, tahukah kalian apa redenominasi itu?. Redenominasi merupakan penyederhanaan mata uang suatu negara dengan memotong digit atau menghilangkan tiga angka nol tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misalkan, sebelum redenominasi, uang Rp 10.000 yang Anda punya dapat membeli dua porsi cilok. Sesudah redenominasi, uang Rp. 10.000 akan hilang tiga nol nya menjadi Rp 10 yang mana tetap dapat membeli dua porsi cilok.
Potret Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Dari contoh diatas, mungkin masih sulit bagi masyarakat untuk dapat terbiasa. Namun tanpa di sadari, sebenarnya redenominasi sudah terjadi di Indonesia, atau bisa disebut dengan redenominasi informal. Seperti contohnya di café atau toko online, yang mana harga produk yang tertera biasanya tiga (3) angka nol nya diganti dengan “K”, contoh, 15K, 20K. Bahkan ada juga yang hanya mencantumkan nominal depannya saja, contoh, 15 (yang berarti Rp 15.000) dan 20 (yang berarti Rp 20.000). Jadi sebenarnya redenominasi sudah sering kita alami di kehidupan sehari₋hari, hanya saja ini di legitimasi lagi oleh aturan yang menurut Bank Indonesia disebut redenominasi. Lalu apa tujuan Bank Indonesia ingin melakukan redenominasi ?.
Potret Uang Rupiah Kertas Tahun Emisi 2022 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
1. Mengurangi tingkat inflasi
ADVERTISEMENT
Hal ini tetap bergantung pada kondisi fundamental ekonomi. Apabila berhasil, maka akan menekan angka inflasi. Namun sebaliknya apabila gagal, justru tingkat inflasi akan meningkat bahkan bisa terjadi hiperinflasi. Maka dari itu, diperlukan studi yang mendalam mengenai rancangan dan dampak yang akan ditimbulkan.
2. Meningkatkan kredibilitas mata uang
Sebagai contoh, 1 Dollar AS sama dengan Rp 15.000. Namun setelah redenominasi, 1 Dollar AS sama dengan Rp 15. Hal ini memberi pandangan bahwa Rupiah itu tidak terlalu banyak angka nol (0) nya. Karena di Asia, hanya terdapat Indonesia dan Vietnam yang mata uangnya memiliki nilai tukar terhadap Dollar AS yang cukup tinggi. Maka dengan diterapkannya redenominasi, diharapkan dapat memberikan efek psikologis tentang nilai mata uang yang kuat.
ADVERTISEMENT
3. Stabilitas perekonomian
4. Menyederhanakan jumlah digit, sehingga memudahkan pencatatan dan meminimalisir kesalahan dalam pencatatan keuangan.
Namun dengan adanya redenominasi informal diatas, bukan berarti kita dapat berpikir bahwa mudah untuk melaksanakan redenominasi, banyak hal yang harus dipenuhi oleh suatu negara apabila ingin melakukan redenominasi, yakni:
1. Rencana matang.
Seperti yang sudah kita bahas diatas, RUU Redenominasi telah diajukan dari tahun 2013, namun sampai saat ini belum juga membuahkan hasil. Yang mana artinya masih banyak lagi yang perlu diyakinkan, angka₋angka yang cukup relefan, signifikan, dan meyakinkan bahwa negara ini sudah layak untuk melakukan redenominasi.
2. Kondisi fundamental ekonomi yang kuat.
Fundamental ekonomi sangat berkaitan dengan inflasi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat rentan dari tekanan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menurut Badan Pusat Statistik tercatat sebesar 5,3%. Capaian yang cukup impresif ditengah ketidakpastian dan krisis global.
ADVERTISEMENT
3. Tren inflasi menurun atau terkendali.
Pada poin ini Indonesia belum memenuhi syarat, karena tercatat tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,51% (year on year), lebih tinggi dari sasaran 3,0±1% yang berarti bahwa inflasi belum terkendali, dan hal tersebut merupakan dampak dari penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
4. Nilai tukar stabil.
Tercatat stabilitas nilai Rupiah per Desember 2022 berada pada level Rp 15.640 per Dollar AS. Ketidakpastian global menjadi tantangan kestabilan nilai tukar rupiah. Hal ini membuat kita harus memperhitungkan seberapa kuat kebijakan moneter kita untuk membentengi tantangan tersebut.
5. Defisit anggaran pemerintah harus turun.
Bagaimana? Sangat sulit bukan untuk suatu negara melakukan redenominasi? Tak heran jika ada beberapa negara yang berhasil dan juga gagal dalam menerapkan redenominasi. Apa saja yaa ?
ADVERTISEMENT
1. Turki
Turki pada tahun 2005 memangkas 6 digit dari nominal mata uangnya, contoh, 20.000.000 TL pasca redenominasi menjadi 20 YTL. Redenominasi ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, mata uang lama dengan kode TL dan mata uang baru dengan kode YTL beredar bersamaan dipasar perdagangan masyarakat Turki. Tahap kedua, setelah setahun diberlakukannya dua mata uang, pemerintah Turki secara perlahan menarik mata uang lama yang beredar dan secara resmi menggunakan mata uang baru hasil redenominasi yakni YTL. Dilaksanakannya redenominasi di Turki berhasil memperbaiki inflasi dan fundamental pertumbuhan ekonomi.
2. Brazil
Berbanding terbalik dengan Turki, Brazil justru gagal mengimplementasikan redenominasi. Saat itu Brazil melakukan penyederhanaan mata uangnya dari Cruzeiro ke Cruzados, yang ternyata mata uang ini justru terdepresiasi tajam terhadap Dollar AS.
ADVERTISEMENT
3. Ghana
Ghana termasuk salah satu negara yang gagal melakukan redenominasi. Ghana melakukan redenominasi disaat inflasi sedang melambung tinggi yang mana berakibat pada hiperinfasi.
4. Indonesia
Kebijakan redenominasi Indonesia pernah gagal pada tahun 1965 dan berakibat pada hiperinflasi yang mencapai 1.136%.

Dampak Redenominasi Terhadap Inflasi

Gagalnya redenominasi menjadi ancaman bagi tingkat inflasi. Hal ini dapat terjadi apabila ketersediaan satuan mata uang terkecil tidak tersedia dan tidak merata peredarannya. Misalkan, jika harga barang atau jasa sebesar Rp 2.500 kemudian diredenominasi menjadi Rp 2.5, dari sisi masyarakat, mereka tetap bisa membayar karena pada dasarnya nilainya tetap sama. Namun bayangkan jika tidak ada satuan mata uang kecil sebagai kembalian, pastinya harga akan dibulatkan menjadi Rp 2.000 atau Rp 2 dan terjadilah kenaikan harga yag memicu inflasi.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk melakukan redenominasi, pemerintah perlu memastikan ketersediaan satuan mata uang dan peredarannya. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggunakan pembayaran tunai.
Transaksi dengan Menggunakan Pembayaran Tunai (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Dengan melihat syarat, sejarah redenominasi dari beberapa negara, dan dampaknya terhadap inflasi, redenominasi ini sudah jelas tidak dapat sembarangan dilakukan. Banyak hal yang perlu diperhatikan. Banyak dana yang perlu dikeluarkan, salah satunya untuk sosialisasi. Diberlakukannya redenominasi diperlukan partisipasi masyarakat sebagai pelaku ekonomi. Pemerintah perlu gencar melakukan sosialisasi untuk menambah pemahaman masyarakat mengenai redenominasi dan menghindari perbedaan pemahaman. Dilakukannya sosialisasi sendiri memakan banyak waktu, tenaga, dan juga uang. Melihat luasnya Indonesia dan beragam latar belakang didalamnya sudah dapat dibayangkan berapa banyak biaya yang perlu dikeluarkan pemerintah, ditambah untuk kebutuhan mencetak uang baru.
ADVERTISEMENT