Konten dari Pengguna

The Death of Print: Wattpad dan Kebangkitan Penulis Amatir di Era Digital

Fira Ila Maula
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga
23 Oktober 2024 14:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fira Ila Maula tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sc: Ai Illustrator (Digitalisasi sebagai kebangkitan sastra di era digital)
zoom-in-whitePerbesar
Sc: Ai Illustrator (Digitalisasi sebagai kebangkitan sastra di era digital)
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena yang disebut “the death of print” telah menjadi fokus utama di dunia sastra dan media. Pergeseran yang signifikan dari media cetak menuju literatur digital ini tidak hanya mengubah cara kita membaca dan menulis, tetapi juga mempengaruhi pemahaman kita tentang peran penulis dalam masyarakat. Kemajuan teknologi informasi, terutama dengan kehadiran internet, telah menciptakan apa yang dikenal sebagai “networked society,” yaitu masyarakat yang ditandai oleh desentralisasi dan variasi dalam akses informasi.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, platform-platform online seperti Wattpad, Gravity Tales, dan Web Fiction Guide muncul sebagai ruang baru yang mendukung interaksi antara penulis dan pembaca, serta menawarkan peluang luas bagi individu dari berbagai latar belakang untuk mengekspresikan diri. Transformasi ini membawa berbagai tantangan dan peluang yang harus dihadapi oleh dunia sastra kontemporer.
Wattpad, sebagai salah satu platform penulisan yang paling populer, memungkinkan penulis dan pembaca untuk berkomunikasi secara asinkron. Data terbaru menunjukkan bahwa hingga Desember 2023, Wattpad memiliki lebih dari 70 juta pengguna aktif setiap bulan, dengan lebih dari 565 juta cerita asli yang diunggah. Angka ini menunjukkan bagaimana platform ini telah menjadi tempat bagi penulis dari berbagai latar untuk membagikan karya mereka dan menjangkau audiens yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Salah satu aspek menarik dari fenomena ini adalah keterlibatan penulis perempuan dari latar belakang pesantren. Mereka memanfaatkan Wattpad untuk mengekspresikan diri, berbagi pengalaman, dan memperkenalkan karya mereka kepada publik. Ini merupakan langkah penting dalam memberikan suara kepada kelompok yang sebelumnya mungkin terpinggirkan dalam dunia sastra tradisional.
Namun, meskipun digitalisasi memberikan banyak peluang, ada risiko yang perlu diwaspadai dalam dunia sastra digital. Isu kepemilikan dan plagiarisme menjadi tantangan yang signifikan. Ketika karya-karya dipublikasikan di platform terbuka, batas antara orisinalitas dan peniruan semakin sulit dikenali. Selain itu, munculnya hubungan patron-client antara penulis dan pengelola platform juga menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang sebenarnya memiliki karya dan mendapatkan keuntungan dari karya tersebut.
Tantangan-tantangan ini tidak bisa diabaikan, tetapi juga menunjukkan bahwa digitalisasi membawa angin segar dalam perkembangan sastra di Indonesia. Meskipun ada risiko, kehadiran platform-platform ini memberikan ruang bagi penulis untuk berinovasi dan bereksperimen dengan berbagai bentuk dan genre, sesuatu yang mungkin sulit dilakukan dalam format cetak tradisional.
ADVERTISEMENT
Kita juga perlu mempertimbangkan kembali arti profesionalisme dalam penulisan di era digital ini. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan menjadi penulis di zaman ini? Dapatkah seseorang yang mengunggah cerita di Wattpad dianggap sebagai penulis profesional meskipun tidak memiliki penerbit resmi? Pertanyaan-pertanyaan ini mendorong kita untuk mendefinisikan kembali standar dan kriteria dalam dunia sastra yang terus berubah.
Dengan demikian, kita berada di persimpangan antara tradisi dan inovasi. Digitalisasi telah merevolusi cara kita memproduksi, mengkonsumsi, dan menghargai karya sastra. Ini adalah kesempatan yang tidak boleh kita abaikan, sekaligus tantangan yang harus kita hadapi dengan bijaksana. Seperti yang terlihat dalam perkembangan platform penulisan online, dunia sastra kini semakin terbuka, tetapi kita juga perlu bersikap kritis terhadap dinamika yang menyertainya. Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan bahwa sastra Indonesia tetap berkembang, relevan, dan inklusif di era digital.
ADVERTISEMENT