Konten dari Pengguna

Potret Berita KS di Media Massa: Pemberitaan Sepihak, Informasi Tidak Ideal

Fira Nursaifah
Public Policy and Management (Gadjah Mada University)
10 Februari 2024 17:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fira Nursaifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi "Respon Publik Secara Sosial terhadap Pemberitaan KS di Media Massa"/Kredit Foto: Penulis (Fira Nursaifah)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi "Respon Publik Secara Sosial terhadap Pemberitaan KS di Media Massa"/Kredit Foto: Penulis (Fira Nursaifah)

Pemberitaan Kasus Kekerasan Seksual Belum Menunjukkan Ruang Aman Bagi Korban, Penyajian Berita Perlu Memperhatikan Perspektif Gender

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kekerasan seksual merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang merampas hak seseorang baik secara fisik maupun psikis, merendahkan martabat, hingga menyebabkan penurunan kualitas hidup dalam lingkungan sosial. Kekerasan seksual banyak dialami oleh anak kecil dan perempuan yang secara tidak langsung menunjukkan kondisi darurat gender based violence (kekerasan berbasis gender) yang marak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tercatat sebanyak 26.161 korban kekerasan seksual yang dialami perempuan selama kurun 2023 lalu (kemenppa, 2023). Hal ini membuat perempuan menjadi objek yang sangat dirugikan walaupun sudah banyak komunitas dan ruang penggerak yang cepat tanggap akan isu kekerasan seksual.
Disamping itu, upaya menghidupkan ruang aman bagi anak dan perempuan di Indonesia belum sesuai dengan penyajian informasi oleh media massa Indonesia. Berdasarkan riset yang dilakukan Komnas Perempuan 2016, ditemukan pelanggaran penyampuran fakta dan opini sebanyak 38%, disusul dengan penyebutan identitas korban sebanyak 31%, serta pemakaian bahasa yang tidak ramah sebanyak 29%.

Penyajian Berita yang Kurang Sesuai Etika

Pemberitaan kasus kekerasan seksual meningkat, namun tidak dibarengi dengan cara penyajian yang ideal. Salah satu mahasiswa Fisipol UGM yang diwawancarai penulis pada 7 Januari 2024 menyebutkan akan kekhawatirannya akan pengaruh media massa terhadap korban. “Melihat portrait pemberitaan di Indonesia terkait dengan kasus kekerasan seksual, sejauh pengamatan saya masih memprihatinkan.
ADVERTISEMENT
Di mana seringkali portrait kekerasan seksual masih diwarnai dengan istilah-istilah yang memframing bahwa korban merupakan pihak yang "lemah". Sebagai contoh saya melihat adanya budaya paternalis yang sangat melekat pada penyajian highlight atau judul berita terkait kekerasan seksual. Sebagai contoh yang pernah saya temui ada kalimat seperti ini seorang pria "menggagahi" seorang wanita dalam konteks tindakan seksual tanpa consent.
Istilah menggagahi tersebut menunjukkan adanya pengakuan kekuasaan pria atas tubuh wanita yang tidak seharusnya tindakan kekerasan seksual disajikan sedemikian rupa. Saya rasa itu menjadi tugas media di Indonesia untuk menyajikan pemberitaan terutama dalam bidang kekerasan seksual yang tidak mengarah pada istilah-istilah yang berpotensi pada pemberian glorifikasi pada tindakan yang dilakukan oleh para pelaku kekerasan seksual”.
ADVERTISEMENT
Berita-berita tersebut tidak berhenti sampai disitu saja karena seringkali menjadi referensi dan secara berkala berkembang kemudian diolah sedemikian rupa untuk menghasilkan berita yang berbeda. Diantaranya seperti menampilkan gambar, mendeskripsikan korban dan pelaku secara jelas, serta penarikan kesimpulan yang belum tentu benar.

Perlu Peningkatan Kode Etik

Media massa perlu berbenah kembali. Citra berita yang disajikan cenderung masih memberitakan kronologi yang menyudutkan korban. Hal ini berdampak pada konsumsi informasi yang diterima masyarakat. Isi berita seperti yang ditemukan penulis misalnya seperti media merdeka.com, tribunnews, dan okenews lebih menyoroti akan detail kejadian kekerasan seksual itu terjadi dari pada pembelaan pada korban.
Tidak sedikit media massa Indonesia yang mengejar kuantitas dan penerbitan berita dibanding bagaimana informasi tersebut diterima dan diartikan oleh khalayak. Walaupun masih mengandung unsur pro dan kontra, perlu diingat bahwa persetujuan korban dan keluarga adalah yang utama dalam penyebaran informasi. Oleh karenanya, penting mengutamakan etika sebelum mengajukan sebuah pertanyaan, menuliskan hasil temuan, dan mempublishnya pada media massa.
ADVERTISEMENT

Representasi Gender di Media

Media menjadi medium strategis dalam arus informasi. Media juga sering disebut sebagai salah satu pilar demokrasi. Kontribusi media dalam kekerasan seksual punya peran penting. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan agar lebih perspektif gender, seperti (1) Penggambaran stereotype, dimaksudkan dalam penggunaan istilah yang membedakan antara perempuan dan laki-laki.
(2) Objektifikasi dan seksualitas, dalam hal ini korban masih digambarkan pada penekanan penampilan fisik. (3) Literasi media, menjelaskan pentingnya pemahaman keberagaman, menantang stereotype, dan penggambaran yang sesuai agar tidak bias gender.