Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bias Gender dalam Kekerasan Berbasis Gender Online
13 November 2023 21:18 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Alfira Prashanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kekerasan berbasis gender online bukan merupakan hal baru bagi para warganet atau yang kerap disebut dengan netizen. Kekerasan berbasis gender sendiri diartikan sebagai sebuah tindakan pelecehan bahkan kekerasan yang ditargetkan pada gender tertentu oleh warganet (netizen) yang dapat berasal dari kedua gender, baik laki-laki maupun perempuan.
ADVERTISEMENT
Pelecehan yang dilakukan secara online, walaupun hanya sebatas komentar maupun membuat video stitch konten Tiktok dengan memberikan bahasa tubuh atau reaksi nonverbal yang berbau melecehkan, sudah dapat dikategorikan sebagai kekerasan berbasis gender online.
Sebagian orang beranggapan bahwa kekerasan berbasis gender online (KBGO) hanya akan dialami oleh perempuan. Pada kenyataannya, laki-laki juga sering menjadi objek dan korban dari KBGO tersebut. Sayangnya, karena stereotip tertentu yang melekat pada gender, banyak laki-laki yang memilih untuk tidak speak-up terkait pengalaman buruk yang dialaminya karena khawatir atas tanggapan di lingkungan sekitarnya.
Contohnya kekhawatiran ini dapat berupa rasa takut perasaannya tidak divalidasi karena dia seorang lelaki, takut menanggung malu, dan juga takut dengan anggapan seharusnya lelaki itu punya cukup kekuatan untuk tidak dilecehkan. Bahkan, di beberapa media pun terdapat bias gender dalam pemberitaan KBGO dengan korban laki-laki.
ADVERTISEMENT
Contoh kasus terbaru adalah pelecehan online yang dialami oleh Nisa, pembawa acara kanal Kinderflix di Youtube. Perempuan yang kerap disapa Kak Nisa tersebut mendapat banyak komentar tidak sopan yang melecehkan dirinya dalam video-video yang diunggahnya.
Padahal, video-video Kak Nisa di kanal Kinderflix sama sekali tidak memuat konten tidak senonoh. Dalam Kinderflix, Kak Nisa membuat video-video edukasi untuk anak-anak khususnya para balita, sehingga sangat tidak pantas dan tidak adil baginya jika ia dihujani komentar bernada pelecehan seperti itu.
Tidak hanya perempuan, tak jarang banyak tiktokers laki-laki yang mendapatkan pelecehan secara online, baik dengan komentar yang membahas bentuk tubuh hingga respons berupa stitch video yang menampilkan wajah berekspresi menggoda yang tentu sangat tidak sopan.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, terdapat beberapa hal yang masih menjadi permasalahan serius dalam berbagai kasus pelecehan sebagai bagian dari KBGO, yaitu adanya bias gender dalam respons terhadap pelecehan yang dihadapi korban, biasanya, jika yang dilecehkan adalah perempuan, netizen akan beranggapan bahwa dia memang layak dilecehkan karena salahnya sendiri, seperti menggunakan pakaian yang cukup “mengundang”.
Tetapi, jika korbannya laki-laki netizen kerap tidak memvalidasi atas hal yang telah dialami korban, dan laki-laki dituntut harus kuat dan tidak boleh terpengaruh psikologisnya setelah mengalami hal tersebut. Tidak hanya itu, pelecehan yang terjadi di dunia maya sering kali tidak dianggap sebagai suatu hal yang serius, karena bentuk pelecehannya sebatas kata-kata, bukan kekerasan secara fisik.
Tidak hanya itu, KBGO sebagai salah satu bentuk kejahatan dunia maya (cyber crime) juga masih menemui hambatan yang tak kunjung usai, yaitu karena pelaku KBGO dapat berupa sosok anonim, sehingga cukup sulit untuk mengetahui siapa pelakunya.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan dari kekerasan berbasis gender online bisa sangat luas bagi korbannya. Korban pelecehan dapat mengalami gangguan psikologis seperti depresi dan trauma mendalam, mengisolasi dirinya dari dunia luar karena merasa malu, kehilangan kepercayaan diri, bahkan dapat membuat korban menjadi skeptis terhadap interaksi online dan dapat memengaruhi cara mereka memandang lingkungan online secara keseluruhan.
Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mencegah adanya kekerasan berbasis gender online, seperti dengan membuat UU ITE pasal 26 ayat 1 yang mengatur tentang pelecehan seksual melalui media sosial dan pelanggaran atas perlindungan data pribadi. Selain itu Menteri PPPA juga mendorong literasi digital untuk mencegah KBGO di masa pandemi dulu.
ADVERTISEMENT
Selain upaya yang sudah dilakukan pemerintah, terdapat beberapa upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah KBGO semakin marak dan meluas. Kita bisa membuat pelaku jera dengan membuat daftar hitam pelaku KBGO dan menyebarkannya di media sosial. Seperti yang sudah sering dilakukan di Twitter sebagai peringatan terhadap netizen lain agar lebih berhati-hati dan tidak menjadi korban selanjutnya. Platform online pelaporan tindakan KBGO secara anonim seperti HeartMob juga perlu ditambah, karena dalam platform tersebut korban juga mendapatkan dukungan dari orang lain serta bisa berpartisipasi dalam melawan pelecehan dan kekerasan di internet.
Maka dari itu, perlu untuk menyadari pentingnya membantu mengampanyekan mengenai kesadaran tentang KBGO, sehingga pelakunya tidak bertambah. Akan tetapi, sebelumnya diperlukan juga tindakan untuk mendidik diri sendiri tentang isu-isu kesetaraan gender agar bias gender dalam KBGO tidak lagi menjadi “pekerjaan rumah” yang tak kunjung terselesaikan. Kita juga dapat memberi dukungan kepada para korban, setidaknya secara online.
ADVERTISEMENT