Konten dari Pengguna

Toxic Productivity: Haruskah Kita Terus Memaksa Diri untuk Selalu Sibuk?

Firda Puspita
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28 Desember 2024 18:40 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firda Puspita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Aku merasa aku selalu harus sibuk, terus bekerja, bahkan di akhir pekan. Kalau ada waktu luang, aku merasa cemas, seperti ada yang salah kalau aku nggak produktif” siapa nih yang suka punya pikiran seperti ini juga? Keinginan untuk selalu produktif, untuk terus bergerak tanpa henti menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun, di balik dorongan untuk terus maju, ada bahaya yang mengintai yaitu Toxic Productivity.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan menjelaskan apa itu toxic productivity, bagaimana kita bisa membebaskan diri dari dampak buruknya, dan bagaimana langkah praktis untuk mencapai keseimbangan antara kerja dan istirahat, agar kita bisa tetap produktif tanpa harus mengorbankan kesejahteraan pribadi.
Ilustrasi seorang wanita yang tampak stres dan kelelahan akibat toxic productivity. Photo by https://www.freepik.com/free-photo/brunette-woman-sitting-desk-surrounded-with-gadgets-papers_13556711.htm#fromView=search&page=1&position=33&uuid=ec6b698d-cc49-4425-bdde-0cddc3821baf&new_detail=true
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang wanita yang tampak stres dan kelelahan akibat toxic productivity. Photo by https://www.freepik.com/free-photo/brunette-woman-sitting-desk-surrounded-with-gadgets-papers_13556711.htm#fromView=search&page=1&position=33&uuid=ec6b698d-cc49-4425-bdde-0cddc3821baf&new_detail=true
Mengenal apa itu Toxic Productivity?
Menurut Adriana Amalia seorang psikolog klinis dalam video youtube yang berjudul “Burnout Karena Terlalu Produktif?” dijelaskan bahwa toxic productivity adalah dorongan dan keinginan untuk selalu merasa produktif tanpa henti di setiap waktu dan dengan segala cara. Dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora adjiwibowo.et.al juga menjelaskan bahwa Toxic productivity ini menyebabkan kelelahan fisik dan mental, stres berlebihan, kecemasan, memunculkan perasaan bersalah apabila tidak melakukan suatu kegiatan yang berguna, dan pada tingkatan level ekstrem dapat mengarah pada kejadian demotivasi, burnout syndrome dan bahkan penurunan prestasi akademik. Menurut sebuah studi oleh Deloitte, 77 % orang pernah mengalami burnout dalam melakukan pekerjaannya dan 42% meninggalkan pekerjaannya karena faktor kelelahan.
Ilustrasi seorang wanita yang kehilangan semangat dan motivasi akibat toxic productivity. Photo by: https://www.freepik.com/free-photo/sad-businesswoman-holding-blank-notepad_11905078.htm#fromView=search&page=1&position=29&uuid=22fee662-f25f-4b3c-a4fa-331bc0dd606c&new_detail=true
Memahami dampak buruk Toxic Productivity pada diri kita:
ADVERTISEMENT
Dalam buku Toxic management: How to discover, prevent, and cure toxic productivity, Josip menyebutkan beberapa dampak buruk dari toxic productivity, di antaranya :
1. Kelelahan dan burnout akibat tekanan untuk terus bekerja tanpa henti.
Terus bekerja tanpa henti menyebabkan kelelahan fisik dan mental yang intens. Tidak ada waktu untuk beristirahat dapat memperburuk kondisi ini, yang berujung pada burnout. Burnout memengaruhi kinerja dan dapat mengurangi energi serta motivasi dalam jangka panjang.
2. Penurunan kesejahteraan mental, seperti kecemasan dan stres.
Tekanan untuk selalu produktif dapat memicu stres dan kecemasan. Terus-menerus merasa tidak cukup produktif meningkatkan rasa tidak aman. Ini juga dapat menyebabkan perasaan cemas atau depresi yang lebih dalam.
3. Pengurangan kreativitas dan motivasi dalam bekerja.
ADVERTISEMENT
Bekerja secara berlebihan mengurangi kesempatan untuk berpikir kreatif. Ketika tubuh dan pikiran kelelahan, inovasi menjadi lebih sulit dicapai. Motivasi pun akan menurun seiring berjalannya waktu, menyebabkan penurunan hasil kerja.
4. Masalah kesehatan fisik karena kurangnya waktu untuk istirahat dan perawatan diri.
Kurangnya istirahat memengaruhi kesehatan tubuh, seperti masalah tidur dan sakit kepala. Stres yang berkepanjangan juga bisa berdampak pada jantung dan sistem imun. Tanpa perhatian pada kesehatan fisik, kualitas hidup juga menurun.
5. Penurunan kualitas hubungan sosial karena terlalu fokus pada pekerjaan.
Fokus yang berlebihan pada pekerjaan mengurangi waktu untuk keluarga dan teman. Hal ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan hubungan yang renggang. Terkadang, individu yang terlalu sibuk bekerja merasa kesulitan untuk menjaga hubungan yang sehat.
ADVERTISEMENT
6. Produktivitas jangka panjang yang berkurang, meskipun bekerja lebih keras.
Meskipun bekerja lebih keras, produktivitas jangka panjang seringkali menurun. Kelelahan fisik dan mental akan mengurangi efisiensi dalam pekerjaan. Akhirnya, meskipun tampaknya lebih produktif, hasil akhirnya bisa jauh lebih buruk.
Langkah Praktis untuk mengatasi Toxic Productivity:
Ilustrasi seorang wanita yang sedang menikmati waktu senggangnya untuk berolahraga. Photo by : https://pixabay.com/illustrations/yoga-meditation-fitness-lake-dock-8843808/
Dalam buku yang sama, Josip juga menjelaskan Langkah Langkah praktis untuk mengatasi toxic productivity, beberapa diantaranya yaitu :
1. Menetapkan batasan waktu
Menentukan waktu tertentu untuk bekerja dan beristirahat membantu menjaga keseimbangan hidup. Hal ini mencegah terjadinya kerja berlebihan yang berisiko menyebabkan kelelahan. Dengan menetapkan batas, kita dapat menjaga produktivitas tanpa mengorbankan kesehatan.
2. Menerapkan teknik manajemen stress
Teknik seperti meditasi, olahraga, atau pernapasan dalam dapat membantu mengurangi stres. Aktivitas ini memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk pulih. Rutin mengelola stres mencegah penurunan kesehatan mental akibat beban pekerjaan.
ADVERTISEMENT
3. Mengutamakan kualitas, bukan kuantitas
Fokus pada hasil yang berkualitas lebih efektif daripada mencoba melakukan banyak hal sekaligus. Pekerjaan yang dilakukan dengan perhatian lebih cenderung menghasilkan hasil yang lebih baik. Ini membantu mengurangi rasa tertekan karena target yang tidak realistis.
4. Menciptakan ruang untuk kegiatan pribadi
Mengalokasikan waktu untuk hobi dan aktivitas sosial penting untuk menjaga kesejahteraan emosional. Waktu pribadi memberi kesempatan untuk bersantai dan mengurangi ketegangan akibat pekerjaan. Kegiatan ini juga memperkuat hubungan dengan orang-orang terdekat.
5. Mengenali tanda-tanda Burnout
Penting untuk mengenali gejala burnout, seperti kelelahan ekstrem dan motivasi yang menurun. Ketika tanda-tanda tersebut muncul, segera ambil langkah untuk beristirahat dan mencari dukungan. Mengabaikan gejala ini dapat memperburuk kondisi mental dan fisik.
ADVERTISEMENT
Toxic productivity seringkali merusak keseimbangan hidup kita, menyebabkan kelelahan dan stres yang berlebihan. Penting bagi kita untuk mulai menetapkan batasan, fokus pada kualitas pekerjaan, dan memberi waktu untuk istirahat serta perawatan diri. Jangan biarkan tekanan untuk selalu produktif mengorbankan kesehatan mental dan fisik Anda. Ayo mulai bekerja dengan cara yang lebih sehat, utamakan kesejahteraan kita agar produktivitas tetap berjalan efektif tanpa merugikan diri sendiri. Sayangi dirimu yaa!
Referensi
ADVERTISEMENT