Konten dari Pengguna

Pink Tax, Perempuan, dan Diskriminasi Gender

Firdiany Melisa Eddy
Mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Gizi
11 Mei 2023 16:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firdiany Melisa Eddy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pink tax. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pink tax. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Perempuan dicap lebih boros dibandingkan laki-laki. Stigma ini muncul lantaran produk-produk untuk perempuan lebih sulit diproduksi dibandingkan produk untuk laki-laki. Hal ini juga memunculkan anggapan bahwa laki-laki lebih low maintenance dibandingkan perempuan. Namun faktanya, banyak produk seperti alat cukur, pakaian, bahkan mainan anak-anak perempuan memiliki harga yang lebih tinggi. Fenomena ini disebut pink tax.
ADVERTISEMENT
Walaupun disebut pajak pink, fenomena tersebut bukan biaya pajak benar-benar. Pink tax lebih mengarah pada taktik pemasaran yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang menjual produk perempuan yang lebih 'feminin'. Sebagai contoh, produk perempuan lebih 'cantik' dibandingkan produk lelaki yang terkesan lebih maskulin. Biasanya perbedaan yang paling signifikan pada produk adalah warna merah muda identik dengan produk perempuan. Padahal kalau dicermati, perbedaan kedua produk sebenarnya sangat minor.
Perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan produk-produk ini dapat berargumen bahwa perbedaan harga mereka dapat disebabkan oleh proses pembuatan produk yang berbeda. Alasan lain adalah perempuan dan lelaki memiliki strategi pemasaran yang berbeda sehingga menghasilkan perbedaan harga ini.
Terdapat studi dari Departemen Urusan Konsumen di Kota New York (NYC) pada tahun 2015 yang menyatakan bahwa ada sekitar 106 produk pada kategori mainan dan aksesori yang memiliki perbedaan harga. Rata-rata produk untuk anak perempuan memiliki harga yang lebih tinggi sebanyak 7% dibanding produk untuk anak lelaki.
ADVERTISEMENT
Jika merujuk pada data tersebut, maka perempuan harus menanggung disparitas harga sebanyak 13%. Sedangkan, lebih banyak perempuan yang memiliki gaji yang rendah dibandingkan lelaki. Diskriminasi harga menambah lapisan lain pada kesenjangan upah yang dihadapi perempuan dan mempersulit perempuan untuk memenuhi kebutuhan.
Gender merupakan salah satu peran yang sangat signifikan dalam budaya kita tetapi hal ini dapat dikatakan perbedaan pada gender terlalu ditekankan sehingga hal ini diterapkan dan diabadikan oleh masyarakat yang menjustifikasi perlakuan yang berbeda berbasis gender. Sehingga sulit bagi kita untuk dapat mengubah budaya pink tax pada masyarakat sekarang. Namun, hal ini tidak mustahil. Agar pink tax hilang dari masyarakat kita, banyak pola pikir dan perilaku yang harus diubah sehingga terjadi kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Untuk saat ini, perempuan disarankan untuk menggunakan strategi dalam berbelanja agar dapat lebih hemat. Kita harus lebih memperhatikan perbandingan antara produk dan membandingkan harga dan kualitas barang. Selain itu, kita tidak perlu memperhatikan penanda “perempuan” atau “lelaki” pada produk seperti alat cukur yang memiliki fungsi yang sama. Kita harus lebih fokus pada kualitas yang ditawarkan.