Konten dari Pengguna

PLTS On-grid di Atap?

Firdya Nadia Silmi
Currently a last year Engineering Physics student at Gadjah Mada University. Interested in the renewable energy field.
27 Februari 2022 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firdya Nadia Silmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penerapan sistem PLTS Atap di salah satu gedung. (Sumber : Dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Penerapan sistem PLTS Atap di salah satu gedung. (Sumber : Dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Energi surya sejatinya adalah energi yang tidak ada habisnya. Kini, energinya praktis dapat dinikmati dalam kehidupan sehari-hari. Namun, energi surya tentunya tidak serta merta dapat digunakan secara langsung. Pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari harus melalui proses transformasi dengan suatu teknologi. Teknologi yang berperan dalam mengkonversi energi surya ke dalam energi listrik sebagai energi yang praktis digunakan sehari-hari adalah sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berbasis fotovoltaik. Fotovoltaik atau yang biasa kita kenal sebagai panel surya merupakan teknologi yang telah muncul sejak tahun 1941.
ADVERTISEMENT
Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terkait menipisnya energi fosil, penggunaan PLTS pun semakin banyak dilirik. Terlebih, isu transisi energi di Indonesia sendiri sedang santer terdengar. Perkembangan teknologi dan isu transisi energi yang sedang digalakkan pemerintah Indonesia membuat panel surya semakin mudah dijumpai dengan harga yang akan semakin terjangkau kedepannya.
Dari segi topologinya, sistem PLTS terbagi menjadi dua, yakni PLTS On-grid dan sistem Off-grid. Ciri khas yang ada pada PLTS Off-grid adalah tidak terhubung dengan jaringan PLN. Karena tidak terhubung dengan jaringan PLN, Off-grid umumnya menggunakan baterai sebagai komponen yang berfungsi menyimpan energi yang dihasilkan modul di siang hari, lalu memasok ke beban di malam hari atau saat mendung. Berbeda dengan On-grid, sistem PLTS yang satu ini tidak mengandalkan baterai karena terhubung dengan grid atau jaringan listrik.
ADVERTISEMENT
Dalam era peralihan energi fosil ke energi terbarukan khususnya surya, PLTS Atap menjadi pilihan yang banyak digemari masyarakat. PLTS Atap umumnya banyak diterapkan di perumahan, gedung perkantoran, kawasan industri, dan sebagainya. PLTS Atap diterapkan dengan memanfaatkan atap sebagai ruang untuk menyerap energi surya. PLTS Atap umum digunakan dengan sistem on-grid, dimana jika dipasang bersamaan dengan jaringan listrik PLN, akan mengurangi pengeluaran biaya listrik pada bangunan tersebut. Lalu sebenarnya, bagaimana sistem on-grid ini?
Sistem on-grid secara umum dibedakan menjadi dua jenis, yakni PLTS On-grid reguler dan PLTS On-grid Hybrid. Dilihat dari cara kerja, tidak ada yang membedakan antara keduanya. Keduanya juga sama-sama bekerja secara paralel dengan PLN. Perbedaan antara keduanya terletak pada penggunaan baterai sebagai cadangan energi listrik yang diterapkan pada sistem PLTS On-grid Hybrid. Penggunaan baterai tersebut ditujukan seandainya terjadi pemadaman listrik secara total, bangunan akan otomatis mengambil energi listrik dari baterai yang terintegrasi dengan sistem. Pemilihan kedua jenis sistem on-grid tersebut kembali pada tujuan dan kebutuhan dalam penggunaan sistem PLTS.
ADVERTISEMENT
Secara sederhana, sistem PLTS On-grid akan bekerja ketika menerima paparan sinar matahari yang akan diubah menjadi arus DC (searah). Dalam penggunaannya, sistem DC harus dikonversi, karena listrik yang kita gunakan sehari-hari adalah arus AC. Arus listrik kemudian dikirimkan ke inverter yang akan mengubah arus DC menjadi AC (bolak-balik). Arus listrik yang telah terkonversi menjadi arus AC kemudian dialirkan ke berbagai komponen listrik dalam sebuah bangunan.
Melihat lebih jauh lagi tentang sistem PLTS On-grid, terdapat beberapa komponen utama yang menyusun sistem ini. Komponen paling utama dari sistem ini tidak lain adalah modul fotovoltaik. Modul ini berfungsi untuk menyerap sinar matahari sebelum dikonversi menjadi energi listrik. Secara umum, panel surya yang banyak beredar di pasaran memiliki tiga jenis, yakni Monocrystalline, Polycrystalline dan Thin Film Photovoltaic. Diantara ketiganya, Monocrystalline merupakan panel yang paling efisien dan menghasilkan daya listrik per satuan luas paling tinggi.
ADVERTISEMENT
Selain modul fotovoltaik, inverter menjadi komponen kedua yang penting. Rangkaian elektronika daya ini berperan untuk mengkonversi tegangan DC (searah) ke tegangan AC (bolak-balik). Inverter dalam sistem PLTS juga berfungsi sebagai pengontrol aliran listrik agar energi listrik dari panel surya bisa diprioritaskan daripada listrik dari jaringan PLN. Berdasarkan jenisnya, inverter dibagi menjadi dua macam, yaitu Grid Inverter dan Battery Inverter. Grid Inverter dipasang sebagai penghubung antara panel surya dengan panel AC. Sedangkan Battery Inverter dipasang untuk menghubungkan panel baterai dengan panel AC.
Untuk mengukur besaran energi listrik yang disuplai PLN ke suatu bangunan, dibutuhkan suatu kWh Meter Konvensional. Namun, kWh Meter Konvensional tidak dapat menginterpretasikan produksi energi listrik dari PLTS Atap yang diekspor ke jaringan PLN. Oleh karena itu, dalam instalasi on-grid, sistem akan dilengkapi juga dengan kWh EXIM (Export-Import) yang disediakan PLN. Komponen ini dapat mengukur jumlah energi listrik yang diekspor dari PLTS Atap ke jaringan PLN dan sebaliknya. Melalui komponen ini, pengguna PLTS akan memperoleh penghematan tagihan listrik sesuai dengan nilai energi listrik yang diekspor.
ADVERTISEMENT
Dalam instalasi PLTS On-grid khususnya PLTS Atap, perlu memperhatikan beberapa faktor. Yang pertama, tentunya bangunan yang ingin diinstalasi sistem PLTS harus memiliki akses 24 jam terhadap sistem PLN. Selain itu, pastikan bangunan telah atau sedang dalam proses integrasi dengan kWh meter EXIM. Dilihat dari lokasi atap yang akan dipasang, perlu dipertimbangkan mengenai potensi iradiansi, hingga kemungkinan shading dan soiling. Faktor potensi suatu lokasi dapat dilihat melalui rata-rata iradiansi dalam setahun penuh. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan analisis terkait besarnya daya keluaran yang mungkin didapat untuk memasok listrik di suatu bangunan. Shading atau yang kita sebut dengan bayangan, umumnya disebabkan oleh keberadaan suatu objek yang terdapat di sekitar lokasi pemasangan, seperti pohon, gedung, rumah, dan sebagainya. Sedangkan, soiling dapat diartikan sebagai tumpukan partikel dalam jumlah yang cukup banyak seperti debu, tanah, bahkan kotoran burung. Penumpukan partikel atau kotoran yang banyak dapat memengaruhi performa dari panel surya karena menghalangi paparan sinar matahari secara langsung.
ADVERTISEMENT