news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

John Mayer, The Last Guitar Heroes yang Kesepian

Konten dari Pengguna
9 April 2019 21:38 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firdza Radiany tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penyanyi asal Amerika Serikat, John Mayer, menghibur penggemarnya dalam konser John Mayer Asia Tour 2019 di ICE BSD, Jumat (5/4). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyanyi asal Amerika Serikat, John Mayer, menghibur penggemarnya dalam konser John Mayer Asia Tour 2019 di ICE BSD, Jumat (5/4). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Industri gitar listrik sedang berada di titik nadir. Mungkin John Mayer, laki-laki bermulut besar yang pernah sesumbar bahwa buah zakarnya adalah lambang supremasi kaum kulit putih, adalah satu-satunya harapan terakhir--The Last Guitar Heroes--untuk menyelamatkan industri gitar listrik dari gempuran musik DJ, R&B, dan Folk/Indie.
ADVERTISEMENT
---
12 tahun lalu, tepatnya tahun 2007, majalah Rolling Stone memberi gelar New Guitar Gods kepada kepada John Frusciante, John Mayer, hingga Derek Trucks.
Para 'dewa' gitar baru ini adalah pewaris Jimie Hendrix, Eric Clapton, Allman, juga Page. Tak heran, sebab mereka memang punya skill yang membuat mereka layak 'disembah' layaknya dewa.
Pada tahun 2017, Fender dan Gibson, dua perusahaan gitar listrik terbesar dunia, mulai sesak napas karena penjualan gitar yang terus merosot.
Tahun 2018, Gibson, perusahaan yang gitarnya dipakai oleh Page, Angus Young, Slash, dan ratusan ribu gitaris lain, menyatakan diri bangkrut. Utang Gibson mencapai USD 100 juta.
Apa yang sekarang terjadi di industri gitar listrik ini semacam "over supply but minim demand". Tak banyak lagi yang mengandalkan gitar listrik sebagai alat musik utama. Gitar masih menjadi salah satu alat musik utama, tetapi bukan menjadi primadona lagi.
ADVERTISEMENT
Apalagi, kini sedang menjamur aliran musik Folk dan Indie yang lebih mengedepankan gitar akustik dan ukulele. Bisnis gitar listrik sudah tak lagi sustainable, tak berkesinambungan.
Konon, yang kita butuhkan sekarang itu adalah guitar heroes.
Anak-anak millennials tidak menggangap gitar listrik sebagai alat sakti untuk terlihat keren. Anak-anak millennials sekarang sibuk mengagumi musik berjenis Marshmallow ataupun Chainsmokers. Coldplay juga mungkin menjadi band papan atas. Namun, tidak ada sosok 'Dewa Gitar' di dalamnya.
Harapan dunia ada pada tiga lelaki, yaitu John Mayer, Dave Grohl (dengan Foo Fighters), dan Ed Sheeran.
Ed Sheeran? Jangan berharap padanya. Sebab, pada dasarnya, Ed Sheeran seperti melakukan rap dengan backsound gitar akustik dengan tempo cepat dan sound effect modern.
ADVERTISEMENT
Dave Grohl? Dave, pada dasarnya, adalah seorang penggebuk drum yang menjadi vokalis band rock, bukan tipe guitar heroes.
Ada banyak pertentangan mengenai pergeseran kualitas dan jenis musik para 'Dewa Gitar' ini, dibanding para 'Dewa Gitar' di era 70-an hingga 80-an.
Tapi mau tidak mau, dunia gitar listik berharap pada John Mayer, the last guitar heroes yang selalu kesepian di umurnya yang ke-40 tahun.
--
John Mayer sendiri memulai menyukai musik setelah menyaksikan tokoh fiksi Marty McFly memainkan musik Rock & Roll di film Back To The Future. Namun, cinta sejati Mayer adalah musik Blues, sejak dia mendengarkan kaset Steve Ray Vaughan.
Sejak itu, Mayer berkembang menjadi salah satu musisi yang diperhitungkan. Dimulai dari album Room For Squares (2001), Mayer langsung memenangi Grammy Award 2003 untuk Best Vocal Male.
ADVERTISEMENT
Album kedua, Heavier Things, yang tampak lebih berbunyi sebagai musik dengan band, berhasil mencuri perhatian puncak Billboard. Mayer menaiki puncak gunung pertamanya melalui kemenangannya di Grammy Award 2005 melalui lagu 'Daughter', mengalahkan Alicia Keys dengan 'If Ain't Got You'.
Pada dua album pertama, kita akan melihat seorang John Mayer yang bahagia dan optimis. Namun, Mayer tidak ingin musiknya stuck seperti musik Jack Johnson. Dia butuh berkembang.
Album terbaik Mayer adalah album ketiganya, Continuum (2007), meraih lima nominasi Grammy Award 2007 dan memenangi salah satu kategorinya. Mayer menyuarakan kegelisahannya melihat dunia yang tidak semakin baik. Musik Mayer semakin dewasa. Jiwa Blues Mayer semakin terlihat.
Di album ini, Mayer terlihat mulai berani menceritakan juga tentang kesendiriannya dan kesepian melalui lagu-lagu, seperti 'In Repair', 'Gravity, 'The Heart of Life', dan 'Stop This Train'. Di album Continuum, Mayer meng-cover salah satu lagu idolanya, yaitu Jimie Hendrix, yang berjudul 'Bold as Love'.
ADVERTISEMENT
Secara terpisah, Mayer juga membentuk trio bersama Pino Palladino dan Steve Jordan. Di sinilah juga, Mayer mulai konsisten mengeluarkan melodi-melodi dahsyat dengan gitarnya, meninggalkan musik pada awal kariernya.
Pada tahun 2007 juga, John Mayer termasuk dalam 100 Most Influential People of 2007 versi majalah Time.
Album Battle Studies adalah album di mana John Mayer mulai semakin gelap. Mayer mulai mencoba eksperimen dengan memasukkan sound yang tidak biasa dia lakukan di album sebelumnya. Mayer juga mulai transisi menuju musik country, yang secara samar-samar mulai terlihat.
Mayer sendiri bilang bahwa ini bukan album terbaiknya, yang terbaik adalah Continuum katanya. Mayer sadar itu tapi tidak perduli. Di album ini, Mayer meng-cover lagi lagu idolanya yang lain, Bruce Springsteen, yang berjudul 'I’m On Fire'.
ADVERTISEMENT
Lagu terdepresi darinya ada di album ini adalah 'Edge of Desire'. Mayer merasa hidupnya penuh dengan kebodohan-kebodohan masa muda dan penuh dengan pelarian.
John Mayer, entah sejak kapan, mulai muncul di halaman majalah gosip dan saluran gosip selebritas. Ia kerap muncul di headline karena bergonta-ganti pasangan.
Situasi Mayer semakin buruk, untuk dirinya dan untuk citranya di depan publik, setelah melakukan wawancara kontroversial dengan Rolling Stone & Playboy pada 2010. Mayer si stupid mouth menyebutkan bahwa dia tidak sudi berkencan dengan wanita berkulit hitam karena buah zakarnya adalah lambang supremasi kulit putih.
ADVERTISEMENT
Mayer juga gegabah dengan menceritakan detail kehidupan seksualnya dengan Jennifer Aniston dan Jessica Simpson. Wow, John!
Seakan ditegur oleh alam semesta untuk diam dan beristirahat, pada tahun 2011, Mayer harus menjalankan operasi penyakit granuloma di pita suaranya.
John Mayer, si pria bermulut besar ini, harus melakukan beberapa hal favoritnya selain bernafas, yaitu puasa tidak bicara dan tidak minum bir/alkohol.
Di kesendirian dan kekelamannya, John Mayer menyepi dari dunia gemerlap.
Mayer memutuskan untuk hidup berpindah di kota-kota kecil di Amerika, seperti Alabama, Pennsylvania, Ohio, Bozeman dan Montana. Mayer seperti mencari sesuatu yang hilang. Mayer mencoba kembali ke bumi.
Mayer berujar bahwa dengan hidup di kota kecil, dia bisa lebih banyak memperhatikan melalui penglihatan, mendengar melalui pendengaran, dan diam tidak menggunakan mulutnya.
ADVERTISEMENT
Alhasil, album Born and Raise (2012) dan Paradise Valley (2014) tidak terlihat seperti musik John Mayer. Album-album tersebut lebih terlihat seperti album musikus Texas yang tua dengan musik country-nya. Yang masih agak terdengar ke-John Mayer-an adalah lagu 'Dear Marie' dan 'Love is a Verb'.
Namun menurut Mayer, album-album inilah yang paling tenang, damai dan jujur. Album-album ini seperti perpisahan John Mayer dengan kehidupan kelamnya. Mayer mempresentasikannya juga dengan gaya rambut gondrong, menggunakan topi koboi, dan jubah semi suku Indian di setiap video klip dan konsernya pada kala itu. John Mayer sudah siap mengisi baterai dan siap kembali ke rumahnya, Hollywood.
Pada album Paradies Valley, Mayer sempat berduet dengan kekasihnya, Katy Perry, dalam lagu berjudul 'Who You Love'. Mayer tampak sangat bahagia dengan Katy Perry sepertinya. Semua tampak indah sejak dia kembali ke 'kota besar' dari pengasingannya.
ADVERTISEMENT
Hal yang tidak disiapkan adalah kenyataan bahwa Katy Perry meninggalkannya. Mayer tampak kembali kacau.
Album The Search of Everything (2017) adalah album John Mayer mengenai Katy Perry. Mayer menunjukkan dengan sangat gamblang bahwa dia belum bisa move on dari Katy Perry. Ada memori-memori indah dengan Katy Perry yang dituangkan oleh Mayer. Ada juga lagu yang menunjukkan bahwa Mayer masih menyimpan shampoo Katy Perry. Katy Perry sepertinya benar-benar sudah tinggal di hati John Mayer.
Dari sisi musik, album The Search of Everything sendiri tampak semakin dewasa, less country dan lebih groovy. Mayer juga bereksperimen memainkan alat musik piano.
John Mayer memiliki kisah panjang tentang patah hati. Ada banyak lagu ciptaannya yang meroket berkat momen-momen patah hati. Setidaknya, patah hati menjadikannya seorang musisi jenius, miliarder, dan menyandang 'Dewa Gitar' baru.
ADVERTISEMENT
John Mayer sendiri sekarang tampak tenang dengan menyalurkan hobinya utamanya yaitu banyak bicara dan bertingkah konyol melalui aktivitas akun Instagram miliknya, sembari menikmati hidupnya. Lagu iseng terakhirnya berjudul 'New Light' menjelaskannya.
--
Kisah John Mayer seperti mirip dengan gitar listrik.
Mayer mengungkapkan pada lirik terakhir pada lagunya 'Edge of Desire'.
“There I just said it, I'm scared you'll forget about me.”
John Mayer seperti menyuarakan suara hatinya mewakili perasaan para gitar listrik.
Tolong jangan lupakan aku.
--
Oleh @firdzaradiany