Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Konten dari Pengguna
Potret Perawat Generasi Awal dan Perawat di Era New Normal Pandemi Covid-19
5 Juni 2020 10:42 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Firman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal wacana new normal atau normal baru, menjadi pro-kontra di berbagai elemen bangsa, bagi mereka yang menolak, mereka merasa pesimis dengan kondisi sekarang, sebab belum lama pemerintah menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Social Berskala Besar) sebagai langkah, untuk memutus penularan Covid-19 melalui kontak fisik maupun droplet, namun dalam praktiknya PSBB belum juga berhasil, alih-alih dapat menekan angka penularan melandai, justru semakin hari jumlah pasien positif covid-19 semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
Namun bagi mereka yang setuju, menerapkan normal baru atau tatanan pola hidup baru, mereka percaya bahwa dalam menghadapi pandemi ini tidak harus membuat terhambatnya laju produktivitas masyarakat, karena harus bekerja dari rumah, namun tidak semua profesi bisa melakukannya, buruh misalkan, sehingga di beberapa perusahaan, industri terjadi PHK dimana-mana, sumber data yang disampaikan pertanggal (2/6/2020), oleh Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, sebanyak 3,05 juta orang di Indonesia terdampak PHK dan dirumahkan.
Dampak lain yang bisa kita amati adalah masalah penanganan pasien Covid-19, seiring perkembangan jumlah pasien covid terus meningkat, dan dihadapkan pada keterbatasan fasilitas ruangan di Rumah Sakit, seperti; ruangan, APD dan kekurangan jumlah tenaga kesehatan, khususnya perawat untuk menangani pasien covid-19, angka ratio pasien dengan perawat menjadi tidak balance, menyebabkan kelelahan luar biasa, hingga menyebabkan gugurnya beberapa tenaga kesehatan, akibat terinfeksi virus corona oleh pasien yang dirawat.
ADVERTISEMENT
Eksistensi dan peran perawat dalam situasi saat ini sangat dibutuhkan, saat yang lain sudah menyerah, hingga beberapa pekan lalu munculnya hastag #IndonesiaTerserah, sebagai warning sekaligus mengisyaratkan, jangan sampai Negeri ini terjerumus ke jurang malapetaka, kondisi yang serba dilematis bagi tenaga kesehatan, melihat jumlah pasien positif terus bertambah, sementara masyarakat masih banyak yang tidak patuh dalam menerapkan Social Distancing dan aturan PSBB, pada saat yang sama kebijakan pemerintah juga sering berubah-ubah, sehingga kesan yang muncul adalah tenaga kesehatan khususnya perawat memikul beban yang sangat berat.
Walaupun demikian, lantas apakah mungkin Perawat pada akhirnya akan menyerah menjadi “Indonesia Terserah”, saya kira tidak sesederhana itu, sebab seorang Perawat dalam sumpah setianya ialah, “membaktikan hidupnya untuk kepentingan kemanusiaan”, dan itu kemudian menjadi filosofi lahirnya profesi perawat modern, dari situasi yang hampir, atau bahkan jauh lebih buruk ketimbang apa yang terjadi saat ini, saya tidak bisa memberikan ilustrasi yang sama persis bagaimana kondisinya. Namun dalam tulisan ini saya akan menguraikan sekilas, tentang bagaimana perawat modern itu lahir dan kiprahnya dalam mengemban misi kemanusiaan sejak generasi awal.
ADVERTISEMENT
Perawat Generasi Awal dan Misi Kemanusiaan
Menilik dalam buku Nursing Theory, Alligood (2014), Profesi perawat modern dibidani oleh Florence Nightingale, yang lahir pada tanggal 12 Mei 1820, di Florence Italia, dia dilahirkan di tengah keluarga yang berada, sehingga Nightingale mendapatkan pendidikan yang relatif cukup baik di masanya, dan sudah sejak kecil dia dikenal sosoknya yang riang dan penyayang. Satu hal menarik ketika Nightingale menulis tentang “Panggilan Piwa” di buku hariannya pada tahun 1837, isi tulisan itu: “Tuhan berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayaninya” (Holiday & Parker, 1997).
Asal mula panggilan yang dituangkan dalam tulisan itu baginya kurang begitu jelas dimengerti hingga beberapa saat, setelah dia mengerti maksud dari panggilan tersebut, Nightingale memahaminya sebagai panggilan untuk menjadi seorang perawat. Sehingga saat terjadi perang Krimea Inggris, dia berperan merawat tentara Inggris yang terluka, ketika itu dia berada pada situasi yang sangat krisis, dia harus mengatasi masalah lingkungan yang ada, termasuk kurangnya sanitasi, air bersih dan kontaminasi kotoran tubuh pasien, di samping itu kondisi Nightingale dihadapkan pada situasi infeksi luka pasien yang sangat parah, sehingga dia harus berjuang keras di tengah keterbatasan, untuk memperbaiki dan memulihkan kondisi yang sangat menyedihkan itu.
ADVERTISEMENT
Buah dari keberhasilan itu kemudian Nightingale disebut sebagai “The Lady of the Lamp”, yang diabadikan dalam sebuah puisi berjudul “Santa Filomena” (Longfellow, 1857). Kemudian setelah kembali ke Inggris Nightingale menerima berbagai penghargaan, dari sebagian penghargaan yang diperolehnya, dia gunakan untuk mendirikan sebuah sekolah Keperawatan yang sudah lama diimpikan, hingga sekolah tersebut didirikan di St. Thomas’ Hospital London. Sekolah Keperawatan itu menjadi tonggak yang menandai lahirnya keperawatan modern. Seiring pada perkembangannya setelah beberapa tahun berdirilah sekolah-sekolah keperawatan lainnya di berbagai dunia, sehingga Nightingale makin dikenal secara luas sebagai pendiri keperawatan modern.
Di sinilah pada awalnya Florence Nightingale memberikan pondasi sebagai dasar paradigma Keperawatan, dia menjelaskan bahwa Caring atau keperawatan adalah suatu altruistic sebagai pemberian yang tulus dan ikhlas sebagai wujud dari bangunan spiritualitas manusia dengan tuhannya, (Nursalam, 2020). Hal inilah kemudian mengilhami semangat perawat sampai pada era new normal ini, mereka dalam bekerja dan mengabdi pada Negeri untuk kepentingan kemanusiaan, maka sampai kapanpun perawat tidak akan pernah menyerah dalam situasi dan kondisi apapun.
ADVERTISEMENT
Konsistensi Perawat
Sejak dulu hingga sekarang di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, Perawat masih tetap konsisten berada di garda terdepan dalam mengemban misi kemanusiaan, merawat pasien dan menempatnya pada posisi terbaik adalah nilai yang sejak era Nightingale dijunjung dan dikedepankan, Perawat menjadi sahabat terbaik bagi mereka yang sakit, hal terpenting bagi perawat adalah ketika pasien yang dirawat bisa terpenuhi kebutuhan hidup dasarnya serta melihatnya kembali tersenyum karena terbebas dari rasa sakit, merasa aman dan dibuat senyaman mungkin.
“We work for you and you stay for us” demikianlah kalimat yang sering diucap dan dikampanyekan oleh para perawat di masa pandemi ini, maka rasanya tak berlebihan jika saya katakan, bahwa perawat memang layaknya sebuah lentera yang menyulu obor, memberi cahaya di tengah gelap dan duka yang melanda dunia. Walau beberapa pekan lalu, sebuah peristiwa stigmatisasi dan penolakan pada jenazah Perawat, sempat membuat hati terluka dan betapa sangat menyakitkan profesi Perawat, namun dengan sifat altruistic yang dimiliki seorang perawat, alih-alih berpikir untuk menyerah dan terserah, justru dibalasnya dengan kesetiaan merawat, berjibaku di Rumah Sakit, dengan mempertaruhkan dan mengorbankan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Magfuri, (2020) mengatakan “jika di Australia perawat dikenal dengan “Nurse the most veracity profession” maka sudah sepantasnya di Indonesia Profesi Perawat juga dikenal demikian, bahwa Perawat adalah profesi yang paling jujur, sebab seorang perawat setiap kali melakukan perannya sebagai Care Giver dalam Asuhan Keperawatan selalu menjunjung tinggi prinsip Veracity (kejujuran) juga Fidelity (menepati janji). Untuk itu di Negara kanguru tersebut Perawat juga diakui sebagai profesi tepercaya atau “Nurse the most trusted professional”.
Perawat di Situasi New Normal
Dalam situasi apapun, profesi Keperawatan tentu akan sangat proaktif, untuk melakukan peran sentral dalam memberi asuhan keperawatan, termasuk merawat pasien Covid-19, namun dengan akan terapkannya new normal atau normal baru artinya kita akan menghadapi situasi tatanan pola hidup baru di masa pandemi Covid-19 ini, kita semua diharuskan untuk bisa beradaptasi termasuk perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Beberapa hal yang diproyeksikan ke depan oleh Magfuri saat menjadi narasumber di acara seminar daring keperawatan, untuk direspon sebagai tantangan sekaligus peluang di antaranya: melakukan inovasi dalam pelayanan kesehatan, mempersiapkan diri secara fisik dan mental, serta meningkatkan Knowledge dan Scill.
ADVERTISEMENT
Seorang Perawat harus terampil dalam melakukan inovasi sesuai kondisi yang terjadi, kondisi krisis seperti ini menjadi tantangan bagi semua profesi, untuk mengasah kreativitas dan menemukan ide-ide baru, agar bisa keluar dari kesulitan yang sangat mungkin terjadi. Terlebih bagi Perawat yang jumlahnya relative masih sedikit, bilamana melihat kebutuhan dan ratio perawat;pasien, namun mau tidak mau Perawat harus tetap eksis, merawat pasien yang jumlah terus meningkat dari hari ke hari, tidak bisa diprediksi dengan persis, berapa jumlah pasien yang akan bertambah, untuk itu diperlukan langkah antisipatif, dalam rangka menanggulanginya.
New Normal harus disikapi secara positif, dengan mempersiapkan banyak hal termasuk paling penting adalah kesehatan fisik dan mental adalah mutlak yang harus dilakukan, di tengah situasi yang sarat ketidakpastian seperti ini, gugurnya tenaga kesehatan tidak boleh terjadi lagi, memang bukan kita yang menentukan hidup dan mati seseorang, namun dengan bekal ilmu pengetahuan, setidaknya kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pencegahan penularan Covid-19.
ADVERTISEMENT
Ke depan peran keperawatan akan sangat dibutuhkan, bahkan PPNI Pusat dalam sebuah seminar daring menggagas apa yang disebut “one village one Nurse” demikian dilakukan untuk memperluas layanan keperawatan, terlebih di daerah terpencil yang minim jumlah tenaga kesehatan, sehingga hal ini menjadi peluang bagi keperawatan untuk melakukan praktik mandiri, sehingga dapat membantu memudahkan masyarakat dalam mengakses kesehatan.
Mengutip pesan Florence Nightingale, menyebutkan bahwa "setiap 100 tahun di masa yang akan datang, akan tergambar bentuk ketulusan perawat yang sesungguhnya".