Gunung Raung: Si Bungsu yang Kembali Meraung

Firman Sauqi
Peneliti Independen Gunungapi Raung, Jawa Timur
Konten dari Pengguna
16 Maret 2021 14:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firman Sauqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Gunung Raung dari Desa Prajekan Kidul, Bondowoso
zoom-in-whitePerbesar
Foto Gunung Raung dari Desa Prajekan Kidul, Bondowoso
ADVERTISEMENT
Tahun 2020 menjadi tahun bersejarah bagi Geopark Ijen yang telah secara resmi mengirim dokumen dossier untuk pengajuan menjadi Unesco Global Geopark. Tema bentang alam gunung api sepakat diangkat untuk memperkenalkan kekayaan geologi dan keindahan kompleks kaldera paling unik di dunia, tentunya dengan ikon kawah asam dan api birunya. Di sisi lain, sesuatu yang indah kebanyakan terbentuk setelah melalui proses yang rumit, kompleks, dan bahkan berbahaya. Salah satunya adalah erupsi gunung api. Sejak pertengahan 2020 dan di awal 2021 ini, gunung api tertinggi di Kawasan Geopark Ijen yaitu Gunung Raung (3344 mdpl) mengalami erupsi. Erupsi ini merupakan yang pertama sejak 2015 dan yang pertama sejak Raung masuk ke dalam kawasan Geopark.
Komplek Gunungapi Ijen dari kiri ke kanan (G. Raung, G. Pendil, G. Rante, dan G. Merapi). Foto diambil dari Kelurahan Pakis, Banyuwangi (Dokumentasi Pribadi)
Gunung Raung merupakan salah satu gunung api strato yang tumbuh di bagian lingkar selatan bekas dinding Kaldera Ijen Tua. Gunung ini merupakan kerucut gunung api paling muda di kompleks Gunung Api Ijen. Produk vulkaniknya melampar ke utara di Bondowoso dan ke selatan di Banyuwangi dengan radius mencapai 50 km sekaligus menutupi lereng gunung api yang lebih tua seperti G. Suket, G. Pendil, dan G. Rante. Secara geomorfologi, gunung ini memiliki bentuk kerucut terpancung yang merepresentasikan keberadaan kaldera berbentuk elips (2,3 km x 1,7 km) di puncaknya. Hal inilah yang menyebabkan terdapat lebih dari satu puncak di Raung seperti Puncak Bendera (+3332) di Sumberwringin, Bondowoso dan Puncak Sejati (+3344) di Kalibaru, Banyuwangi. Aktivitas erupsi yang terjadi saat ini berasal dari kerucut baru setinggi kurang lebih 100 m yang tumbuh di dalam kalderanya.
ADVERTISEMENT
Karakter khas dari Raung adalah suara gemuruh atau dentuman yang kerap kali terdengar saat erupsi terjadi. Hal ini disebabkan akibat adanya injeksi magma ke permukaan yang menimbulkan getaran. Getaran tersebut terjadi di sepanjang dapur magma, konduit gunung api, hingga pusat erupsi di dalam kaldera. Kaldera Raung yang berbentuk melingkar tertutup sedalam 500 m, membuat getaran tersebut menggema dan suaranya dapat di dengar hingga jarak yang cukup jauh. Hal ini dapat dianalogikan seperti bentuk corong speaker yang membuat suara menggema dan jangkauannya menjadi lebih jauh. Tipe erupsi Raung pada umumnya adalah strombolian dengan karakteristik adanya semburan lava (lava fountain), ledakan kecil hingga sedang, dan kolom erupsi setinggi puluhan hingga ratusan meter. Hal ini yang membuat abu erupsi Raung kadang terlihat menyala seperti kembang api. Erupsi tipe ini biasanya terjadi pada fase awal pembentukan kubah baru seperti yang terjadi di dalam Kaldera Raung saat ini.
ADVERTISEMENT
Erupsi Gunung Raung Februari 2021 dengan kolom abu vulkanik mengarah ke timur. Foto diambil dari Desa Kembiritan, Banyuwangi (Dokumentasi Pribadi)
Bentuk dan komposisi kristal dari magma Gunung Raung dapat menunjukkan kondisi bawah permukaannya. Melalui analisis distribusi ukuran kristal dapat diketahui viskositas relatif magma Raung masih tergolong encer, sehingga diprediksi masih belum mampu menghasilkan erupsi besar. Analisis waktu penyimpanan magma dengan variasi ukuran mineral plagikolas menunjukkan bahwa magma di dapur magma Raung, pada kondisi normal, akan dikeluarkan setiap 1.2-2 tahun. Hal ini sama seperti manusia yang memiliki interval waktu tertentu untuk buang angin dan BAB, gunung api juga punya interval tertentu untuk mengeluarkan isi perutnya. Jika pada interval tertentu belum terjadi erupsi seperti saat ini yang sudah 5 tahun tidak erupsi, maka ada dua kemungkinan, bisa sekali erupsi langsung besar, atau erupsi kecil tapi lama. Berdasarkan pengamatan, kemungkinan besar erupsi di tahun ini akan terjadi dengan volume kecil, tetapi dalam rentang waktu yang cukup lama. Namun dari analisis komposisi mineral lava Gunung Raung, ditemukan indikasi pengayaan kalsium dan tekstur mineral khusus yang mengindikasikan adanya pencampuran Batu Gamping ataupun batuan gunung api yang lebih tua di bawah Raung. Hal ini dapat menyebabkan adanya proses asimilasi atau pencampuran material lain di dapur magma yang membuat gunung api bisa erupsi besar secara tiba-tiba. Analoginya seperti jika makanan yang kita santap tercampur bahan lain seperti sambal yang pedas, maka kita bisa BAB lebih cepat daripada waktunya.
ADVERTISEMENT
Aktivitas Gunung Raung yang cukup intensif setidaknya memberikan jawaban mengapa gunung-gunung lain di kawasan Geopark Ijen tidak begitu aktif bahkan lebih banyak yang menjadi gunung api dorman. Hal ini disebabkan karena magma di bawah permukaan lebih memilih naik melalui jalur yang lebih mudah, yaitu melalui gunung api yang termuda. Suplai magma menjadi dominan dan terpusat menuju Raung dan menyebabkan aktivitasnya menjadi sangat signifikan. Jika diibaratkan dalam sebuah keluarga, Raung merupakan anak bungsu yang masih perlu dipenuhi asupan nutrisinya karena masih dalam proses pertumbuhan. Jika sudah terpenuhi asupannya, maka ia akan menjadi gunung yang sangat besar dan paling tinggi di antara yang lain. Namun, si bungsu yang sedang menuju tahap dewasa ini, seringkali masih labil, ia lebih mudah menangis dan sesekali meraung seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Karakternya yang unik justru mampu menambah sisi lain dari keanekaragaman geologi di Kawasan Geopark Ijen. Aktivitas erupsinya bisa digunakan sebagai laboratorium alam studi vulkanologi aktif. Selain itu, tahapan erupsinya bisa digunakan sebagai media edukasi tentang proses pembentukan gunung api yang juga dapat menganalogikan pembentukan gunung api purba di Pantai Selatan dan erupsi besar Kaldera Ijen Tua. Hal ini sekaligus melengkapi kekayaan geologi gunung api di Geopark Ijen, mulai dari gunung api yang sudah tererosi, gunung api bawah laut, gunung api kaldera, gunung api dengan danau kawah, gunung api monogenetik, kerucut sinder, gunung api strato dorman, hingga gunung api strato aktif yang bisa secara langsung diamati erupisnya.
Erupsi gunung api kadang mengingatkan kita akan banyak hal, bukan hanya tentang kesiapan kita akan terjadinya bencana, melainkan potensi alam yang ternyata, masih banyak yang harus kita pahami.
ADVERTISEMENT
Gunung Raung, yang termuda, teraktif, dan tertinggi di Geopark Ijen
FS