Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Nyantri di Afrika Selatan
28 Oktober 2018 10:54 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari firmansyah kustiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto: Darul Uloom Azaadville (facebook DU Azaadville)
Komunitas Islam di Afrika Selatan hanya berjumlah 1,5 persen dari jumlah penduduk sebesar 54 juta jiwa (sumber: CIA world factbook). Meski minoritas namun terdapat lembaga-lembaga pendidikan Islam semacam pondok pesantren seperti di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mendengar ada pelajar/santri Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren Darul Uloom (PPDU) di Afrika Selatan membuat penulis penasaran ingin mengetahui seperti apa pondok PDU yang ada di Afrika Selatan dan santri Indonesia yang belajar di PPDU.
Terdapat enam PPDU di Afrika Selatan, namun hanya ada empat PPDU di mana terdapat santri Indonesia menimba ilmu, yaitu PPDU Zakariyya, PPDU Azaadville keduanya terletak kurang lebih 20 kilometer dari Johannesburg. Kemudian PPDU New Castle yang terletak kurang lebih 350 kilometer dari Kota Johannesburg, dan PPDU Pietermaritzburg khusus untuk tunanetra, ada satu pelajar Indonesia belajar di PPDU Pietermaritzburg yang berada kurang lebih 500 kilometer dari Kota Johannesburg.
Rata-rata PPDU yang di Afrika Selatan didirikan antara tahun 1973-1982, yang tertua yaitu Darul Uloom New Castle yang didirikan pada tahun 1973. Seluruh PPDU yang ada di Afrika Selatan beraliran Islam Sunni.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, terdapat sekitar 80 santri Indonesia di Afrika Selatan pada tahun 2015-2016, namun karena kebijakan pemerintah Afrika Selatan yang memperketat pemberian visa/izin tinggal bagi orang asing, saat ini hanya ada sekitar 40 santri Indonesia yang belajar di PPDU baik di Zakariyya, Azaadville maupun New Castle. Sebagian besar santri/pelajar yang belajar di PPDU.
Masing-masing PPDU dapat menampung 500-900 pelajar dari seluruh dunia, saat ini terdapat pelajar dari 54 negara, di antaranya, Amerika Serikat, Australia, Kenya, Turjikistan, Vietnam, Thailand, dan Malaysia dan dari beberapa daerah di Afsel. Untuk Asia Tenggara, terbanyak pelajar Malaysia.
Sebagian besar atau hampir setengahnya, pelajar PPDU mendapatkan beasiswa dari yayasan DU. Seluruh santri Indonesia yang belajar di Afrika Selatan mendapatkan fasilitas beasiswa dari Yayasan sehingga mereka tidak mengeluarkan biaya selama belajar dan mondok di PPDU dan, sementara untuk santri yang mandiri dikenakan biaya sebesar $US 2000 per tahun, Pendanaan untuk operasional PPDU lebih banyak diperoleh dari para donatur dari kalangan pengusaha, profesional muslim yang berusaha dan bekerja di Afrika Selatan maupun organisasi yang bekerja sama dengan yayasan.
ADVERTISEMENT
Jadi, tugas para santri Indonesia hanya belajar karena makanan dan cuci baju disediakan oleh yayasan. Bahkan yayasan memberikan uang saku bagi pelajar Indonesia, dengan jumlah tidak besar yang bisa dimanfaatkan untuk membeli pulsa handphone.
Darul Uloom tergolong pondok modern. Di sana, santri tinggal di asrama yang didesain cukup nyaman. Ada unit-unit asrama yang setiap unitnya terdiri atas enam kamar. Masing-masing kamar berukuran sekitar 8x8 meter dan dihuni enam santri.
Setiap santri mendapat jatah satu ranjang dan satu lemari. Di setiap unit disediakan enam kamar mandi, enam WC, serta enam tempat wudu. Terdapat pula satu ruangan untuk dapur di setiap unit. Biasanya para santri dari Indonesia pada hari sabtu akan memasak makanan kesukaan mereka karena sehari-hari menu yang disediakan oleh PPDU adalah masakan Pakistan dan India.
ADVERTISEMENT
Asrama Darul Uloom New Castle (sumber: facebook DU New Castle)
Seperti halnya di Indonesia, aturan di Pondok Darul Uloom juga ketat. Di sana tidak ada pesawat televisi. Para santri juga tidak boleh membawa HP. Kalaupun membawa, mereka harus menitipkannya kepada para ustaz. Mereka hanya boleh menggunakan HP saat libur mingguan, Sabtu dan Minggu. Tapi, saat libur Sabtu, para santri tak boleh keluar dari areal pondok.
Secara garis besar, jurusan di madrasah DU dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas Tahfidz dan kelas ‘Alim. Kelas Tahfidz disiapkan untuk menghasilkan para hafidz, penghafal Alquran. Para hafidz ini sangat penting keberadaannya untuk menjaga kemurnian dan kesucian Alquran.
Jadi di samping dicetak dalam bentuk mushaf, Alquran juga tersimpan di dada para hafidz. Pendidikan hafidz Quran ini dijalani selama 3 tahun dan usia minimal untuk mendapatkan di kelas hafidz adalah 12 tahun. Biasanya setelah lulus dan menjadi hafidz mereka akan melanjutkan ke kelas ‘Alim.
ADVERTISEMENT
Sementara kelas ‘Alim disiapkan untuk melahirkan ulama-ulama yang hafal dan mengerti hadist, di sini para santri belajar ilmu fiqih dari 4 mazhab, hadist, tajwid, hukum Islam, bahasa Arab. Kelas ‘Alim ini dijalani selama 7 tahun.
Setelah lulus dari kelas ‘Alim mereka diberi gelar Maulana dan diharapkan mumpuni dan mampu membimbing umat agar kehidupannya selaras dengan kaidah-kaidah agama. Kepada mereka lah umat akan meminta nasihat dan bimbingan dalam menghadapi problematika hidup dan mencari jalan pemecahannya karena setelah lulus kelas ‘Alim mereka bisa mengeluarkan fatwa.
Ruang Kelas DU Azaadville (sumber: facebook DU Azaadville)
Untuk PPDU Zakariyya dan Azaadville, bahasa sehari-hari di lingkungan pondok, menggunakan tiga bahasa. Untuk bahasa pergaulan antarsantri, digunakan bahasa Inggis. Saat mengaji menggunakan bahasa Arab dan Urdu. Penggunaan bahasa Urdu kira-kira sama seperti pondok-pondok pesanten di Jawa.
ADVERTISEMENT
Selain bahasa Arab, bahasa Jawa juga digunakan. Bahasa Jawa kalau di sini adalah bahasa Urdu. Sementara untuk PPDU New Castle hanya menggunakan dua bahasa, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris. Jadi lulusan PPDU menguasai paling tidak dua Bahasa Inggris dan Arab, serta Urdu untuk di Zakariyya dan Azaadville.
Selama belajar di PPDU, para santri disetiap bulan Ramadan diliburkan dan harus keluar dari madrasah, dan untuk aktif dalam kegiatan Ramadan baik di lingkungan sekitar, di Afrika Selatan maupun di negara-negara tetangga Afrika Selatan, dengan menjadi Imam salat maupun mem-tausyiah kepada para jemaah.
Selama penulis mengenal dan bergaul dengan para santri dari Indonesia dan menanyakan kepada pengurus yayasan, santri asal Indonesia dikenal rajin, ramah, dan berperilaku baik selama belajar di PPDU, bahkan di antaranya menunjukkan prestasi yang sangat baik dengan mendapatkan predikat terbaik setiap ujian kenaikan kelas.
ADVERTISEMENT
Dengan latar belakang yang berbeda-beda, ada yang dari pondok pesantren, ada dari sekolah umum, namun mereka dengan niat, semangat dan keinginan untuk belajar agama Islam meninggalkan tanah air dan belajar jauh ke Afrika Selatan di pedesaan yang jauh dari kota-kota besar di Afrika Selatan, serta keinginan kuat untuk menyebarkan ilmu dan kebaikan sekembalinya mereka ke tanah air.