Konten dari Pengguna

Remaja Jompo : Realitas Remaja Masa Kini dan Dampaknya di Masa yang akan Datang

Firnaa Salimah
Mahasiswa Aktif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
28 November 2023 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firnaa Salimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Apa yang menjadi aset penting dalam suatu negara? Ya, tentu saja para generasi penerus bangsa yang berkualitas. Kelompok remaja pada suatu negara merupakan tunas harapan bangsa yang nantinya akan melanjutkan tujuan pencapaian kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara di masa yang akan datang. Aset Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sebagai modal utama pembangunan negara tentunya menjadi hal yang harus diperhatikan oleh setiap negara termasuk negara kita tercinta Indonesia yang sekarang memiliki program Indonesia emas pada tahun 2045. Di mana program ini diharapkan akan diwujudkan oleh para generasi muda di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, hidup di zaman modern saat ini di mana segala hal mengalami perubahan dengan cepat, ketidakpastian, serta tuntutan serba bisa yang tinggi membuatnya menjadi tantangan dan tekanan tersendiri bagi para remaja. Hal ini dapat mempengaruhi sosial, psikologis, dan kesehatan mereka. Berbicara masalah kesehatan, istilah remaja jompo bukanlah hal yang asing lagi bagi kita. Istilah remaja jompo adalah sebuah fenomena sosial budaya yang muncul pada masa pandemi COVID-19 yang merujuk pada remaja yang mudah mengalami kelelahan, pegal, sakit punggung, dan pinggang, badan lemas, serta sering pusing (Sujibto, 2022).
Diawali Oleh Pandemi COVID-19
Sejak pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia tepatnya pada tahun 2020 yang lalu memaksa seluruh sektor untuk melakukan aktivitasnya secara daring (dalam jaringan) termasuk sektor pendidikan dikarenakan adanya program kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimana pada sektor inilah yang paling banyak memiliki usia remaja yaitu sekitar 12 sampai 24 tahun.
ADVERTISEMENT
Dalam bidang pendidikan, siap atau tidak siap Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) harus dilakukan dengan metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal ini juga mendorong inovasi teknologi untuk menciptakan berbagai software untuk memudahkan proses pembelajaran. Namun, dengan diberlakukannya PJJ ternyata menimbulkan adanya kemerosotan budaya dan nilai pada remaja yang terbukti dengan adanya budaya malas gerak (mager). Hal ini muncul karena PJJ mengharuskan para siswa maupun mahasiswa berdiam diri di rumah, duduk berjam-jam untuk mengerjakan tugas dan juga tidak menutup kemungkinan untuk mereka mengerjakan tugas sambil rebahan atau tiduran yang membuat mereka minim bergerak.
sumber: pixabay.com
Selain itu, kemudahan mengakses internet tidak menutup kemungkinan menciptakan distraksi saat proses pembelajaran lantaran tak sedikit siswa atau mahasiswa yang teralihkan fokusnya untuk membuka atau scrolling media sosial saat belajar yang membuat mereka semakin lama berinteraksi dengan alat-alat elektronik baik itu handphone maupun komputer atau laptop.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan-kebiasaan buruk ini tentu saja tidak baik untuk kesehatan jangka panjang apalagi Pandemi COVID-19 terjadi dalam waktu yang tidak sebentar. Berbagai keluhan seperti badan lemas, mata perih, pegal, kepala pusing, dan tubuh yang rentan sakit kerap dialami oleh para siswa maupun mahasiswa. Terlebih lagi percepatan kecanggihan teknologi semakin mempermudah pekerjaan sehingga hal ini dapat menurunkan daya kreativitas dan membuat mereka malas berpikir.
Pengaruh Pascapandemi COVID-19
Dampak negatif dari kebiasaan yang dilakukan selama pandemi COVID-19 ternyata terus berlanjut bahkan setelah pandemi tersebut berakhir. Saat ini, pemerintah sudah mencabut kebijakan wajib masker dan PSBB. Semua sektor juga sudah dapat melakukan aktivitasnya secara tatap muka. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan selama pandemi COVID-19 menciptakan slow culture, termasuk malas bergerak dan malas berpikir. Terlalu lama terjebak dalam kenyamanan ini menjadi masalah bagi remaja pasalnya mereka harus berjuang dalam masa transisi tersebut mulai dari membiasakan diri dari kegiatan yang tadinya dilakukan di rumah saja, sekarang harus ke sekolah atau ke kampus yang menuntut mereka untuk banyak bergerak.
ADVERTISEMENT
sumber: pixabay.com
Tubuh yang jarang melakukan aktivitas tentunya akan lebih cepat merasa kelelahan sehingga tak jarang ditemukan kalangan remaja yang membawa koyo, balsem, obat nyeri, dan pegal-pegal. Di media sosial twitter barang-barang itu diberi nama dengan sebutan “starter pack remaja jompo” yakni barang-barang yang wajib dibawa oleh para remaja yang mengalami dampak dari masa transisi ini (Sujibto, 2022).
Selain itu, kebiasaan malas berpikir juga menjadi hambatan saat dilakukannya aktivitas pembelajaran secara tatap muka pasalnya mereka langsung diawasi saat belajar atau mengerjakan tugas. Salah satu dampak yang dapat terjadi akibat dari banyaknya beban mahasiswa baik dari beban tugas-tugas mata kuliah ataupun tugas di luar perkuliahan bisa berakibat pada tingkat stres yang dialami oleh mereka (Usman, 2020) sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengeluh pusing, sakit kepala, dan depresi karena belum bisa beradaptasi dengan masa transisi ini.
ADVERTISEMENT
Dampak Remaja Jompo di Masa yang akan Datang
Kemajuan suatu negara di masa yang akan datang tentu sangat bergantung pada sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Bila fenomena remaja jompo terus berlanjut maka akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia kedepannya. Hal ini berarti fenomena remaja jompo menjadi ancaman terhadap pembangunan negara dikarenakan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam memajukan sebuah negara haruslah manusia dengan wawasan yang luas, memiliki daya kreativitas, dan mampu untuk berpikir kritis dimana hal ini berbanding terbalik dengan kebiasaan-kebiasaan remaja saat ini yang sulit fokus dan kurang produktif serta cenderung mengerjakan sesuatu secara instan. Kebiasaan remaja jompo yang tidak menjaga pola hidup sehat juga berpotensi menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang pasalnya human capital yang sehat serta mumpuni juga berdampak terhadap pembangunan suatu negara.
ADVERTISEMENT
Apabila kekhawatiran ini tidak ingin terjadi maka membangun kesadaran remaja akan dampak negatif dari fenomena remaja jompo yang menjadi habit sangat penting dilakukan. Mulai dari menekankan betapa pentingnya menjaga pola hidup sehat dan pentingnya tindakan proaktif yang didukung dengan program pendidikan dan pelatihan yang membuat remaja menjadi lebih produktif. Di samping itu, meningkatkan peran keluarga untuk mendukung remaja agar memiliki kestabilan mental dan psikis juga penting dilakukan agar remaja tidak mudah stress dan depresi.
References :
Sujibto, B. (2022). Remaja Jompo: Diskursus dan Praktik Gaya Hidup Pandemi. Jurnal Studi Pemuda, 11(1), 14–29. https://doi.org/10.22146/studipemudaugm.75381
Usman, N. Q. (2020). Terapi Suara Dalam Menurunkan Tingkat Stres Pada Mahasiswa. Hudan Linnaas: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 1(1), 11–22. http://ejournal.idia.ac.id/index.php/hudanlinnaas/article/view/202
ADVERTISEMENT