Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Terlalu Menuruti Kemauan Anak Membuat Anak Menjadi Egois?
27 November 2024 9:10 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari firnie dwifita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Orangtua pasti memiliki keinginan untuk bisa membahagiakan anak-anaknya. Cara yang dilakukan oleh orangtua dalam membahagiakan anak mereka berbeda-beda. Ada yang meluangkan waktu bermain bersama, ada yang mendengarkan anak bercerita, ada yang melakukan dengan cara membelikan mainan atau sesuatu yang disukai oleh anaknya, dan ada juga cara yang dilakukan dengan menuruti semua yang diinginkan oleh anak.
ADVERTISEMENT
Keinginan orangtua yang besar dalam membahagiakan anak-anaknya terkadang membuat orangtua salah dalam mengambil metode atau cara yang dilakukan. Tak sedikit orangtua akhirnya menuruti semua yang diinginkan oleh anak tanpa pertimbangan dan batasan, dengan harapan hal tersebut akan membuat anak merasa senang. Padahal, terlalu menuruti semua kemauan anak secara terus menerus akan membuat mental dan psikologis anak terganggu. Pola asuh ini sering dikenal dengan sebutan pola asuh permisif. Menerapkan pola asuh ini dapat memberikan dampak negatif pada anak, seperti anak akan memiliki sifat yang egois. Tidak hanya egois, tapi juga ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu:
1. Anak akan memaksakan kehendak dan keinginannya
Orangtua yang selalu menuruti semua keinginan anaknya akan membuat anak memaksakan keinginannya jika ia merasa keinginannya tidak terpenuhi. Hal ini juga disebabkan oleh tidak adanya peraturan tegas dari orangtua. Sebagaimana pola asuh permisif yang memang meberikan kebebasan tanpa batasan-batasan yang jelas. "Orangtua akan membiarkan anak melakukan apa saja yang diinginkan, mengakibatkan anak tidak belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan mengharapkan kemauan mereka dituruti" (Bastar, Farida Rohayani, dkk). Selain itu, orangtua tidak memberikan pemahaman bahwa tidak semua keinginan bisa terpenuhi dan memaksa bukanlah cara yang baik untuk mendapatkan sesuatu yang diinginka. Tak sedikit juga anak akan mengalami ledakan emosi saat keinginannya tidak terpenuhi. Anak tidak akan segan-segan untuk bertriak bahkan memukul orang terdekatnya sampai keinginannya terpenuhi.
ADVERTISEMENT
2. Anak kesulitan untuk mengikuti aturan
Tidak adanya batasan atau arahan yang jelas dalam bentuk "kebebasan" membuat anak merasakan bahwa dirinya dapat melakukan apa saja tanpa adanya konsekuensi. Hal ini membuat anak sulit untuk mengikuti aturan-aturan yang ada diluar sana dalam kehidupan sehari-hari. "Anak akan sulit beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan yang ada didalam lingkungannya karena orangtua tidak membiasakan dalam mematuhi aturan dan membuat batasan yang jelas, sehingga ketika anak dihadapkan pada situasi dimana ia harus mengikuti aturan, anak akan merasa tidak siap" (Sutomo, 2021). Dalam penerapannya, tak sedikita anak yang akhirnya menjadi lalai dan tidak memiliki inisiatif pada tanggung jawabnya sendiri. Sebab pada masa yang seharusnya anak diajarkan untuk memiliki tanggung jawab, tetapi orangtua tidak mengajarkan hal tersebut. Hal ini juga akan menyulitkan anak dalam bersosialisasi dan berinteraksi dalam kehidupan sosial karena anak tidak mengetahui bagaimana harus bersikap dalam situasi sosial.
ADVERTISEMENT
3. Anak tidak terbiasa untuk meminta maaf atas kesalahannya
Penerapan pola asuh permisif yang sangat memberikan kebebasan pada anak dan tidak memberikan konsekuensi, membuat anak tumbuh dengan kesulitan untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan. Secara tidak langsung, orangtua tidak mengajarkan anak untuk bertannggung jawab. "Salah satu akibat dari pola asuh permisif adalah hak. Anak akan merasa berhak atas perlakuan tertentu. Mereka akan menytakan hak-hak atau hal-hal yang dirasanya mereka dapatkan dan mereka tidak memahami wewenang karena orangtuanya tidak menjalankan wewenang sebagai orangtua dengan baik" (Peck, 2020). Hal inilah yang memicu anak merasa bahwa dirinya akan selalu meras benar karena tidak terbiasa untuk menerima kritik atau masukan. Ini membuat mereka sulit menerima bahwa meminta maaf adalah bagian dari belajar dan bertanggung jawab atas diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Dampak-dampak yang telah disebutkan berasal dari hasil penelitian sepasang orangtua yang menerapkan pola asuh permisif pada anaknya yang di publish dalam jurnal "Dampak Pola Asuh Permisif Orangtua Terhadap Perkembangan Sosial-Emosional Anak Usia Dini" yang ditulis oleh Hanifah Asma Fadhilah, Dewi Siti Aisyah, dan Lilis Karyawati, tahun2021. Dalam kenyataannya, ayah sering membelikan anak mainan, baju dan semua barang-barang yang yang diinginkannya. Namun, anak sering membuang dan melempar barang ke sembarang tempat jika sudah merasa bosan dengan barang yang dimilikinya. Ini terjadi dikarenakan ayah tidak memberikan arahan, jika barang yang diberikan haruslah dijaga dan dirawat dengan baik, bukan hanya menuruti apa yang diinginkan anak. tak hanya itu, ibu dari anak yang bekerja sebgai guru PAUD sering sekali izin untuk pulang karena anak tersebut rewel dan hanya ingin bersama ibunya. Keduanya juga sering menyalahkan teman bermain anak saat bertengkar dan meminta teman anak untuk mengalah. Anak pun jadi bersikap semena-mena dan sering bertengkar dengan teman-temannya. Serta orangtua sering tidak menerapkan disiplin sehingga anak tidak mengerjakan tugasnya tepat waktu. Tak jarang juga orangtua membiarkan anak mengikuti emosinya untuk tidak mengerjakan tugas.
ADVERTISEMENT
Kesimpulannya, pola asuh memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan anak dalam membentuk karakter, kepribadian, dan masa depan anak. Setiap pola asuh yang diterapkan oleh orangtua memiliki kelebihan serta kekurangannya. Sama seperti pola asuh permisif yang tidak hanya memiliki dampak negatif tapi juga memiliki dampak baik bagi anak, karena pada dasarnya penerapan pola asuh ini lahir dengan niat baik orangtua yang ingin memberikan kebebasan dan kebahgian pada anak.
Walaupun begitu, penting bagi orangtua tetap seimbang dalam menerapkan pola asuh. Pola asuh yang ideal merupakan pola asuh yang memberikan cinta dan kasih sayang tanpa kehilangan kendali. Dengan pola asuh yang ideal, anak dapat belajar tentang tanggung jawab, memahami nilai hidup, dan mengembangkan keterampilan untuk menjadi individu yang tangguh. Mari jadikan momen bersama anak sebagai peluang untuk mendidik, mencintai, dan membentuk generasi yang lebih baik. Dengan begitu, orangtua tidak hanya membesarkan anak, teteapi juga membimbing mereka menuju masa depan yang cerah.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Hanifah Asma Fadhilah, Dewi Siti Aisyah, Lilis Karyawati (2021) “Dampak Pola Asuh Permisif Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial-Emosional Anak Usia Dini”. Jurnal Pendidikan : Vol.5, No. 2, 2021.
Farida Rohayani, Wahyuni Muniarti, Tirta Sari, Annida Ramadhani Fitri (2023) “Pola Asuh Permisif dan Dampaknya Kepada Anak Usia Dini (Teori dan Problematika)”. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini : Vol. 5, No. 1, 2023.
Sutomo, A. (2021). “Menjawab Dilema Pola Asuh Permisif” (1:51). Dalam Channel DAAI TV Indonesia. Diakses melalui/Diperoleh dari https://youtu.be/9JTynAs3uB4?si=tIZip_4855iWZ5FS
Peck, N. (2020). “How Does Permissive Parenting Affect The Chiold?” (2:48). Dalam Channel Nicholeen Peck. Diakses melalui/Diperoleh dari https://youtu.be/gwMmukti9ns?si=u98tuUfkzZmFDfx9