Alon-alon Waton Kelakon: Pepatah Jawa Mengenai Hidup Penuh Kesadaran

Firratu Tsaqifa
Mahasiswa Psikologi Universitas Sebelas Maret
Konten dari Pengguna
12 Oktober 2022 11:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firratu Tsaqifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mindfulness. Foto oleh Tara Winstead dari Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mindfulness. Foto oleh Tara Winstead dari Pexels.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Presiden Indonesia, KH. Ma’ruf Amin dalam sambutannya di acara Maulid Nabi yang bertempat di kediaman Habib Hilal Alaidid pada 2019 lalu menyebutkan bahwa paradigma alon-alon asal (waton) kelakon harus ditinggalkan. Beliau berpendapat bahwa paradigma lama ini dapat menyebabkan ketertinggalan di masa penuh percepatan ini. Beliau menegaskan kemudian bahwa percepatan tetap harus diiringi dengan ketepatan dan kebermanfaatan bagi banyak orang.
ADVERTISEMENT
Namun, ada baiknya kita menelaah kembali makna dibalik pepatah alon-alon waton kelakon. Sekalipun bukan orang Jawa ataupun tidak tumbuh di tengah masyarakat Jawa, tentu kita pernah mendengar atau membaca pepatah ini di suatu tempat. Pepatah alon-alon waton kelakon memiliki filosofi mendalam khususnya bagi masyarakat Jawa. Pepatah ini secara harfiah dapat diartikan berdasarkan kata-katanya, yaitu alon-alon memiliki arti ‘pelan-pelan’, waton memiliki arti 'asalkan’, dan kelakon memiliki arti ‘sampai’. Maka alon-alon waton kelakon berarti ‘pelan-pelan asalkan sampai’. Makna harfiah ini yang banyak dipandang sebagai suatu sikap kemalasan ataupun lamban. Penafsiran yang keliru terhadap pepatah ini tidak berdampak baik. Padahal terdapat lebih banyak hal yang dapat kita maknai dari pepatah lama yang masyhur ini.
ADVERTISEMENT
Pepatah ini sebenarnya memiliki makna yang lebih luas dan dalam. Menekankan pada kata kelakon atau ‘sampai’, masyarakat Jawa memaknai bahwa kepastian serta keinginan akan terwujud. Hal ini menyampaikan keyakinan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sesuai dengan tujuan masing-masing. Alon-alon dalam pepatah ini tidak hanya sekedar berarti ‘pelan-pelan’, melainkan dimaknai dengan tindakan sabar, tidak terburu-buru atau tergesa-gesa, juga disertai dengan pemikiran yang masak (dengan rancangan, bukan pemikiran yang lamban), serta penuh kesadaran dan perhatian.
Sejalan dengan pemaknaan terhadap pepatah alon-alon waton kelakon, terdapat pembahasan mengenai mindfulness dalam ilmu psikologi. Pengertian mindfulness menurut Kabat-Zinn (1990) adalah adanya kesadaran serta secara pribadi memberikan perhatian dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Mindfulness lekat dengan manusia dan merupakan kapasitas alamiah atau natural yang dimiliki seseorang, juga merupakan teori perhatian serta kesadaran dalam kegiatan sehari-hari (Brown & Ryan, 2004). Menurut Baer dkk. (2008), mindfulness memiliki lima aspek, yaitu 1) observing atau mengamati sekitar, 2) describing atau menggambarkan (atau menjelaskan), 3) acting with awareness atau bertindak dengan kesadaran, 4) non-judging of inner experience atau tidak menghakimi pengalaman batin , dan 5) non-reactivity to inner experience atau tidak bereaksi terhadap pengalaman batin.
ADVERTISEMENT
Menjalani keseharian dengan mindfulness atau penuh kesadaran akan berhubungan positif dengan kualitas hidup kita. Menurut Brown & Ryan (2003), mindfulness memiliki hubungan positif dengan afek positif, afek menyenangkan, tingkat kepercayaan diri dan rasa optimistis, juga berhubungan negatif dengan afek negatif, afek tidak menyenangkan, kecemasan, depresi, serta neurotik. Mindfulness juga sangat berhubungan dengan kesehatan mental dan kesehatan fisik (Kabat-Zinn, 1990). Perubahan positif melalui mindfulness memberikan dampak pada pengendalian diri serta fungsi-fungsi psikologis (Bowlin & Baer, 2012), dan mengurangi pikiran-pikiran negatif yang kerap kali muncul secara otomatis (Frewen, Evans, Maraj, Dozois & Patridge, 2008).
Melihat penjabaran diatas, maka sejatinya pepatah alon-alon waton kelakon juga memaknai praktik mindfulness atau hidup dengan penuh kesadaran. Tidak hanya sekedar mendorong kita untuk secara perlahan mengerjakan serangkaian aktivitas sehari-hari, namun juga disertai dengan segenap kesadaran dan perhatian. Maka dari itu, mari kita jalani hari-hari dengan lebih mindfull dalam meraih apa yang kita inginkan, tentu dengan meyakini pepatah alon-alon waton kelakon.
ADVERTISEMENT
REFERENSI
Bowlin, L. & Baer R. (2012). Relationship Between Mindfulness, Self-Control, and Psychological Functioning. Personality and Individual Differences, 411-415.
Brown, K. & Ryan, R. (2003). The Benefits of Being Present Mindfulness and its Role in Psychological Well- Being. Journal of Personality and Social Psychology, 822-848.
Brown, K. & Ryan, R. (2004). Perils and Promise in Defining and Measuring Mindfulness: Observations from Experience. Clinical Psychology Science and Practice, 242-248.
Frewen, P., Evans, E., Maraj, N., Dozoiz, D., Patridge, K. (2008). Letting Go: Mindfulness and Negative Automatic Thinking. Cogn Ther Res, 758-774.
Kabat-Zinn, J. (1990). Full Catastrophe Living: Using the Wisdom of your Body and Mind to Face Stress, Pain, and Illness. USA: A Delta Book.
ADVERTISEMENT
Peryana, P. R. (2019, November 25). detikNews. Retrieved from detikNews: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4796747/wapres-maruf-paradigma-alon-alon-waton-kelakon-sudah-tertinggal/1
Sumardjo, J., Ali, M., S.J., M. S., Simatupang, G. L., Dharsono, Widayat, R., . . . Marwati. (2010). Seminar Nasional Estetika Nusantara. ISI Surakarta (pp. 34-35). Surakarta: ISI PRESS.