Konten dari Pengguna

EMERGEN Z: Menghadapi Stigma Lemah pada Generasi Z

FISIPOL THINKERS CLUB UKI
FISIPOL THINKERS CLUB adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dari Universitas Kristen Indonesia. Kami bergerak di bidang riset dan kajian yang membahas mengenai isu- isu nasional ataupun internasional.
26 November 2024 14:11 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FISIPOL THINKERS CLUB UKI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar : dokumen pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar : dokumen pribadi
ADVERTISEMENT
Pada Jakarta, 8 November 2024, dalam rangka mendukung generasi muda menghadapi stigma sosial, Universitas Kristen Indonesia (UKI) menjadi tuan rumah untuk mengadakan seminar yang bertajuk "Emergen Z: Menghadapi Stigma Lemah pada Generasi Z". Acara webinar ini merupakan salah satu program kerja Fisipol Thinkers Club (FTC) yang disebut Mind Room Tour, yang dimana acara tersebut adalah sebuah diskusi yang digelar dalam kolaborasi antara FTC dan UKI Voice. Acara ini berlangsung di Gedung AB UKI, yang dihadiri oleh mahasiswa UKI. Seminar ini menghadirkan dua pembicara utama dari UKI Voice sebagai narasumber, Adinda Nur Aisyah dan Marcellius Martin, dengan moderator dari FTC Stephi Saverius. Diskusi difokuskan pada upaya menanggulangi stigma bahwa generasi Z adalah generasi "lemah" dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi berbagai tantangan di era modern.
ADVERTISEMENT
Pada seminar ini, Adinda dan Marcellius membahas topik yang mencakup berbagai isu terkait generasi Z, mulai dari pentingnya membangun profesionalisme, cara menghadapi kritik, hingga kemampuan generasi Z dalam beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat.
Menurut Adinda dalam Gen Z menghadapi dunia kerja dan tantangan di lingkungan organisasi adalah “Gen Z kebanyakan mengedepankan emosi” pernyataan tersebut dapat dibuktikan dari hasil riset yang dilakukan oleh praktisi Telantics yang menunjukan bahwa kestabilan emosional Gen Z merosot 25% dibanding generasi X, bahkan posisi Gen Z selama 3 generasi sebelumnya berada di titik paling rendah. Selain itu, berdasarkan hasil Talentics Personality Test, tingkat anxiety atau kepanikan rata-rata di kalangan generasi Z berada pada angka 70 dari skala maksimum 100. Level ini menunjukkan bahwa 11% Gen Z lebih mudah panik dibanding Generasi Milenial (Hafidz, 2022). Sehingga Gen Z sudah sering mengalami Emotional exhaustion (Nurhasanah et al., 2023)
Sumber gambar : https://images.app.goo.gl/26wgztjqQNGUhmfEA
Sumber gambar : https://images.app.goo.gl/fv7KDndxKcRpuWEH6
Marcellius Martin juga menjelaskan, “Gen Z adalah generasi yang paling cepat beradaptasi dengan perkembangan dunia dibandingkan generasi sebelumnya, terutama dalam hal teknologi. Namun, kecepatan ini juga dapat berpotensi membawa dampak negatif”. Dengan media sosial berperan besar dalam kehidupan sehari-hari mereka, hal tersebut dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dan mengkonsumsi informasi.
ADVERTISEMENT
Salah satu contohnya adalah fenomena Fear of Missing Out (FOMO) membuat Gen Z cemas melewatkan momen penting di dunia maya, mendorong mereka untuk terus terhubung dan mengikuti tren terbaru (Katan, 2023). Akibatnya, mereka menghabiskan waktu lama di media sosial, yang membuat mereka rentan terhadap informasi yang belum tentu valid, seperti Zodiac Sign dan tes MBTI. Dampak negatifnya terlihat pada rendahnya literasi digital di Indonesia, yang menurut riset Deakin University Australia dan UGM hanya mencapai 62%, di bawah rata-rata ASEAN sebesar 70%. Najwa menambahkan, “Sebagian besar Gen Z cenderung mempercayai sumber informasi otoritatif, seperti pemerintah.” Marcellius dan Adinda pun setuju bahwa zodiak dan tes MBTI tidak seharusnya dijadikan patokan kepribadian karena seringkali tidak akurat (Masjid Kampus UGM, 2024) .
ADVERTISEMENT
Diskusi berlanjut dengan membahas stigma terhadap Gen Z sebagai "remaja jompo". Adinda menjelaskan bahwa pandangan ini bersifat relatif dan tergantung pada individu. Ia memberi contoh, “Seorang anak yang terbiasa dimanjakan dan dilayani mungkin merasa seperti 'jompo', sementara anak yang mandiri tidak akan merasakannya.” Stigma ini membuka wawasan bahwa tidak semua Gen Z merupakan bagian dari stigma “remaja jompo”, dan baik Gen Z maupun Millenial memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan keinginan kuat untuk memberikan dampak positif (Deloitte, 2020). Hal ini tercermin dalam Millennial Survey 2020 oleh Deloitte, di mana mayoritas responden dari kedua generasi setuju dengan berbagai pertanyaan seputar COVID-19.
Sumber gambar : https://images.app.goo.gl/fWaVJzSW8Ygs9WbD8
Perbedaan pola pikir antara Gen Z dan generasi sebelumnya memperkuat stigma lemah Gen Z di tempat kerja. Contohnya, Generasi X biasanya berorientasi hierarki dengan interaksi yang cenderung vertikal, membuat mereka lebih segan berkomunikasi dengan atasan. Hal ini sering menciptakan lingkungan kerja yang kaku dan tidak kondusif, atau yang dikenal sebagai toxic work environment. Lingkungan toxic ini terekspos oleh Gen Z, yang pada dasarnya mereka lebih berekspresif dengan menggunakan media sosial untuk mengungkapkan pengalaman mereka dan membandingkannya dengan harapan akan lingkungan kerja yang ideal. Sehingga Generasi sebelumnya, seperti Generasi X dan Baby Boomer, menilai Gen Z lemah karena sikap mereka yang ekspresif. Adinda dan Marcellius sama-sama berpendapat hal ini karena Gen Z merupakan generasi yang mengedepankan rasionalitas mereka dalam berpikir dan hal yang mungkin tidak masuk akal untuk diterima dan dijalankan membuat mereka mengeluh ketika menjalankannya. Untuk mengatasi hal tersebut, Adinda dan Marcellius sama-sama menekankan pentingnya untuk memiliki sikap profesionalisme dalam tiap diri Gen Z.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi stigma ini, Gen Z memiliki potensi besar untuk memanfaatkan media sosial dalam mengubah persepsi negatif tentang mereka. Menurut Marcellius Marthin, daripada mengumbar "kelemahan," Gen Z bisa lebih fokus menunjukkan karya dan keahlian mereka, mengingat kemampuan mereka yang tinggi dalam beradaptasi dengan teknologi. Marcellius juga mendorong Gen Z untuk tidak mudah terpengaruh oleh opini orang lain, tetapi menjadikannya sebagai bahan evaluasi dan berani mengambil risiko. Adinda Nur Aisyah menambahkan pentingnya membangun personal branding di media sosial untuk melawan stigma dan menyarankan Gen Z membedakan kepentingan pribadi dan organisasi demi menjaga profesionalitas. Stephi Saverius juga menekankan pentingnya memahami audiens media sosial untuk menghindari risiko seperti cyberbullying, karena setiap platform memiliki karakter pengguna yang berbeda. Dengan strategi ini, Gen Z bisa lebih bijak menggunakan media sosial dan memperkuat citra positif mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam menutup seminar ini, kedua narasumber memberikan closing statement dan pesan motivasi. Adinda Nur Aisyah mendorong peserta untuk tetap ambisius dan tidak mudah terpengaruh oleh pandangan negatif. “YOLO menuju kesuksesan, bukan menuju hal negatif” tuturnya. Sementara itu, Marcellius Martin berpesan bahwa, “FOMO boleh, tapi di filter.” Ia menekankan pentingnya memilah hal-hal yang positif dan yang negatif. Jika sesuatu tidak sejalan, abaikan saja. Marcellius juga menegaskan untuk tidak menyimpan masalah sendiri, carilah teman yang bisa memberikan dampak positif dan menjadi tempat untuk berbagi.
Ditulis oleh Ministry of Research FTC :
Sumber :
Deloitte (2020). The Deloitte Global Millennial Survey 2020
https://www2.deloitte.com/content/dam/Deloitte/global/Documents/About-Deloitte/deloitte-2020-
millennial-survey.pdf diakses pada 13 November 2024.
ADVERTISEMENT
Hafidz, L. (2022). Talentics Insight: Analisis Tingkat Emosi Generasi Z di Dunia Kerja.
https://www.talentics.id/resources/blog/analisis-emosi/ diakses pada 13 November 2024.
Katan, K. (2023). Pekerja: Fenomena FOMO pada Generasi Z.
https://www.kompasiana.com/kaylakatan5737/651b7a1cff9c8a76ba6edef2/fenomena-fomo-padagenerasi-z diakses pada 13 November 2024.
Masjid Kampus UGM. (2024). Najwa Shihab: Generasi Z, Jangan Terjebak dalam Hoaks dan
Propaganda!.
https://masjidkampus.ugm.ac.id/2024/04/08/najwa-shihab-generasi-z-jangan-terjebak-dala
m-hoaks-dan-propaganda/ diakses pada 13 November 2024.
Nurhasanah, Ratu, M., Utami, S., & Aprianti, K. (2023). Mengulik Peran Job Insecuruty Yang
Mempengaruhi Emotional Exhaustional Pada Gen Z Di Dunia Kerja Yang Dimediasi
Oleh Determinan Role Ambiguity. Jurnal Manajemen, 20(2), 66–81.
https://doi.org/10.25170/jm.v20i2.4796 13 November 2024.
Patricia, S. (2022). Pekerja: Gen-X dan Milenial dalam Satu Kantor.
https://blog.klob.id/2022/08/27/pekerja-gen-x-dan-milenial-dalam-satu-kantor/ diakses pada 13
November 2024
ADVERTISEMENT