Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
Konten dari Pengguna
Mengenal Rendra, si Burung Merak Pendiri Bengkel Teater
14 Desember 2020 9:48 WIB
Tulisan dari Fita Indriani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Si Burung Merak, begitulah julukan yang diberikan pada penyair yang juga dramawan tersohor di Indonesia, W.S Rendra. Lahir pada 7 November 1935, Rendra tumbuh dalam keluarga yang memang sudah menggeluti dunia drama tradisional. Darah seninya diturunkan dari sang Ayah, Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo. Ayahnya adalah seorang guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa di sebuah sekolah Katolik di Solo, juga merupakan dramawan tradisional.
ADVERTISEMENT
Awal Perjalanan Rendra di Dunia Sastra
Sebagai seorang putera dramawan, kemampuan Rendra dalam menciptakan naskah drama pun sudah terlihat sejak ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Ketika SMA, Rendra membuat naskah drama pertamanya yang berjudul “Kaki Palsu” dan pernah dimainkan di sekolahnya juga. Lantas pada tahun 1952, Rendra kembali menulis drama berjudul “Orang-orang di Tikungan Jalan”. Melalui karya tersebut, Rendra berhasil memenangkan hadiah pertama lomba penulisan lakon Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta, dua tahun setelah naskah itu ditulis.
Setelah menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya di Solo, Rendra melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra, Pendagogik dan Filsafat Universitas Gadjah Mada, tepatnya di Jurusan Bahasa Inggris pada 1955. Rendra lantas hanya mencapai gelar sarjana muda saat itu. Selama menjalani pendidikan tingginya ini, ia juga sempat membentuk kelompok teater sebanyak dua kali. Kelompok-kelompok teater tersebut ialah Artis Theatre (1956) dan Lingkar Studi Drama (1960).
ADVERTISEMENT
Bukan hanya drama, Rendra juga banyak menghasilkan karya di bidang sastra lain seperti puisi dan cerita pendek. Bakat dan minatnya dalam kedua bidang ini bahkan sudah terlihat sejak ia duduk di Sekolah Menengah Pertama. Tahun 1952, sajak pertamanya diterbitkan di majalah Siasat. Sepanjang tahun 1950-an ini, puisi-puisi Rendra terus mengalir dan dimuat dalam majalah Siasat, Kisah, Seni, Basis, dan Konfrontasi. Kemudian pada tahun 1960-an, sajak-sajaknya banyak diterbitkan di majalah Budaya, Indonesia, Mimbar Indonesia, Quadrant, Selecta, dan Horison. Hingga pada 1970-an, sajak Rendra banyak dimuat di majalah Pelopor.
Rendra dan Bengkel Teater
Kembali bicara tentang drama, kemampuan dan pengetahuan Rendra dalam bidang tersebut, salah satunya difaktori oleh pengalamannya yang pernah berkesempatan menuntut ilmu di Amerika Serikat. Rendra tercatat pernah mendapat grant atau beasiswa belajar di American Academy of Dramatic Arts di New York. Tidak hanya sampai disana, Rendra kemudian melanjutkan studinya ke sekolah tari Jean Erdman dan belajar tentang menciptakan improvisasi dasar. Lantas akhirnya, ia kembali melanjutkan program belajarnya dengan hasil sponsor John D. Rockefeller III Foundation dan mengambil kajian sosiologi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1967, tepatnya di bulan Oktober, Rendra telah kembali di Indonesia dan mendirikan sebuah teater yang kemudian dikenal dengan nama “Bengkel Teater”. Dengan ilmu teater yang diperolehnya selama belajar di luar negeri, membuat Rendra memiliki pengaruh yang besar terhadap teaternya tersebut. Hal ini terlihat karena di samping sebagai pendiri, Rendra juga berperan sebagai aktor, sutradara, pemimpin latihan, pembuat naskah, serta penerjemah dalam teater yang didirikannya atas bujukan dua sahabatnya, Azwar A.N. dan Bakdi Soemanto.
Terhitung sejak 1968, Bengkel Teater baru benar-benar aktif. Melalui “Bengkel Teater”, Rendra memperkenalkan konsep baru dalam menyelenggarakan pertunjukkan, yaitu Teater Mini Kata. Teater ini merupakan sebentuk pertunjukkan yang minim dialog. Bentuk teater ini dikenal Rendra sebagai hasil belajarnya selama di Amerika. Oleh karena bentuk pertunjukkan Teater Mini Kata ini baru diperkenalkan Indonesia, hal ini membuat banyak tanggapan beragam, mulai dari yang menyambut baik dan menganggap sebagai usaha memperkaya bentuk teater di Indonesia hingga menolak bentuk pertunjukkan ini karena dianggap begitu aneh.
ADVERTISEMENT
Karya dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Melalui karya, sastrawan dapat mengangkat berbagai persoalan dalam masyarakat, menyuarakan kesengsaraan di sekitar, menyampaikan berbagai nilai kehidupan, dan membantu manusia menemukan makna kehidupan. Kiranya seperti itu pulalah Rendra memaknai sastra dan menghasilkan karya. Melalui karya-karyanya, pribadi Rendra tercerminkan sebagai seorang yang peduli dan berani mengkritik sistem yang ada saat itu. Keberaniannya dalam menggugat ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang ada itu lantas menimbulkan masalah untuknya. Bukan sedikit kritik dan usaha pihak yang ingin menjatuhkan Rendra. Rendra bahkan pernah dipenjara karena karya-karyanya yang penuh kritik terhadap pemerintah. Hal ini juga berdampak pada Bengkel Teater.
ADVERTISEMENT
Terhitung sejak tahun 1978 hingga 1985, Bengkel Teater dilarang melakukan pementasan sama sekali. Pelarangan pementasan Bengkel Teater ini lantas membuat sendi-sendi pembangun teater ini perlahan meredup. Hingga setelah masa pelarangan itu, pada tahun 1985, setelah Rendra bebas dari penjara, ia memutuskan untuk pindah ke Depok bersama keluarganya dan turut memindahkan Bengkel Teater ke sana.
Masa-masa ditahannya Rendra merupakan masa yang berat untuknya. Selama waktu tersebut, teman-temannya perlahan pergi dan membuat Rendra menumpuk beban pikiran karena hal tersebut. Namun, ia akhirnya dapat melewati masa yang sulit itu karena cinta dan perhatian dan orang-orang yang masih bertahan dalam kehidupannya. Lantas, Rendra terus melanjutkan perjalanan karirnya dalam berkarya hingga mengembuskan nafas terakhir pada tahun 2009 di Depok, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Karya-karya W.S. Rendra
Selama masa hidupnya, Rendra begitu banyak menghasilkan karya, mencurahkan segenap waktunya untuk menyuarakan kesadarannya akan keadilan dan kesejahteraan manusia. Tercatat ada delapan kumpulan puisi yang pernah Rendra ciptakan. Untuk naskah drama, Rendra pernah membuat sebanyak enam buah. Lantas karyanya yang lain ialah mengadakan pementasan drama dengan naskah pengarang lain sebanyak sebelas buah dan empat buah pementasan dengan naskah miliknya sendiri. Terakhir, Rendra juga pernah membuat sebuah kumpulan esai pada tahun 1983. Dedikasinya terhadap dunia sastra begitu banyak, maka tak heran jika karya Rendra banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa dan ia juga banyak mendapat berbagai penghargaan, baik lokal maupun penghargaan di luar negeri.
Jadi, julukan Burung Merak sangat sesuai untuk Rendra yang begitu mengagumkan dengan banyak karya dan perjuangannya, bukan?
ADVERTISEMENT