Perpres 83/2021: Langkah Maju Melindungi Kerahasiaan NIK

Lamria F Manalu
Penyuluh Hukum Kemenkumham
Konten dari Pengguna
3 Oktober 2021 11:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lamria F Manalu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi: Belanja Online dan Data Pribadi Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi: Belanja Online dan Data Pribadi Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perpres No. 83 Tahun 2021 tentang Pencantuman dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Pelayanan Publik. Perpres ini dimaksudkan untuk mendukung pelayanan publik bagi setiap warga negara dan penduduk dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya.
ADVERTISEMENT
NIK sebagai nomor identitas yang terstandardisasi dan terintegrasi dalam pelayanan publik akan mendukung kebijakan Satu Data Indonesia (Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia). Kebijakan tata kelola data pemerintah ini bertujuan untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar instansi pusat dan instansi daerah.
Secara teknis, pemanfaatan data kependudukan telah diatur dalam Permendagri No. 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan. Permendagri ini menyebutkan bahwa pengguna adalah lembaga negara, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, Badan Hukum Indonesia dan/atau Organisasi Perangkat Daerah yang menerima hak akses untuk memanfaatkan data kependudukan.
Sejumlah larangan dan pembatasan telah diatur dalam Permendagri tersebut. Misalnya saja, pengguna dilarang mengakses data kependudukan yang tidak berkaitan dengan kegiatan pengguna dan penyedia portal bersama untuk pemanfaatan data perseorangan melalui mekanisme akses web service dan akses web portal tidak diberikan hak akses serta tidak menyimpan data perseorangan.
ADVERTISEMENT
Meskipun pemanfaatan data kependudukan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, rentetan dugaan kebocoran data pribadi tahun ini masih marak terjadi di Tanah Air. Beberapa kasus yang menyita perhatian publik antara lain adalah dugaan kebocoran data nasabah BRI Life, BPJS Kesehatan, Facebook, Kreditplus, hingga Bukalapak.
Berbagai dugaan kebocoran ini tentu saja menimbulkan keresahan masyarakat sebab data pribadi rentan disalahgunakan. Sebut saja, NIK yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). Sebagai data perseorangan, NIK memuat sejumlah data penting seperti alamat, tanggal lahir, nama ibu kandung, dan lainnya. Sangat berbahaya bila data-data ini jatuh ke tangan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Sebagai upaya pencegahan, beberapa cara berikut ini dapat ditempuh agar NIK terhindar dari kemungkinan penyalahgunaan.
ADVERTISEMENT
1. Hindari Mengunggah Dokumen Kependudukan di Media Sosial
Seiring perkembangan teknologi, media sosial telah menjadi “alun-alun” tempat berkumpulnya warganet. Beragam informasi dapat diperoleh dengan mudah di sini. Cepat dan mudah menjadi alasan sebagian besar pengguna internet merasa nyaman untuk berinteraksi dan berbagi informasi di media sosial.
Namun, kenyamanan itu harus disertai dengan kewaspadaan. Karena ada pihak-pihak tertentu yang justru menjadikan media sosial sebagai lahan untuk mencuri data pribadi, termasuk NIK. Jika terpaksa harus mengunggah dokumen kependudukan di media sosial, pastikan nama dan NIK sudah di-blur dengan baik.
2. Waspada Saat Mengisi Data dan Mengunggah Dokumen Kependudukan di Aplikasi Daring
Maraknya kehadiran aplikasi daring berbagai jenis layanan termasuk e-commerce harus diimbangi dengan kewaspadaan penggunanya. Pikir dahulu dua kali sebelum mengunduh aplikasi daring dan mengisi berbagai formulir pendaftaran. Gunakan aplikasi yang benar-benar dibutuhkan dan terpercaya saja.
ADVERTISEMENT
Pakai password yang berbeda untuk setiap aplikasi dan ganti password tersebut secara berkala. Alih-alih mengandalkan fitur remember password, akan lebih baik untuk mengingat setiap password yang digunakan atau membuat catatan di buku khusus dan menyimpannya di tempat aman.
3. Jangan Buru-buru Percaya pada Informasi atau Penawaran
Ragam informasi dan penawaran bisa datang melalui telepon, surel, atau aplikasi pesan. Cermati baik-baik dan jangan buru-buru percaya. Bila informasi atau penawaran tersebut menyertakan tautan, jangan segera mengeklik tautan tersebut. Pikir dahulu, karena sebuah tautan mungkin saja berpotensi pencurian data pribadi, malware, virus, hingga ransomeware.
Amati sumber tautan, apakah mencantumkan nama lembaga atau perusahaan yang terpercaya? Jadikan pula domain profesional seperti .com, .id, atau .gov sebagai bahan pertimbangan sebelum memutuskan untuk mengeklik sebuah tautan. Jika merasa curiga, cek dahulu tautan tersebut di SINI.
ADVERTISEMENT
4. Hanya Berikan NIK kepada Lembaga Terpercaya
Maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal harus diwaspadai oleh masyarakat. Jangan pernah memberikan NIK kepada lembaga yang belum mendapatkan terdaftar atau berizin. Untuk mengetahui mana saja lembaga penyedia jasa pinjol ilegal tersebut, silakan unduh di SINI.
Sebagai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI), pinjol memang sedang dilirik masyarakat untuk mendapatkan dana. Namun, bila tidak diwaspadai, menggunakan jasa pinjol ilegal akan menjadi peluang bagi pihak-pihak tidak bertanggung untuk menyalahgunakan data pribadi untuk hal-hal yang merugikan nasabah.
UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah mengatur sanksi untuk setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 95A, pelaku diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam Pasal 26 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga telah disebutkan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Bila merasa haknya dilanggar, seseorang dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan UU ini.
Tak ada salahnya melakukan pemeriksaan data. Untuk memastikan apakah data pribadi pernah mengalami kebocoran, aplikasi periksa.data.com besutan Teguh Aprianto bisa menjadi pilihan. Aplikasi buatan anak negeri ini diketahui dapat diandalkan untuk melacak kebocoran di internet.
Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang sedang berlangsung di DPR RI saat ini merupakan oasis di tengah maraknya dugaan kebocoran data pribadi. Berbagai pihak berharap agar RUU ini segera dapat disahkan karena RUU ini sangat penting untuk menjamin kepastian hukum pelindungan data pribadi masyarakat.
ADVERTISEMENT
(Lamria F. Manalu, Penyuluh Hukum Kemenkumham)