Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Lukisan: Seni yang Mulai Terpinggirkan di Era Digital
28 November 2024 14:48 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Fitrah Audi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lukisan menghadapi tantangan besar di gempuran dominasi era digital. Keberadaannya semakin terpinggirkan oleh gambar-gambar yang beredar di internet. Karya seperti lukisan dinilai membutuhkan dedikasi dan interpretasi mendalam serta banyak waktu yang dibutuhkan apalagi jika ingin mendalami makna dari lukisan tersebut. Orang-orang lebih tertarik dengan gambar-gambar yang ada di internet, karena dinilai lebih praktis dan tidak begitu mementingkan apa makna dibalik gambar tersebut. Dampaknya, orang-orang mulai meninggalkan karya seni lukis pada medium kanvas karena dinilai karya-karya tersebut merepotkan dibandingkan karya modern atau gambar-gambar yang ada di internet. Pemikiran seperti ini sangat menjamur di era digital. Orang-orang cenderung memiliki pola pikir yang lebih fokus pada visual instan dibandingkan nilai karya seni. Ini menjadi refleksi yang penting ketika segalanya berjalan semakin cepat, namun orang-orang lebih sering meninggalkan sebuah makna.
ADVERTISEMENT
Sekarang, seni lukis berada di posisi yang gawat. Seni tradisional seperti karya lukis ditakutkan hanya menjadi bagian dari sejarah saja. Apalagi kini orang-orang mulai melupakan bahwa sebuah seni sering membawa sebuah cerita dan terkandung makna yang mendalam dan hanya menganggap lukisan hanya sebuah hiasan dinding saja. Sangat disayangkan budaya di era digital ini seolah-olah tidak lagi memberikan ruang untuk membudidayakan seni lukis. Segalanya harus cepat dan mudah dicerna, hingga karya seni penuh makna seperti lukisan ini perlahan ter geserkan.
Ironisnya, dunia digital sering kali mengeksploitasi seni lukis tanpa benar-benar memahaminya, bahkan hanya demi mengikuti sebuah tren. Karya klasik seperti “The Scream” milik Edward Munch hanya dijadikan template meme atau gambar lelucon yang biasanya relate dengan kondisi orang yang menggunakannya. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana nilai seni sering kali direduksi sekedar visual yang indah, serta kehilangan maknanya.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, ini sebuah kehilangan yang besar. Lukisan mengajarkan untuk dapat menggali pikiran kita dalam memaknai sebuah karya secara detail, sambil berhenti sejenak dan menikmati keheningan. Seni lukis seharusnya tetap menjadi medium yang penting untuk menantang cara kita memahami dunia. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat perlu mengembalikan semangat dalam mengapresiasi sebuah karya lukis. Bukannya mengabaikan lukisan dan meninggalkannya tanpa memberikan ruang khusus agar tetap hidup di era digital ini, justru dengan adanya karya digital ini bisa digunakan sebagai tambahan dalam memaknai cara pandang dunia.
Penting bagi masyarakat saling mengajak untuk menjaga keberadaan lukisan di tengah dominasi gambar-gambar internet agar tidak hilang. Untuk menghidupkan kembali minat masyarakat terhadap karya lukis, diperlukan upaya yang melibatkan berbagai pihak. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:
ADVERTISEMENT
Mengadakan Festival atau Pameran Seni
Mengadakan pameran seni lokal yang dibuka untuk publik terutama kepada orang-orang yang ingin mengenal lukisan secara langsung dengan tarif yang terjangkau dan dapat juga dikombinasikan dengan pertunjukkan modern seperti musik atau teater sehingga menarik pengunjung yang bervariatif.
Menggunakan Media Digital untuk Promosi
Penyelenggara, seniman, bahkan masyarakat bisa menggunakan media sosial untuk mempopulerkan karya lukis, seperti membuat konten interaktif di tiktok, instagram, dan platform media sosial lainnya dengan menyesuaikan tren yang sedang diminati orang-orang. Buatlah iklan digital yang dapat menunjukkan keindahan dan makna dari karya lukis tersebut. Sehingga, orang-orang lebih tertarik untuk melihat secara langsung bentuk dari lukisan itu.
Penciptaan Ruang Apresiasi
Pemerintah hingga masyar akat umum dapat membangun ruang seni publik seperti galeri atau museum di tempat umum untuk mengenalkan seni lukis kepada khalayak luas. Seperti Galeri Nasional Indonesia yang terletak di Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat bisa dijadikan referensi tempat untuk dikunjungi dengan harga terjangkau dari Rp. 0 hingga Rp. 50,000 tergantung kategori pengunjung.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu sebagai masyarakat yang peduli dengan masalah ini perlu mengembalikan eksistensi seni lukis. Seni ini bukan hanya pajangan dinding yang indah, melainkan wujud karya yang memiliki makna mendalam yang terkadang mencerminkan situasi sosial yang sedang terjadi. Dengan bantuan berbagai pihak, seni lukis dapat kembali menjadi bagian penting dalam budaya kita. Mari kita beri ruang bagi karya-karya ini untuk terus hidup, dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat penyebaran, tanpa melupakan esensi mendalam dari seni itu sendiri.