Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Momen Berharga: Memburu Sesepuh Desa
1 April 2025 9:45 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fitri Anisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sang surya telah bersinar menyinari sisi bumi, terdengar suara gema takbir yang berkumandang di penjuru dunia menambah hangatnya momen Idul Fitri. Idul Fitri merupakan sebuah momen yang kedatangannya hanya satu tahun sekali. Di mana seluruh umat muslim merayakan kemenangan dengan antusias, kebahagiaan, dan sukacita setelah satu bulan penuh berpuasa.
ADVERTISEMENT
Setiap tahun biasanya ada tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun di beberapa desa. Salah satunya adalah di desa Palumbungan Wetan yang letaknya di kaki pegunungan plana. lokasi desa dekat dengan hulu sungai, curug yang konon katanya desa tersebut tidak pernah mengalami kekeringan.
Warga atau masyarakat desa Palumbungan Wetan sangat memegang teguh tradisi tersebut. Tradisi yang sangat dinanti setelah salat Idul Fitri adalah tradisi memburu sesepuh desa. Namun, ada beberapa yang setelah salat Idul Fitri tidak langsung melaksanakan tradisi tersebut. Ada yang terlebih dahulu menyantap masakan rendang maupun ketupat dan berkumpul dengan keluarga masing-masing.
Tradisi memburu sesepuh desa ini merupakan tradisi yang telah lama dilaksanakan untuk berkunjung maupun sekedar bersilaturahmi serta bermaaf-maafan dengan sesepuh desa atau orang yang paling tua di desa tersebut. Masyarakat setempat sangat menghormati sesepuh desa, sehingga sebagai bentuk rasa hormat dan saling menghargai banyak orang yang datang untuk sekedar sungkem. Tak heran jika banyak warga atau masyarakat berdatangan dari jauh bahkan mereka rela sampai berbaris kebelakang.
ADVERTISEMENT
”Dihari raya ini, sebagai orang tua, mbah minta maaf kalau selama ini banyak salah baik yang disengaja maupun tidak.” Kata Mbah Suratman saat ada yang sungkem pada beliau
Kebanyakan yang datang untuk sekedar mengucapkan minal aidin wal faizin, ada pula yang meminta doa restu. Tradisi memburu sesepuh desa itu dilaksanakan di rumah kediaman sesepuh desa bernama Mbah Suratman. Tempat atau kediaman beliau identik dengan cat warna hijau, dan terkesan seperti bangunan lama ditambah dengan tanaman di kebun samping serta tanaman depan rumah dan halaman yang luas menambah kesan bahwa rumah tersebut memang ciri khasnya. Apalagi kursi panjang kayu jati di ruang tamu dengan ukiran bermotif bunga sangat menyiratkan bangunan tua yang artistik. Diketahui beliau kurang lebih telah menginjak usia sekitar 90-an. Walaupun usianya telah merambat senja senyumannya tetap merekah dengan indah.
ADVERTISEMENT
Di kediaman Mbah Suratman selama hari raya Idul Fitri tak pernah sepi bahkan selalu ramai oleh orang-orang atau warga masyarakat yang datang silih berganti. Suasana di kediaman tersebut bercampur aduk menjadi haru biru diiringi bulir-bulir air mata kebahagiaan. Mbah Suratman ini merupakan satu-satunya sesepuh desa Palumbungan Wetan. Beliau masih tetap gesit ke sana kemari walaupun fisiknya memang tidak lagi muda, namun tidak menghalangi beliau untuk turut serta merayakan momen berharga di hari raya Idul Fitri.
Kebahagiaan Mbah Suratman tak berhenti disitu saja, melainkan semakin bertambah saaat sanak suadaranya setiap tahun selalu menyempatkan waktunya pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu pada Mbah tercinta. Mbah Suratman atau yang kerap disapa Mbah Ratman, sosok yang ramah, bersahaja dan murah senyum pada siapapun yang ditemui. Rambut yang telah memutih, guratan garis di wajah memberikan kesan tegas serta menjadi saksi bisu bahwa beliau telah hidup mengikuti arus zaman selama berpuluh-puluh tahun.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah masih bisa diberi kesehatan kesempatan dan umur yang panjang setiap tahun bisa merayakan hari raya Idul Fitri dan harapan Mbah kedepannya masih sama semoga tahun depan masih diberikan umur yang lebih panjang lagi." Tutur Mbah Suratman