Konten dari Pengguna

Relaksasi Kredit Penuh Pro dan Kontra? Endingnya Gimana?

Fitri Aulia Azzahra
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
29 Juni 2020 10:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitri Aulia Azzahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Munculnya pandemi Covid-19 ini memberikan dampak yang cukup besar terhadap kegiatan yang dilakukan pemerintah, pengusaha hingga masyarakat. Tidak hanya masalah kesehatan manusia saja, tapi juga kesehatan perekonomian Indonesia. Perkembangan kondisi ekonomi terkini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi pada Q2–2020 yang tumbuh negatif. Pada Q1-2020 pertumbuhan ekonomi tercatat melambat lebih cepat dari perkiraan. Ekonomi tercatat hanya tumbuh 2,97 persen. Padahal pemerintah sebelumnya masih optimistis ekonomi tumbuh di atas 4 persen karena aktivitas ekonomi masih berjalan. Pada skenario sangat berat ekonomi Indonesia pada tahun ini diproyeksikan tumbuh -0,4 persen, sedangkan skenario berat tumbuh 2,3 persen.
ADVERTISEMENT
Termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang saat ini sangat terguncang akibat penyebaran pandemi Covid-19 ini. Banyaknya UMKM yang bangkrut dan berhenti akibat terganggunya aktivitas perekonomian. Ini dikarenakan melemahnya permintaan terhadap suatu barang dan terganggunya dalam pendistribusian selama pandemi ini.
UMKM yang sekaligus menjadi debitur sudah terlihat tidak mampu lagi membayar bunga atau cicilan pokok kreditnya karena terimbas pandemi ini. Apabila perusahaan tidak mendapatkan pendapatan, maka akan berpengaruh terhadap profit yang dihasilkan, modal, dan pada akhirnya ke solvabilitas. Hal ini pun akan mempengaruhi kondisi likuiditas perbankan.
Untuk itu perlu adanya stimulus untuk mengambil kebijakan dalam menangani situasi ini. Dimana pengambil kebijakan dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan sektor jasa keuangan.
ADVERTISEMENT
Presiden RI dalam keterangan pers hari Selasa 24 Maret 2020 menyampaikan, bahwa OJK memberikan kelonggaran/relaksasi kredit usaha mikro dan usaha kecil untuk nilai dibawah Rp10 Milyar baik kredit/pembiayaan yang diberikan oleh bank maupun industri keuangan nonbank kepada debitur perbankan akan diberikan penundaan sampai dengan 1 (satu) tahun dan penurunan bunga. Hal tersebut tertuang dalam POJK No.11/POJK.03/2020 ketentuan yang mengatur secara umum pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai akibat dampak dari persebaran virus Covid-19.
Relaksasi kredit/pembiayaan dilakukan mengacu pada POJK mengenai penilaian kualitas aset, antara lain dengan cara penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan dan konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Berbagai skema tersebut diserahkan sepenuhnya kepada bank dan sangat tergantung pada hasil identifikasi bank atas kinerja keuangan debitur ataupun penilaian atas prospek usaha dan kapasitas membayar debitur yang terdampak Covid-19. Jangka waktu relaksasi ini tergantung pada kebijakan bank terhadap debiturnya dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini jika diimplementasikan dan berjalan dengan lancar akan menjadi titik keseimbangan antara debitur dan kreditur untuk tetap bertahan dan menjalankan aktivitas perekonomian di tengah pandemi. Namun ternyata, kebijakan relaksasi kredit ini menuai pro kontra dari pihak debitur (pelaku usaha) maupun kreditur (bank).
Dari sisi kontra kebijakan ini justru dinilai membuat pelaku usaha dipersulit dalam pengajuan relaksasi kredit, ini terjadi pada kasus Ikhsan selaku Ketua Umum Asosisasi UMKM Indonesia dimana ia menyayangkan betapa sulitnya mengajukan restrukturisasi kredit ke lembaga jasa keuangan swasta dengan berbagai alasan seperti harus mengajukan ke pusat atau bahkan ditolak.
Keluhan ini juga timbul dari lembaga perbankan, khususnya bank swasta yang memiliki modal terbatas. Komisaris Utama BPR Lestari Bali Alex P Candra mengatakan kebijakan restrukturisasi kredit ini merupakan bentuk pelimpahan tanggung jawab pemerintah kepada bank. Kebijakan ini dinilai membuat bank harus memberikan keringanan tanpa ada dukungan dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dari sisi pro, kebijakan relaksasi kredit ini sangat dinilai positif karena dapat membantu UMKM meneruskan usahanya di tengah pandemi dengan mengajukan relaksasi kredit contohnya pada kasus Hatma, pelaku UMKM debitur PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ia memiliki usaha pengolahan hasil laut. Dikarenakan situasi ini usahanya sangat terganggu hingga pada akhirnya produksinya terhenti. Ia menjelaskan kondisi bisnisnya yang tak memungkinkan untuk membayar cicilan kredit kepada bank. Keringanan kredit pun ia ajukan. Akhirnya, dalam proses yang relatif cepat, Hatma berhasil memperoleh restrukturisasi kredit. Ia diberi penangguhan pembayaran pokok dan bunga, serta perpanjangan jangka waktu kredit selama 12 bulan.
Selain itu, pihak perbankan menilai kebijakan ini membantu terhindar dalam likuiditas yang lebih besar. Sehingga perbankan tidak perlu menambahkan cadangan kerugian kredit macet. Restrukturisasi ini juga menyelamatkan bank dari kerugian, tetapi memang jangan dibandingkan dengan kondisi normal.
ADVERTISEMENT
Di tengah kebijakan relaksasi restrukturisasi tersebut, posisi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) tetap menunjukkan meningkat meskipun hanya terbatas. Pada posisi akhir 2019, rasio NPL gross berada pada kisaran 2,3% sedangkan pada Q1-2020, rasionya naik menjadi 2,7%.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 13 April 2020, jumlah debitur yang telah direstrukturisasi di industri perbankan karena terdampak Covid-19 sebanyak 262.966 debitur. Sementara jumlah debitur yang disetujui untuk dilakukan Restrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan 65.363 debitur dan masih dalam proses permohonan 150.345 debitur.
Jumlah debitur yang telah direstrukturisasi bukanlah angka yang sedikit, hal ini menunjukkan bentuk keseriusan bahwa kebijakan relaksasi kredit bagi UMKM benar-benar diimplementasikan. Namun, pada kenyataannya masih ada masalah terkait kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Untuk menanggapi hal tersebut, pemerintah, OJK beserta jajarannya harus lebih tanggap lagi dalam membaca situasi. Seperti dalam kondisi bank yang berbeda-beda, contohnya swasta yang memiliki modal terbatas namun banyak UMKM melakukan pinjaman disana, sehingga dalam situasi itu pemerintah beserta jajarannya diharapkan memberikan dukungan finansial dengan menyuntikkan dana kepada pihak perbankan untuk kemudian disalurkan ke pelaku usaha, sehingga pelaku usaha dapat memanfaatkannya untuk usaha dan kemudan membayar kredit tersebut. Sehingga proses kebijakan relaksasi kredit ini untuk membantu perekonomian dapat berjalan.
Selain itu, perlu dilakukannya pengawasan dari OJK kepada lembaga perbankan dalam menangani kebijakan tersebut, sehingga perbankan bisa bekerja lebih efektif lagi khususnya dalam relaksasi kredit. Dan memberikan penghargaan terhadap bank yang bisa mengoptimalkan kebijakan relaksasi tersebut. Agar perbankan bisa lebih semangat lagi dalam menjalankannya.
ADVERTISEMENT
Diharapkan kebijakan relaksasi ini menjadi salah satu upaya dalam menopang perekonomian Indonesia agar tetap menjaga stabilitas perekonomian. Dan menjadi pionir dalam membuat kebijakan lain untuk menangani perekonomian di masa pandemi ini.
Sumber :
https://ekonomi.bisnis.com/read/20200608/9/1250035/pertumbuhan-ekonomi-indonesiamenuju-fase-negatif-pada-kuartal-ii
https://finansial.bisnis.com/read/20200406/90/1223158/ojk-1-hingga-3-bulan-mendatangdampak-corona-ke-likuiditas-bank-akan-terlihat
https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/info-terkini/Pages/-FAQ-Restrukturisasi-Kredit-atauPembiayaan-terkait-Dampak-COVID-19.aspx
https://finansial.bisnis.com/read/20200422/90/1230788/pro-kontra-keringanan-kredit-darikacamata-pelaku-umkm-dan-bankir
https://money.kompas.com/read/2020/04/17/053800226/cerita-umkm-di-tengah-covid-19-usaha-berhenti-total-hingga-dapat-keringanan?page=all
https://finansial.bisnis.com/read/20200514/90/1240363/nilai-restrukturisasi-kredit-makin-buncitbagaimana-efeknya-ke-likuiditas-bank