Perjuangan Ibu Sepanjang Masa

Fitri Nuraini
Mahasiswi Universitas Amikom Purwokerto, Program Studi Ilmu Komunikasi Senang menulis tentang kisah perjalanan, pendidikan dan masalah-masalah sosial di masyarakat. Hobi Menari dan Mencipta Puisi.
Konten dari Pengguna
2 Mei 2023 21:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitri Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret Ibu Suprayati menggunakan kostum penari dan riasan sederhana. Sumber : Dokumentasi Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Potret Ibu Suprayati menggunakan kostum penari dan riasan sederhana. Sumber : Dokumentasi Pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perempuan tangguh itu bernama Ibu Suparyati yang berusia 40 tahun, bekerja sebagai penari jalanan di lampu merah Jalan Jenderal Suprapto, Purwokerto Timur. Mengenakan kostum penari dan riasan sederhana, dia menghibur siapa saja yang melintas. Berjalan ke kiri dan ke kanan, sambil melambaikan tangan.
ADVERTISEMENT
Bila sepi dan lelah, dia pun kembali berjalan, menyusuri jalanan. Berhenti di suatu tempat. Mencari siapa saja untuk dihibur dan sesekali beristirahat. Ia biasa beristirahat di teras toko pinggir jalan.
Lampu Merah Jalan Jenderal Suprapto, Purwokerto Timur tempat Ibu Suparyati Bekerja. Sumber : Dokumentasi Pribadi.
Tanpa mengenal hari libur, Ibu Suparyati bisa membawa pulang Rp 150 ribu per hari. Namun pendapatannya bisa berubah jika hujan turun. Jika hujan, Ibu Suparyati terpaksa berteduh menunggu hujan reda, agar kostum dan alat musiknya tak basah kuyup.
Dia biasanya baru pulang ke rumah pada jam 7 malam. Mengembalikan alat musik yang ia sewa, baru menuju rumah kontrakannya di Jl. Puteran Berkoh No.5, Kebontebu, Berkoh. Semua dengan berjalan kaki.
Alat musik sewaan yang di gunakan Ibu Suparyati untuk bekerja. Sumber : Dokumentasi Pribadi.
Namun di balik itu, ia memiiki dua anak. Anak tertuanya sekarang duduk di bangku SMP. Sementara anak keduanya masih duduk di bangku SD di salah satu pesantren Baturraden.
ADVERTISEMENT
Dari jerih payah sebagai penari jalanan, kedua buah hatinya bisa dinafkahi. Ia memiliki cita-cita ingin menyekolahkan kedua anaknya sampai mendapat gelar sarjana, agar dapat memiliki kehidupan yang sukses. Sebenarnya menjadi penari jalanan juga bukan keinginannya. Dia kehilangan pekerjaan setelah pandemi menghantam perekonomian. Sebelum wabah, ibu Suparyati sempat menjadi asisten rumah tangga di desanya.
Menurutnya menjadi penari jalanan memiliki banyak cerita suka dan dukanya, yang paling membuatnya bahagia yaitu ketika orang lain tersenyum dan terhiburterhibur.
“Saya senang kalo lihat orang-orang tertawa saat saya menari, saya bersyukur bisa menghibur orang,“ ucapnya.
Namun Ibu Suparyati juga sempat memiliki pengalaman pahit, uang hasil mengamennya pernah dicuri temannya. Karena tidak ingin ribut, ia memilih untuk diam saja. Akan tetapi, berbekal pengalaman itu sekarang ia lebih berhati-hati.
ADVERTISEMENT
Ibu Suparyati, seorang wanita tangguh yang murah senyum. Tak ada keluh kesah yang keluar dari mulutnya. Justru sebaliknya, hanya ada kalimat optimis yang ia sampaikan.
“Saya wanita, tapi saya tangguh dan bisa menghidupi kedua anak saya. Saya yakin rezeki sudah ada yang mengatur yang perlu kita lakukan adalah berusaha dan berjuang untuk bertahan hidup. Saya juga selalu belajar bersyukur untuk semua hal yang telah saya lewati.“