Konten dari Pengguna

Konsep Pelibatan Masyarakat dalam Taman Maju Bersama dan Taman Pintar, Mungkinkah?

Fitri Riduan
pembelajar
9 April 2018 4:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitri Riduan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies-Sandi mencanangkan program pembangunan Taman Maju Bersama dan Taman Pintar di seluruh wilayah DKI Jakarta dengan mengusung konsep pelibatan masyarakat (community participatory). Agak berbeda dengan RPTRA atau Ruang Publik Terpadu Ramah Anak, Taman Maju Bersama dan Taman Pintar berkonsep sebagai ruang publik, tempat bermain ramah anak, perpustakaan, olahraga dan tempat bersosialisasi. Lahan juga tidak akan dimiliki oleh Pemda dan pendirian hingga pengelolaannya akan melibatkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal ini menarik. Terlepas bahwa program tersebut merupakan salah satu janji kampanye, ruang publik atau Taman Terbuka Hijau memegang peran penting dalam kehidupan kota dewasa ini. Pertumbuhan penduduk semakin tinggi dan rumah semakin sempit. Ruang publik yang inklusif dapat menjadi peredam permasalahan sosial, mengurangi stres atau menekan tingkat kejahatan.
Menurut data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta (2017), jumlah ruang publik di DKI Jakarta mencapai 3.131 buah. Ruang publik ini berupa taman kota, taman lingkungan, taman interaktif dan jalur hijau jalan. Jakarta Pusat menjadi wilayah dengan ruang publik terbanyak, yaitu sebanyak 913, disusul Jakarta Selatan (780), Jakarta Timur (539), Jakarta Barat (443), Jakarta Utara (356), wilayah lainnya dan Kepulauan Seribu (100).
ADVERTISEMENT
Meski jumlahnya tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta, luas ruang publik di Jakarta hanya berjumlah 9,98% dari total luas wilayah. Angka ini masih jauh dari 30% yang seharusnya dimiliki oleh DKI Jakarta. Selama ini, pendirian ruang publik oleh Pemda DKI Jakarta terkendala pembebasan lahan dan pembelian lahan.
Di berbagai kota di dunia, tren pengelolaan ruang publik dilakukan oleh masyarakat dengan melibatkan pihak swasta. Hal ini disebabkan pendanaan dari pemerintah tidak pasti dan pasang-surut seiring dengan prioritas kota. Tentu peran pemerintah dan DPRD selaku regulator diminta untuk terus responsif mempermudah perizinan.
London, sebagai kota dengan jumlah ruang terbuka terbanyak di dunia, memiliki cara kreatif untuk melibatkan masyarakat dalam mengelola ruang publik. Dewan Kota London merekomendasikan pembentukan ‘green volunteer army’ yang terdiri dari para siswa sekolah menengah, sebagai penjaga taman-taman di London. Pendanaan juga bersumber dari penggalangan dana (crowdfunding), donasi lembaga amal dan pendirian yayasan yang dananya berasal dari sektor lainnya.
ADVERTISEMENT
Di Philadelphia, AS, masyarakat melobi pihak terkait dan mendesak perusahaan minuman soda yang berpabrik di sana memberikan dana untuk taman kota. Alhasil, perusahaan setuju menggelontorkan dana sebesar 300 juta USD. Di Seattle, masyarakat mendesak pemerintah untuk mengenakan pajak 0,33 USD bagi setiap nilai properti 1.000 USD yang ada di kota tersebut. Masyarakat akhirnya memiliki Seattle Parks and Recreation seluas lebih dari 6 ribu hektar yang terdiri dari 485 taman, lapangan atletik, lapangan tenis, kolam renang dan lain-lain.
Namun demikian, ada pula kepemilikan dan pengelolaan taman kota yang seluruhnya dilakukan oleh pemerintah kota. Praktek ini umum ditemui di kota-kota di Eropa mengingat ruang publik merupakan aset kota yang harus dilindungi.
ADVERTISEMENT
Tidak ada pakem size fits all, menurut laporan United Nations HABITAT-Sustainable Urban Development Network (SUD-Net) bertajuk “placemaking and the future of cities”. Setiap kota memiliki keunikan dan kekhususan masing-masing. Diperlukan kreativitas dan usaha berkelanjutan untuk menjaga keberlangsungan ruang publik dimaksud.
Salah seorang pengunjung dari Indonesia mencoba wahana taman kota di Amsterdam, Belanda. Sumber: dokumen pribadi.
Bagaimana dengan pelibatan masyarakat di ibukota?
Terdapat Leaf Plus, sebuah lembaga yang bergerak pada isu lingkungan yang dimotori oleh aktivis Nadine Zamira Sjarief. Pada November 2012, Nadine bersama rekan artis memotori pembukaan Hidden Park di Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kampanye kantong plastik tidak gratis oleh Leaf Plus. Sumber: leafplus.com
Sayangnya, selain Nadine, tidak banyak kelompok masyarakat yang peduli dengan keberadaan ruang publik ini. Selama ini, pelibatan masyarakat memang kurang populer bagi warga ibukota. Pendirian dan pemeliharaan ruang publik atau taman dilakukan oleh pemerintah karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya ruang publik.
ADVERTISEMENT
Sebagai pengunjung tetap di beberapa taman di Jakarta, saya sering mendapati sampah berserakan di taman, padahal telah tersedia tempat sampah. Akses ke taman juga sering dihalangi oleh beberapa kendaraan yang parkir sembarangan.
Sebagai langkah awal, pelibatan masyarakat dapat dimulai dengan perawatan taman yang telah ada. Caranya cukup simpel, meniru ide London, melibatkan karang taruna atau siswa sekolah untuk kampanye kebersihan, cinta taman, kreasi seni dan perawatan taman.
Dalam konsep kepemilikan lahan oleh swasta pada Taman Maju Bersama dan Taman Pintar, perlu diantisipasi masa depan keberadaan taman tersebut di masa datang ketika pemerintah dan rezim politik berganti atau ketika perusahaan pemilik taman berubah haluan. Berbeda dengan penduduk kota di negara maju yang sangat peduli dengan tamannya, masyarakat ibukota masih jauh dari agresif untuk memperjuangkan terciptanya taman kota.
ADVERTISEMENT
Salah satu sudut taman kota Pruhonice, di pinggiran kota Praha, Republik Ceko. Sumber: dokumen pribadi
Pelibatan masyarakat pada tahap pembelian tanah untuk taman, akan cukup sulit karena masyarakat cenderung mematok harga yang tinggi kepada pihak yang akan mendirikan taman. Di sini, diperlukan kerjasama dan kesadaran masyarakat.
Penciptaan ruang publik atau taman di ibukota tidak perlu konsep muluk, yang menghadapkan pada pilihan RPTRA versus Taman Maju Bersama dan Taman Pintar. Tidak perlu desain mahal, karena masyarakat setempat bisa diminta untuk berkreasi. Cukup satu RW, satu taman, dengan ukuran minimal, misalnya 100 meter. Tidak perlu harus langsung bagus, karena semuanya akan berjalan seiring dengan kepedulian masyarakatnya.
ADVERTISEMENT