Konten dari Pengguna

Generasi Z dan Gaya Hidup Konsumtif: Media Sosial, Keluarga, atau Komunitas?

fitri sabillah
saya adalah mahasiswa uin syarif hidayatullah jakarta dengan jurusan pendidikan ilmu pendidikan sosial.
18 Desember 2024 10:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari fitri sabillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Gaya Hidup Generasi Z (Sumber Dokumen: Dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Gaya Hidup Generasi Z (Sumber Dokumen: Dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Jakarta - Generasi Z, yang tumbuh di tengah era digitalisasi, tak bisa lepas dari pengaruh teknologi dan media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, hingga marketplace online menjadi ruang utama bagi mereka. Di balik semua kemudahan ini, muncul tantangan baru: gaya hidup konsumtif yang kian meningkat.
ADVERTISEMENT
Melalui media sosial, Generasi Z terpapar oleh konten glamor dan gaya hidup serba instan. Fenomena social proof atau pembuktian sosial memperburuk tren konsumsi. Ketika remaja melihat teman sebaya mereka memakai barang bermerek atau mengikuti tren tertentu, dorongan untuk ikut-ikutan demi validasi semakin kuat. Tekanan sosial ini kerap berujung pada pembelian barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan.
Namun, apakah sepenuhnya salah media sosial? Nyatanya, konsumtivisme Generasi Z tidak hanya dipengaruhi oleh digitalisasi. Ada faktor lain seperti peran keluarga dan komunitas yang turut berkontribusi.
Peran Orang Tua dan Nilai Keluarga
Banyak keluarga di era modern ini cenderung mengabaikan pendampingan emosional dan nilai-nilai dasar tentang keuangan. Orang tua yang sibuk bekerja sering kali tidak sempat memberikan edukasi tentang pengelolaan keuangan, tanggung jawab, dan prioritas kebutuhan. Akibatnya, anak mencari referensi dari luar, terutama media sosial.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak bisa memungkiri bahwa media sosial memiliki pengaruh kuat. Tapi, di saat yang sama, keluarga harus mengambil peran aktif dalam memberikan edukasi finansial kepada anak sejak dini," ujar salah satu pakar parenting.
Meski demikian, tak semua keluarga abai. Ada orang tua yang proaktif mengajarkan pentingnya menabung dan memprioritaskan kebutuhan. Namun, upaya ini sering kalah dengan derasnya pengaruh konten digital yang lebih dominan.
Pengaruh Komunitas: Ajang Pamer atau Ruang Produktif?
Komunitas juga memiliki peran penting dalam membentuk pola konsumsi Generasi Z. Dalam beberapa kasus, pertemuan remaja menjadi ajang pamer gaya hidup mewah dan barang baru demi pengakuan status. Hal ini tentu saja mendorong perilaku konsumtif.
Namun, tak semua komunitas negatif. Banyak kelompok remaja yang memanfaatkan teknologi digital untuk kegiatan produktif. Misalnya, komunitas kreatif yang mengajarkan keterampilan seperti desain grafis, pembuatan konten digital, atau bisnis kecil-kecilan.
ADVERTISEMENT
"Komunitas memiliki peran besar dalam mengubah pola pikir anak muda. Jika diarahkan dengan baik, digitalisasi bisa menjadi peluang emas untuk melatih keterampilan produktif," ungkap seorang penggiat komunitas kreatif.
Digitalisasi: Tantangan atau Peluang?
Alih-alih hanya dilihat sebagai ancaman, digitalisasi sebenarnya bisa menjadi peluang untuk membentuk Generasi Z yang bijak dan produktif. Beberapa solusi yang bisa dilakukan antara lain:
Edukasi Keuangan Digital
Aplikasi keuangan bisa membantu remaja memahami konsep pengelolaan anggaran, pentingnya menabung, dan prioritas kebutuhan.
Program Literasi Digital
Memberikan edukasi tentang memilah konten yang positif dan mendorong anak muda untuk tidak terjebak dalam budaya pamer.
Kolaborasi Orang Tua, Sekolah, dan Komunitas
Kombinasi peran keluarga, guru, dan komunitas bisa menjadi solusi efektif untuk memberikan arahan seimbang.
ADVERTISEMENT
Generasi Z: Antara Konsumtif dan Produktif
Menariknya, banyak remaja Generasi Z yang sadar akan pola konsumsi berlebih di kalangan mereka. Tak sedikit dari mereka yang mencoba keluar dari lingkaran tersebut dengan memilih gaya hidup minimalis dan hemat. Bahkan, beberapa di antaranya memanfaatkan teknologi untuk belajar keterampilan baru atau menjalankan bisnis kecil-kecilan.
“Bagi kami, media sosial bukan sekadar tempat hiburan, tapi juga peluang belajar dan berbisnis. Saya sendiri belajar desain grafis dari tutorial online dan sekarang bisa menghasilkan uang sendiri,” ujar salah seorang remaja Generasi Z.
Kesimpulan
Daripada saling menyalahkan, penting bagi semua pihak untuk berkolaborasi menciptakan keseimbangan.
Generasi Z memiliki potensi besar untuk menjadi generasi yang produktif dan inovatif. Dengan edukasi yang tepat dan arahan yang seimbang, mereka bisa mengubah tantangan digitalisasi menjadi peluang emas.
ADVERTISEMENT
Jadi, siapkah kita berperan menciptakan solusi bersama?