Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten dari Pengguna
Sekolah Garuda: Langkah Mundur dalam Upaya Pemerataan Pendidikan
19 Februari 2025 14:45 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fitria Nurma Sari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Negara wajib menjamin kualitas pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia. Dalam amanatnya, pemerintah juga tidak boleh membeda-bedakan kualitas pendidikan yang diberikan kepada seluruh masyarakat. Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 1 disebutkan “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi pemerintah seakan lupa akan poin tersebut dan mengeluarkan kebijakan paradoks. Di satu sisi pemerintah berkomitmen menciptakan pemerataan akses dan kualitas pendidikan. Dalam kebijakan lainnya malah menciptakan ketimpangan seperti rencana pemerintah untuk mendirikan program Sekolah Garuda.
Melalui program ini, pemerintah hendak mendirikan sekolah unggulan di beberapa daerah. Program ini justru mirip dengan era munculnya sekolah dengan predikat Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang telah dihapus pada tahun 2013. MK membatalkan status SBI dan RSBI dikarenakan dengan adanya status tersebut akan muncul diskriminasi dan bertentangan dengan konstitusi.
Sekolah Garuda, seperti yang diusulkan oleh Kemendikti Saintek akan menjadi sekolah dengan kurikulum nasional dan internasional dan fasilitas yang lebih maju dibanding sekolah reguler pada umumnya. Sekolah ini akan menyeleksi siswa-siswi berprestasi dengan harapan siswa lulusan Sekolah Garuda mampu bersaing ditingkat global.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie pun menjelaskan nantinya Sekolah Garuda akan menghadirkan guru lokal dan guru asing agar siswa mendapatkan wawasan dan mendapat inspirasi jika ingin melanjutkan sekolah di luar negeri. Namun, di balik harapan yang baik tersebut program ini malah berpotensi menciptakan dikotomi dan kesenjangan dalam sistem pendidikan Indonesia. Pemerintah mengulangi kebijakan yang oleh MK sudah dibatalkan karena tidak sesuai dengan konstitusi.
Sekolah unggulan ini hanya akan menerima siswa-siswi berprestasi yang berasal dari berbagai wilayah. Namun tentunya fasilitas ini hanya akan dinikmati oleh segelintir siswa dan mayoritas berasal dari kalangan mampu. Karena siswa mampu memiliki privilese untuk mendapat dukungan finansial yang lebih baik dan waktu belajar yang lebih banyak daripada siswa kurang mampu.
ADVERTISEMENT
Labelisasi ini tentunya juga akan memunculkan stratifikasi anak unggulan yang kesannya hebat dan non-unggulan yang kesannya biasa-biasa saja. Apalagi dengan tambahan rencana pemerintah untuk mendirikan Sekolah Rakyat yang memunculkan stigma siswanya dari kalangan miskin. Stratifikasi ini akan memunculkan diskriminasi dan mempengaruhi kepercayaan diri dan prestasi akademis siswa.
Sekolah Garuda akan memicu kompetisi yang tidak semestinya, bahkan dapat menimbulkan persaingan tidak sehat. Sekolah Garuda akan mendapatkan dukungan baik finansial dan sumber daya yang lebih banyak sehingga sekolah reguler semakin tertinggal. Dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk pemerataan, membangun kualitas sekolah di daerah-daerah tertinggal, malah tersedot ke sekolah-sekolah yang disebut unggulan sehingga lagi-lagi menambah ketimpangan akses pendidikan antara sekolah di kota besar dan daerah.
ADVERTISEMENT
Daripada memunculkan sekolah-sekolah unggulan, pemerintah akan lebih bijak fokus pada pemerataan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Pemerintah bisa membangun sekolah-sekolah yang sudah tua, program pemerintah seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) perlu diperkuat agar siswa yang tidak mampu bisa tetap dapat mengakses pendidikan. Tidak kalah pentingnya juga pemerintah harus bisa meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru karena guru adalah ujung tombak dari proses kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi tentang hak pendidikan untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Program Sekolah Garuda walaupun memiliki tujuan yang baik, namun penerapannya malah menciptakan ketimpangan baru dalam kualitas pendidikan Indonesia. Program ini hanya mengulangi era SBI dan RSBI yang sudah dibatalkan oleh MK karena menimbulkan ketidakadilan terhadap hak dalam memperoleh pendidikan yang setara.
ADVERTISEMENT
Daripada menciptakan sekolah eksklusif, pemerintah fokus saja pada pemerataan kualitas pendidikan di kota dan daerah. Pendidikan adalah hak setiap warga Indonesia dan tidak boleh ada masyarakat yang tertinggal. Jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerataan harus jadi prioritas bukan mengutamakan ego elite.