Danarto, Dramawan Pecinta Gulai Kambing yang Hobi Bersedekah

Fitriana Rahayu
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Konten dari Pengguna
14 Desember 2020 6:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitriana Rahayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: idntimes.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: idntimes.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Danarto adalah seorang dramawan sekaligus penulis yang lahir di Sragen, 27 Juni 1940 dan wafat pada 10 April 2018 lalu, di Jakarta. Beliau adalah anak keempat dari pasangan Jakio Harjodinomo dan Siti Aminah. Danarto menyelesaikan pendidikannya di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Karena bakat dan ketertarikannya pada bidang seni, Danarto pernah menggelar beberapa pameran. Di antaranya, Pameran Seni Instalasi (1962) dan Pameran Kanvas Kosong (1973). Tak hanya sampai pada seni di atas kanvas, Danarto juga mulai menapaki diri dalam dunia teater dan sandiwara. Beliau tergabung ke dalam Sanggar Bambu pada tahun 1959. Kerap kali beliau menjadi penulis naskah teater, art director, dan produser. Hingga pada tahun 2014, Danarto mendapat penghargaan dari Anugerah Tokoh Federasi Teater Indonesia. Akan tetapi, Danarto lebih dikenal dengan karya-karyanya yang ia tulis di atas kertas. Sebagai dramawan dan juga sastrawan, Danarto dikenal sebagai sosok yang memiliki keunikan dalam menulis sebuah karya. Dapat kita ketahui, karya-karya Danarto, antara lain kumpulan cerpen Godlob (1975), Adam Ma'rifat (1982), Berhala (1987), Gergasi (1993), Setangkai Melati di Sayap Jibril (2008). Karya berupa novel, yaitu Asmaraloka (1999), catatan perjalanan berjudul Orang Jawa Naik Haji (1983), naskah teater Obrok Owok-owok, Ebrek Ewek-ewek (1976), Bel Geduweh Beh (1976), serta kumpulan esai Begitu ya Begitu tapi Mbok Jangan Begitu (1996), dan Cahaya Rasul 1-3 (1999-2000). Naskah teater yang ditulis oleh danarto juga pernah ditampilkan pada tahun 2019 oleh mahasiswa semester 6 program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam acara Pekan Apresiasi Sastra dan Drama (PESTARAMA) Jilid 4.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sekedar dramawan, rupanya Danarto adalah sosok yang dermawan di mata orang terdekat dan lingkunganya. Beliau sangat gemar sekali bersedekah. Sapardi Djoko Damono dalam acara Bincang-Bincang PESTARAMA Jilid 4 yang diadakan oleh mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan jika Danarto tidak pernah mengambil uang hadiah sayembara yang diperolehnya. Ia lebih memilih untuk membagi-bagikannya kepada orang-orang yang menurutnya lebih membutuhkan. Dalam "Haul Danarto", yang juga merupakan rangkaian akhir acara PESTARAMA Jilid 4, Agus R. Sarjono mengatakan pula, jika Danarto pernah mendapatkan sebuah nobel yang hadiahnya sebesar 500 juta rupiah. Bukan nominal yang terbilang kecil, tetapi cukup fantastis. Uang tersebut secara cuma-cuma ia berikan kepada anak-anak jalanan dan orang-orang yang membutuhkan. Cerita lain juga datang dari berbagai macam tulisan mengenai Danarto. Baik dalam media cetak ataupun media elektronik. Cerita tersebut masih melekatkan kedermawanan sosok Danarto. Danarto juga sering kali mengumpulkan uang receh, lalu jika sudah banyak, ia akan memecahkannya dan membagikannya dengan anak-anak jalanan.
ADVERTISEMENT
Nur Siswo Dipurnomo, Pimpinan Produksi PESTARAMA Jilid 4 juga turut menuturkan jika Danarto adalah sosok yang senang bersedekah dan dermawan. Ditemui pada Kamis, 10 Desember 2020 lalu, Nur Siswo berkata, saat ia menemui Deny, sepupu dari Danarto, Deny bercerita jika semasa hidup, Danarto pernah membiayai kuliah anak pembantunya hingga lulus kuliah. Deny juga menyampaikan, jika ada anak kecil yang bermain di halaman rumah Danarto setiap sore hari, pasti anak-anak yang sedang bermain tersebut selalu diberi uang oleh Danarto. Tidak berhenti sampai di situ, Deny melanjutkan ceritanya, Danarto memiliki tukang pecel yang sudah menjadi langganannya setiap hari. Suatu ketika tukang pecel yang setiap hari lewat di depan rumah Danarto itu tiba-tiba lama tidak berjualan, Danarto pun tidak hanya menunggu, tetapi beliau mencari tahu keberadaan tukang pecel tersebut. Alhasil, beliau pun mendapatkan kabar mengenai tukang pecel langganannya yang ternyata, tukang pecel tersebut kehabisan uang untuk modal berjualan, sehingga ia tidak bisa berjualan. Danarto tidak hanya diam dan menerima kabar begitu saja, Danarto langsung turun dan memberi bantuan berupa materi kepada tukang pecel tersebut agar tukang pecel tersebut dapat berjualan kembali.
ADVERTISEMENT
Meninggalkan kisah Danarto seorang dramawan yang dermawan, Danarto ternyata merupakan pecinta berat makanan gulai kambing. Siapa yang bisa menolak makanan gulai kambing? Pasti tidak ada. Begitu pun dengan sosok Danarto. Danarto sangat gemar dan suka sekali dengan gulai kambing. Masih dalam cerita Deny, sepupu Danarto, ia menceritakan kembali, jika Danarto mengetahui ada gulai yang rasanya enak, beliau langsung mengunjungi tempat itu. Bahkan, Jakarta-Solo pun ditempuhnya hanya untuk mencicipi nikmatnya gulai kambing yang menjadi kecintaannya itu.