Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Modernisasi Karnaval Tradisional: Identitas Budaya yang Mulai Hilang
4 Oktober 2024 16:33 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fitriatul Laili tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Karnaval tradisional, yang dahulu dikenal sebagai perayaan budaya dengan tarian adat, pakaian tradisional, dan musik khas daerah, kini semakin kehilangan identitas aslinya. Acara yang seharusnya menampilkan tarian dan musik tradisional, seperti gamelan dan alat musik daerah lainnya, kini sering tergantikan oleh dentuman keras dari sound system modern. Suara gitar listrik, bass, dan instrumen elektronik menciptakan suasana bising, mengalahkan harmoni alat musik tradisional yang penuh makna filosofis dan kearifan lokal.
ADVERTISEMENT
Suara bising dari instrumen modern ini bukan hanya mengganggu esensi budaya karnaval, tetapi juga membuat warga, terutama generasi tua, merasa tidak nyaman. Bagi mereka, suara gonjreng yang menggelegar dalam karnaval menghilangkan ketenangan yang dihadirkan musik tradisional. Bahkan, beberapa warga terpaksa menutup jendela rumah mereka untuk meredam suara yang terlalu keras. Di mana perayaan seharusnya menjadi momen kegembiraan dan kebersamaan, kini banyak yang merasa bahwa acara tersebut telah beralih menjadi ajang hiburan komersial yang kehilangan akar budaya.
Pada karnaval yang berlangsung di Kabupaten Jember pada 28 Agustus 2024, misalnya, sebagian besar penampilan didominasi oleh tarian modern yang terlepas dari akar budaya. Wanita mengenakan kebaya ketat tidak lagi mencerminkan keanggunan dan kehormatan wanita, tetapi malah menonjolkan unsur sensualitas. Hal ini memicu kontroversi di kalangan masyarakat, terutama generasi tua, yang merasa nilai-nilai luhur budaya sudah tidak lagi dipegang oleh generasi muda.
ADVERTISEMENT
Modernisasi karnaval ini mencerminkan adanya komersialisasi yang berlebihan. Upaya untuk menarik lebih banyak wisatawan dan meningkatkan jumlah pengunjung membuat penyelenggara karnaval lebih fokus pada aspek hiburan yang menarik perhatian, daripada mempertahankan substansi budaya. Karnaval kini terasa seperti pertunjukan visual yang megah, tetapi kehilangan esensi budaya yang selama ini dibanggakan oleh masyarakat setempat.
Perubahan yang terjadi menimbulkan dilema. Di satu sisi, modernisasi dianggap perlu untuk menjaga agar karnaval tetap relevan di mata generasi muda dan menarik wisatawan. Namun, di sisi lain, komersialisasi yang berlebihan telah melunturkan identitas asli karnaval sebagai ajang pelestarian budaya. Jika dibiarkan, kita berisiko kehilangan warisan budaya yang seharusnya dijaga
Di tengah perubahan ini, penting bagi penyelenggara dan masyarakat untuk mencari keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian tradisi. Modernitas bisa hadir tanpa menghilangkan elemen tradisional. Misalnya, alat musik tradisional bisa dipadukan dengan sentuhan modern yang tidak menghilangkan nilai filosofisnya. Perpaduan ini akan membuat karnaval tetap relevan sekaligus menjaga nilai-nilai budaya yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Karnaval harus tetap menjadi ruang bagi masyarakat untuk merayakan warisan budaya mereka, bukan sekadar ajang hiburan yang bising dan kehilangan akar tradisi. Generasi muda perlu dikenalkan kembali pada makna mendalam dari setiap tarian adat dan musik tradisional, agar mereka bisa menghargai dan menjaga warisan budaya ini. Dengan cara ini, karnaval tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga mengandung pesan penting tentang pelestarian budaya.
Karnaval adalah cerminan identitas budaya suatu masyarakat. Jika kita terus membiarkan dentuman keras dan tarian modern mengaburkan esensi tradisi, kita berisiko kehilangan warisan budaya yang seharusnya kita jaga. Karnaval bukan hanya tentang hiburan; ia adalah tentang merayakan siapa kita, dari mana kita berasal, dan apa yang ingin kita wariskan kepada generasi berikutnya. Mari kita jaga agar karnaval tetap menjadi perayaan budaya yang sarat makna, bukan sekadar ajang gonjreng yang kehilangan jati dirinya.
ADVERTISEMENT