Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Sejarah Boikot dan Pengaruhnya terhadap Pasar hingga Fenomena Blockout 2024
12 Mei 2024 9:38 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Fitriyeni Oktavia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit masyarakat saat ini keliru dalam mengartikan istilah boikot atau memaknai tujuan dari tindakan boikot. Beberapa masyarakat di media sosial mengira bahwa tindakan boikot bertujuan untuk mematikan suatu usaha atau industri tertentu. Hal tersebut tentunya tidaklah tepat. Jika kita teliti makna dari kata boikot, kata boikot menurut KBBI memiliki makna menolak kerjasama sedangkan pemboikotan merupakan proses atau tindakan menolak hal yang dianggap tidak sesuai dengan jalannya (Yusuf:2023). Berdasarkan sejarahnya, boikot telah banyak dilakukan masyarakat sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk merubah suatu kebijakan tertentu yang pada awalnya merugikan suatu kelompok hingga dapat memberikan dampak positif kepada kelompok tersebut hingga masyarakat banyak.
ADVERTISEMENT
Awal Mula Boikot
Pada tahun 1880 istilah boikot dipopulerkan oleh Charles Stewart Parnel, seorang tokoh reformasi tanah yang berasal dari Irlandia. Melalui kepemimpinannya, masyarakat melakukan protes atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Charless Boycott, seorang agen properti Irlandia yang dengan leluasa mempermainkan harga sewa tanah. Masyarakat melakukan protes, penekanan dan pengucilan terhadap Charless boycott. Melalui aksi boikot tersebut masyarakat Irlandia berhasil terbebas dari kecurangan harga tanah yang dilakukan Charless Boycott. Aksi masyarakat tersebut menyebar hingga menjadi perbincangan di wilayah Inggris. Oleh karena agen tanah tersebut memiliki nama Charless Cunningham Boycott dan masyarakat sering menggunakan kata to boycott, kata tersebut menjadi familiar hingga boycott menjadi kata baku yang digunakan sampai pada saat ini.
ADVERTISEMENT
Aksi boikot sering digunakan oleh para organisasi dan gerakan sipil sebagai alat sosial dan politik. Pada tahun 1990 masyarakat sipil Amerika melakukan aksi turun ke jalan untuk menyuarakan protes kepada perusahaan sepatu Nike. Aksi tersebut berhasil menggerakkan masyarakat untuk melakukan pemboikotan masal terhadap seluruh produk Nike hingga berdampak pada penurunan angka penjualan mereka. Nike terbukti melakukan eksploitasi anak di bawah umur dengan mempekerjakan mereka diatas jam kerja normal orang dewasa dan dengan bayaran upah yang rendah. Hal tersebut diakui oleh CEO Nike, Phil Knight yang melalui pidatonya menyampaikan bahwa perusahaan mereka telah melakukan praktik buruh yang tidak adil. Tidak tinggal diam menghadapi protes masyarakat dan angka penjualan yang kian menurun, perusahaan dengan cepat merubah kebijakan dan mengambil strategi untuk memperbaiki keadaan diantaranya melakukan audit pabrik untuk memberikan transparansi kepada masyarakat atas pelaksanaan praktik pabrik yang sehat dan aman. Nike menerbitkan Annual Report terkait labour practice untuk menebus kesalahan masa lalu. Nike juga membentuk persatuan pekerja, departemen khusus untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja pabrik. Para kritikus memuji tindakan yang dilakukan Nike. Mereka dinilai tanggap dan tidak berlaku pura-pura buta terhadap kasus yang mereka hadapi. Kasus ini menjadi contoh nyata bahwa boikot berhasil merubah kebijakan suatu perusahaan yang sebelumnya merugikan suatu kelompok tertentu hingga berubah menjadi lebih baik.
ADVERTISEMENT
Kasus boikot lainnya terjadi pada tahun 2018 dimana masyarakat melakukan aksi boikot terhadap perusahaan fashion H&M. H&M melalui kanal websitenya melakukan unggahan produk katalog dimana anak laki-laki berkulit hitam menggunakan pakaian hoodie bertuliskan “Coolest Monkey in the Jungle”. Tidak hanya masyarakat, tapi penyanyi Amerika, The Weekend dan G-eazy juga melayangkan bentuk protest mereka melalui media sosial. Atas aksi tersebut, H&M menarik unggahan tersebut dan melakukan permohonan maaf kepada masyarakat.
Perusahaan yang terdampak akibat perang geopolitik Israel dan Palestina yaitu KFC, Pizza Hut dan Starbuck. Ketiga perusahaan tersebut kompak mengalami penurunan penjualan pada Quartal 1 tahun 2024. Aksi boikot yang menghantam KFC, Pizza Hut dan Starbuck berhasil menurunkan angka penjualan mereka masing-masing sebesar 2%, 7 % dan 2% dari tahun lalu. Tentunya hal ini berdampak sangat panjang terhadap seluruh elemen rantai bisnis perusahaan terutama yang bersumber dari Indonesia seperti tenaga kerja, bahan baku dan distribusi. Banyak pihak yang menyayangkan aksi ini karna tindakan boikot ini dapat mematikan bisnis dan menutup lapangan pekerjaan. Strategi yang dilakukan perusahaan menghadapi boikot yaitu dengan memberikan promo namun hal tersebut belum dapat membebaskan peruahaan secara penuh dari aksi boikot. Belajar dari sejarah boikot yang pernah ada, akankah perusahaan tinggal diam dan tidak mengambil strategi apapun untuk keluar dari pemboikotan? Mengingat perusahaan tersebut memiliki pesaing dengan produk substitusi yang beragam di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Fenomena Blockout 2024
Seiring berkembangnya zaman, aksi boikot bertransformasi menjadi lebih beragam. Saat ini boikot tidak hanya tercurahkan dalam bentuk dekrit, petisi, aksi turun ke jalan, penghentian pembelian produk atau tindakan mengucilkan dan sejenisnya, tetapi juga dalam bentuk pemblokiran akun media sosial.
Fenomena boikot yang tengah hangat terjadi saat ini yaitu Blockout 2024. Aksi blockout 2024 merupakan aksi pemblokiran sejumlah selebriti Amerika yang dianggap apatis terhadap tindakan genocide yang dilakukan Israel terhadap masyarakat di Palestina. Tindakan ini dilakukan oleh banyak pengguna tiktok dengan menyuarakan tagar #Blockout2024. Gerakan ini dipelopori oleh akun tiktok @blockout2024, dimana akun ini membagikan daftar selebriti yang dinilai memiliki jumlah pengikut akun media sosial terbanyak tetapi bersikap diam dan tidak menggunakan pengaruh nya untuk mendukung Palestina. Akibatnya beberapa selebriti diantaranya Kim Kardashian, Taylor Swift dan Model Haley Kalil (@Haleyybaylee) mengalami penurunan jumlah pengikut. Hal ini tentu mempengaruhi jumlah endorse yang masuk, kontrak dan kerja sama brand lainnya yang dapat menurunkan pendapatan mereka sebagai selebriti.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, pasar tidak akan tercipta apabila tidak ada pembeli. Boikot dengan pergerakannya dari masa ke masa tetap menjadi suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan maupun merubah suatu kebijakan yang dapat menguntungkan seluruh pihak tanpa adanya pihak yang dirugikan.
Live Update