Harga Minyak Goreng Melambung, Pelaku UKM Bingung

Fittria Agustina
Analis Pasar Hasil Pertanian Ahli Pertama Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Metro, Alumni Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Konten dari Pengguna
27 November 2021 15:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fittria Agustina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Melonjaknya harga minyak goreng sejak Oktober sampai minggu ketiga November terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Berdasarkan pemantauan petugas informasi pasar Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Metro, kenaikan harga di beberapa pasar dan swalayan maupun distributor mulai terasa sejak pertengahan Oktober. Kenaikan harga terjadi pada minyak goreng jenis kemasan bermerek dan curah.
ADVERTISEMENT
Di tingkat pengecer (pasar tradisional), minyak kemasan bermerek di awal Oktober dari harga Rp 28.500 per 2 liter pada minggu keempat bulan November harganya sudah melambung sampai Rp 36.000 per 2 liter, sedangkan minyak goreng curah dari Rp 15.000 per kg menjadi Rp 18.500 per kg. Sementara di tingkat grosir dan swalayan untuk minyak kemasan bermerek dari harga rata-rata Rp 26.000 per 2 liter menjadi Rp 34.000 per 2 liter, sedangkan minyak goreng curah dari harga Rp 14.000 per kg menjadi Rp 18.000 per kg.
Grafik harga rata-rata minyak goreng di pasar tradisional dan distributor/swalayan di Kota Metro Oktober-November 2021. Sumber: Pribadi
Dampak bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Minyak goreng adalah salah satu bahan pangan penting bagi pelaku UKM. Apalagi saat ini pelaku UKM baru saja bangkit setelah banyak yang sempat vakum karena adanya pandemi covid 19. Kenaikan harga minyak goreng paling dirasakan oleh pelaku UKM yang bergerak di sektor olahan pangan.
ADVERTISEMENT
Di Kota Metro, kenaikan harga mulai berdampak bagi pelaku UKM khususnya yang bergerak dalam produk olahan. Seperti yang dialami Hendri, pelaku UKM keripik pisang di Kelurahan Banjarsari Metro Utara yang biasa menggunakan minyak goreng kemasan. Karena bingung dengan kenaikan harga yang terus melambung, ia terpaksa menaikkan harga penjualan produknya dari Rp30 ribu/kg menjadi Rp 40 ribu/kg. Hal ini dilakukan karena ia tidak dapat menurunkan kualitas produknya dengan mengganti minyak goreng yang lebih rendah kualitasnya.
Hendri, pelaku usaha di Kelurahan Banjarsari, Metro Utara menyiasati kenaikan harga minyak goreng dengan menaikkan harga jual produk olahannya. Foto: Dokumentasi pribadi.
Berbeda dengan Hendri, menurut Rina, pelaku UKM di Kecamatan Metro Pusat yang memproduksi kacang bawang, mengatakan bahwa dengan naiknya harga minyak menyebabkan ia harus mengurangi isi produknya. Hal tersebut dilakukan karena kalau harus menaikkan harga dikhawatirkan tidak ada yang membeli produknya. Untuk mengantisipasi harga yang terus naik, Rina juga membeli minyak goreng dalam jumlah cukup banyak, tidak membeli eceran.
ADVERTISEMENT
Hendri dan Rina tidak menggunakan minyak goreng curah meskipun harganya relatif lebih murah. Menurut mereka minyak curah tidak dapat digunakan berulang-ulang, sementara harganya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan minyak goreng kemasan.
Bagi pelaku UKM yang membuat bingung tidak hanya harga yang terus naik, tapi juga ketersediaan minyak goreng di pasaran. Di beberapa swalayan dan pasar tradisional, ketersediaan minyak goreng mulai mengalami penurunan khususnya untuk merek-merek tertentu. Menurut beberapa penjual hal ini terjadi karena adanya keterlambatan dalam distribusi minyak goreng jenis tertentu.
Minyak goreng merek-merek tertentu tidak tersedia di beberapa toko swalayan karena tingginya permintaan dan adanya keterlambatan distribusi. Foto: Dokumentasi pribadi.
Penyebab Kenaikan Harga
Beberapa sumber menyebutkan bahwa kenaikan harga minyak goreng antara lain disebabkan oleh kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dunia. Sementara naiknya harga CPO antara lain disebabkan oleh menurunnya produksi minyak nabati dan hewani karena terjadinya pandemi dan buruknya cuaca di beberapa negara produsen. Malaysia selaku produsen juga mengalami penurunan produksi CPO akibat kurangnya tenaga kerja untuk memanen buah sawit.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijakan B30 memungkinkan meningkatnya permintaan CPO sehingga mendorong terjadinya kenaikan harga. Kebijakan B30 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar. Tingginya permintaan yang tidak sebanding dengan ketersediaan menyebabkan harga CPO menjadi naik dan berimbas pada naiknya harga minyak goreng.
Dengan kenaikan harga minyak goreng sampai November ini, sudah semestinya pemerintah menerapkan kebijakan yang dapat menekan lonjakan harga. Dikarenakan harga minyak goreng sangat ditentukan oleh harga CPO, maka sebagai salah satu negara pengekspor CPO terbesar di dunia pemerintah sudah semestinya dapat mengendalikan harga CPO di dalam negeri.
Adanya Permendag Nomor 36 Tahun 2020 yang mengatur pelarangan beredarnya minyak goreng curah diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengantisipasi lonjakan harga minyak goreng. Minyak goreng curah tidak seperti minyak goreng kemasan yang dapat disimpan dalam jangka waktu panjang sehingga harganya relatif terkendali. Hanya saja, pelaku usaha dan masyarakat perlu mendapatkan sosialisasi yang lebih intensif terkait pelarangan beredarnya minyak goreng curah tersebut. Produsen minyak goreng kemasan perlu mempertimbangkan ukuran minyak goreng kemasan yang lebih ekonomis sehingga mampu dibeli oleh masyarakat yang biasa menggunakan minyak goreng curah.
ADVERTISEMENT