Petani dan Pemasaran Hasil Pertanian di Era Digital

Fittria Agustina
Analis Pasar Hasil Pertanian Ahli Pertama Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan Kota Metro, Alumni Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Konten dari Pengguna
21 Juni 2021 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fittria Agustina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Matahari semakin tinggi saat Suparmin (68 tahun) memanen tanaman timun miliknya yang telah berumur 50 hari setelah tanam. Saat itu bersama kedua anaknya ia tampak bersemangat memetik satu per satu buah timun, lalu memasukkannya ke dalam karung-karung untuk kemudian diserahkan kepada agen yang telah siap membeli hasil panennya.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya berapa harga satu kilogram buah timun yang ia jual, dengan cepat ia menjawab, “Seribu rupiah bu”. Sementara di pasar saat saya menanyakan kepada beberapa penjual harganya di kisaran empat sampai lima ribu rupiah per kilogram. Lebih lanjut ia menceritakan bahwa buah timun tersebut akan dijual oleh agen yang membeli hasil panennya ke Palembang, Sumatera Selatan. Suparmin sebenarnya tidak sendiri, banyak petani lainnya yang dengan hasil panen melimpah tapi tidak mendapatkan keuntungan yang optimal dari hasil panen tersebut.
Suparmin, satu dari petani yang harus menerima dengan lapang dada saat menghadapi harga jual hasil panen yang rendah. Foto: Dokumentasi pribadi.
Permasalahan penjualan hasil pertanian tidak hanya dialami Suparmin yang mendapatkan harga jual rendah. Pada pertemuan Sosialisasi Keamanan Pangan Produk Segar Asal Tumbuhan (PSAT) yang diselenggarakan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Metro bersama Komisi III DPRD Kota Metro pada 15 Juni 2020, Sukatno, petani dari kelompok tani Daun Hijau juga mempertanyakan kemana ia akan memasarkan hasil panennya apalagi produk pertanian yang dihasilkan saat ini telah mendapatkan sertifikat Prima 3 yang seharusnya memiliki nilai jual yang lebih tinggi karena lebih terjamin keamanan pangannya.
ADVERTISEMENT
Pemasaran Hasil Pertanian di Era Digital
Apa yang terjadi pada Suparmin dan Sukatno juga dialami oleh petani-petani lainnya. Saat panen tiba petani harus menghadapi kenyataan harga jual yang rendah dan sulitnya memasarkan hasil panen mereka. Harga jual yang rendah di tingkat petani diantaranya disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi dan ketergantungan petani pada tengkulak. Tengkulak merupakan pengepul yang membeli hasil panen dari petani dan menyalurkannya ke pengecer. Tengkulak biasanya membeli hasil panen petani dengan harga yang jauh lebih rendah dengan harga di pasar, sehingga keuntungan yang diperoleh petani minim.
Namun, ketergantungan petani terhadap tengkulak ini tak dipungkiri masih terus terjadi sampai saat ini. Hal ini antara lain disebabkan ketidaktahuan petani terhadap informasi pemasaran seperti harga jual di tingkat konsumen dan bagaimana agar konsumen lebih mudah mengakses hasil panen petani.
ADVERTISEMENT
Melihat kondisi tersebut maka diperlukan upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani dengan cara menghubungkan petani langsung kepada konsumen. Salah satu caranya adalah dengan pemanfaatan digital marketing (pemasaran digital), yaitu memasarkan produk secara online.
Berkaca pada pengalaman di beberapa daerah yang telah menerapkan sistem pemasaran hasil pertanian dengan menggunakan media online (Facebook, Instagram, dan Whatsapp), sepertinya bisa membantu petani untuk memasarkan langsung hasil panennya kepada konsumen. Dengan pemasaran online tersebut, konsumen lebih mudah mengetahui produk yang ditawarkan penjual, calon konsumen dapat membandingkan dengan produk lain sebelum melakukan transaksi, promosi juga menjadi lebih mudah dan murah, dan tentunya jangkauan pasar yang lebih luas (sampai ke luar daerah).
Sayangnya, penggunaan digital marketing belum tentu dapat diaplikasikan oleh petani seperti Suparmin dan petani berusia tua lainnya. Sehingga dibutuhkan peran serta berbagai pihak yang dapat melakukan pendampingan terhadap petani dalam memasarkan hasil panennya dengan memanfaatkan digital marketing.
ADVERTISEMENT
Penelitian Dyah P. Utami tahun 2020 menyebutkan bahwa kendala yang dialami petani belum menggunakan aplikasi pemasaran online adalah faktor kemudahan penggunaan aplikasi dan kesesuaian dengan kebutuhan petani. Menurutnya aplikasi yang rumit dan petani merasa belum membutuhkan seringkali menjadi alasan mereka.
Apa yang dibutuhkan petani?
Berhasil tidaknya pemanfaatan teknologi digital dalam pemasaran hasil pertanian tentunya membutuhkan pendampingan dan dukungan dari pihak-pihak terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, dan generasi muda di daerah sekitar. Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan yang berhubungan langsung dengan petani dan penjualan hasil pertanian dapat melakukan sosialisasi dan pelatihan penggunaan teknologi digital dalam pemasaran hasil pertanian.
Generasi muda yang lebih familiar dengan media sosial melalui kegiatan Karang Taruna dan kelompok pemuda lainnya perlu dilibatkan untuk turut serta melakukan pendampingan kepada petani. Generasi muda memiliki kreatifitas yang tinggi sehingga bisa menarik konsumen untuk membeli produk yang dipasarkan melalui media online.
ADVERTISEMENT
Sarana dan prasarana berupa jaringan internet yang mendukung serta ketersediaan perangkat digital seperti smartphone merupakan hal yang wajib terpenuhi untuk terlaksananya digital marketing ini. Selanjutnya, pemasaran secara online juga perlu memperhatikan biaya transportasi dan kualitas produk sebelum sampai ke konsumen, mengingat produk segar asal tumbuhan seperti sayur dan buah adalah produk yang mudah rusak sehingga memerlukan perlakuan khusus dalam perlakuan pascapanennya.
Petani perlu mendapatkan penyuluhan agar menghasilkan produk yang berkualitas dan kontinu, serta teknik mengemas produk yang bisa menarik pembeli, sampai bagaimana memasarkan produk secara online. Petani juga membutuhkan ketersediaan informasi harga pasar atas produk yang mereka hasilkan, sehingga dalam menentukan harga jual petani tidak lagi memiliki posisi tawar yang rendah.
ADVERTISEMENT
Penerapan digital marketing ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu dan keseriusan semua pihak untuk mewujudkan harapan memudahkan petani memasarkan hasil panennya sehingga dapat meningkatkan hasil penjualan petani.