Konten dari Pengguna

Primadona yang Disengketakan, Ancaman dari Laut Cina Selatan

Fiyandika Dwi Saputra
Seorang pemuda yang menyukai aktivitas berkebun dan isu-isu global di dunia. Pelajar berprestasi SMA Unggulan CT ARSA Foundation Sukoharjo
15 Mei 2024 9:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fiyandika Dwi Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: edit via canva
zoom-in-whitePerbesar
sumber: edit via canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Laut Cina Selatan adalah aset kelautan penting yang diakui secara internasional. Seperti permata berharga yang mengilap di samudra luas, laut ini menjadi primadona yang diperebutkan oleh berbagai negara karena menyimpan kekayaan dari segi sumber daya alam ataupun bisnis. Bagaimana tidak, laut yang satu ini menyimpan berbagai macam sumber daya alam seperti 10% total ikan dunia, 11 miliar barel minyak, hingga 190 triliun kubik gas alam. Sedangkan secara bisnis, Laut Cina Selatan menyangga sepertiga dari perdagangan maritim global.
ADVERTISEMENT
Dibalik segala potensi yang mempesona, Laut Cina Selatan ternyata menyimpan konflik yang menjadi badai mengguncang di dunia maritim. Konflik dan klaim antarnegara untuk laut ini melibatkan perselisihan China dan beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, hingga Vietnam. Konflik bermula dari klaim sepihak China yang terjadi sejak adanya konsep nine-dash-line, yang mengklaim atas 90% wilayah laut yang luasnya 3,5 juta kilometer persegi. Klaim inilah yang menimbulkan ketegangan karena tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Dari sinilah kita harus jeli dan sadar bahwa ada bahaya yang tersembunyi yang mengancam kedaulatan Indonesia. Kehadiran klaim yang tumpang tindih ini menjadikan negara lain juga menilai sama bahwa mereka harus memanfaatkan laut tersebut. Menjadi lokasi bagi Kapal Ikan Asing (KIA) untuk melaksanakan aktivitas penangkapan ilegal di wilayah yang secara definitif masuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI), tentu menjadi ancaman bagi Indonesia di Laut Natuna Utana. Tidak hanya bagi keberlanjutan sumber daya ikan dan ekosistem laut saja, namun juga bagi nelayan tradisional.
ADVERTISEMENT
Bayangkan nelayan pada akhirnya akan melawan gelombang persaingan yang tak adil. Mereka bersaing dengan kehadiran kapal-kapal asing yang dengan mudah mengais hasil laut. Bahkan arus perdagangan hanya menguntungkan pihak asing semata, sementara kita hanya mendapatkan sisa-sisa. Bukankah sangat disayangkan ketika kekayaan sumber daya alam di wilayah kita sendiri justru malah dinikmati oleh kelompok lain? Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan. Layaknya kabut tebal yang menyelimuti pandangan, dalam jangka panjang tentu menjadi hambatan Indonesia dalam eksporasi dan eksploitasi serta menjalankan kegiatan ekonomi di wilayah yang seharusnya menjadi hak dan kepentingan nasional.
Menelisik kasus-kasus yang terjadi, Laut Natuna Utara semakin mendekati ketegangan yang meningkat. Meski tak terpungkiri bahwa situasi geopolitik semakin rumit, namun apakah lantas kita menjadi rakyat yang pasrah buta membiarkan gelombang menghanyutkan kita? Padahal, sebagai warga negara kita adalah pahlawan yang memiliki tanggung jawab untuk turut serta dalam menjaga kedaulatan dan keamanan wilayah kita.
ADVERTISEMENT
Kedaulatan Indonesia harus didasari dengan kesadaran akan pentingnya menjaga wilayah perairan kita. Oleh karena itu, setiap langkah kecil yang kita ambil dalam mendukung kedaulatan adalah bagian dari kontribusi besar kita sebagai warga negara. Berarti kita menjaga kedaulatan bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai bentuk cinta dan pengabdian kepada tanah air. Bahkan, keberhasilan dalam menjaga kedaulatan tentu akan membawa kebanggaan dan kehormatan bagi generasi masa depan.
Dalam tataran praktisnya, kita mendorong diri kita sendiri untuk mulai berkomitmen menjaganya. Semangat kebangsaan dan kesadaran akan pentingnya peran aktif dari setiap individu menjadi kunci untuk menjaga kedaulatan negara. Mulai mengenalinya lebih dekat, menjadi garda yang berwawasan global dengan mengikuti perkembangan disana, dan terus mendukung upaya untuk menjaga kedaulatan menjadi sebuah pilar kekuatan menuju sebuah kedaulatan. Maka dengan ini kita menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan di masa depan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, para pemimpin berwenang layaknya pelaut bijaksana yang memimpin kapalnya dengan arif. Memaksimalkan potensi sumber daya alam dan turut mengawasi pemanfaatannya agar tidak menimbulkan bahaya bagi lingkungan dan keberlanjutan hidup. Karena dalam pemanfaatan ini adalah kedaulatan bangsa Indonesia yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan bijaksana untuk kepentingan bersama dan masa depan yang lebih baik.
Sementara itu, pemerintah sebagai penjaga kedaulatan seharusnya serius dan tegas dalam menyeleksi pelayaran di wilayah perairannya untuk menutup segala celah yang dapat menimbulkan potensi penguasaan oleh pihak-pihak asing. Terus melakukan diplomasi untuk mempertahankan kepentingan nasional dan menjaga hubungan baik dengan negara yang bersengketa. Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat mengelola secara penuh atas kekayaan laut Natuna Utara di Laut Cina Selatan untuk kepentingan dan kesejahteraan negara dan rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Source:
Topan Yuniarto. (2021) Kedaulatan Maritim Indonesia: Sejarah dan Potretnya. Kompas.id.
Muhammad Reza Ilham Taufani. (2023) Laut China Selatan Simpan Harta Karun, Pantas Sampai Rebutan! CNBC Indonesia.
Haryudi. (2024). Gelombang Tenang Menyimpan Ancaman: Konflik Laut China Selatan dan Kedaulatan Indonesia. Sindonews.com.
Redaksi. (2023). Percikan Api di Laut China Selatan. Kompas.id.
Jay Fajar. (2021). Ancaman Berkepanjangan di Laut Natuna Utara. Mongabay.co.id.