Konten dari Pengguna

Digital Competency Framework Untuk SMART ASN

Ahmad Rizki Nurfarhan
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
11 Juni 2020 22:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Rizki Nurfarhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Digital Competency Framework Untuk SMART ASN
zoom-in-whitePerbesar
Saat ini sistem kepegawaian untuk aparatur sipil negara (ASN) akan mengarah pada smart asn, Pada tantangan kondisi global saat ini dan kemajuan digitalisasi. Aparatur sipil negara dituntut untuk mempunyai kemampuan digital untuk mendukung birokrasi 4.0 pada tahun 2045 yaitu dengan indikator percepatan layanan, efisiensi layanan, fleksibilitaas kerja, dan berdampak sosial (Kementrian pemberdayaan aparatur sipil negara dan reformasi birokrasi)
ADVERTISEMENT
(Data sumber Berdasarkan McKinsey Global Institute Study “Unlocking the potential of the Internet of Things Indonesia Context”)
Data dari Lembaga konsultasi bisnis McKinsey pada tahun 2025 pengaruh terhadap pendapatan nasional bruto di era digitalisasi pada sektor public hanya sebesar 4.8. Data tersebut diikuti oleh data Produktivitas sumber daya manusia yang hanya sebesar 0.1, Operasi sebesar 4.7, dan produksi sebesar 0 . Melihat data ini tingkat produktivitas birokrasi pada sektor public di era digital sangat kecil dibandingkan sektor lainnya yang jauh lebih tinggi.
(Data Assesment Digital Skill Sumber : Data World Bank CGI 4.0 Digital Skill Among population 2017-2019)
Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata tahun ke tahun -2,82% untuk periode waktu 2017 hingga 2019. Indonesia turun 18 peringkat yaitu peringkat 52 dari 141 negara dalam peringkat untuk GCI 4.0 dari tahun 2017 hingga 2019. Sementara Inggris memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata tahun-ke-tahun tertinggi di 2,17% dengan naik peringkat menjadi 29 dari 141 negara. Sementara korea selatan berada di peringkat 25 diantara 141. Data terbaru ini menunjukan bahwa Indonesia belum bisa masuk ke dalam smart asn seperti yang direncanakan. Jika dilihat data seperti negara United kingdom dan Korea selatan memiliki Digital Competency framework masing-masing sehingga mereka menempati posisi di atas Indonesia
ADVERTISEMENT
Digital Competence Framework (DigComp), pertama kali diterbitkan pada tahun 2013 oleh Komisi Eropa. DigComp dijadikan alat untuk meningkatkan kompetensi digital masyarakat, membantu pemerintah merumuskan kebijakan yang mendukung pengembangan kompetensi digital, dan merencanakan kurikulum pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi digital dari kelompok sasaran tertentu.
Model Referensi Konseptual untuk Digital Competence Framework Sumber : JRC Science for policy report
Digital literacy adalah kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan membuat informasi secara aman dan tepat melalui teknologi digital untuk pekerjaan dan kewirausahaan. Hal tersebut mencakup kompetensi yang beragam disebut sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi dan literasi media. Beberapa orang menganggap literasi digital sebagai literasi baru yang terdiri dari banyak dimensi dan terwakili dalam praktik sosial multimoda yang baru. Sebagai contoh, Ala-Mutka (2011) mendefinisikan literasi digital untuk DigiComp sebagai literasi yang muncul dari literasi lain dan, dengan demikian, lebih besar dari jumlah literasi lainnya, yang meliputi literasi informasi, literasi media, literasi internet, dan komputer atau Literasi TIK (yaitu pengetahuan dan keterampilan perangkat keras dan lunak). Demikian pula, dalam Kerangka Kerja Kurikulum Pendidikan Dasar Kenya, literasi digital mencakup literasi tradisional dan literasi komputer.
ADVERTISEMENT
Indonesia dalam menerapkan Digital competence framework 2.0 Europe sangat memungkinkan, karena dalam mendukung smart aparatur sipl negara untuk mendukung program birokrasi Indonesia tahun 2045. Tanpa indikator kompetensi digital atau kerangka yang sulit mewujudkan bagaimana Aparatur sipil negara di Indonesia di dalam birokrasi tahun 2045 sesuai apa yang diharapkan.
Pentingnya Digital Competency framework dibuktikan oleh banyak upaya nasional dan regional untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kerangka kerja literasi digital dan rencana strategis untuk meningkatkan kemampuan literasi digital. Sebagai contoh, Republik Korea Selatan bermaksud untuk meningkatkan literasi digital pejabat publik untuk meningkatkan efisiensi, transparansi dan pemberian layanan kepada warga negara melalui administrasi publik (Young, 2016)
Dalam peraturan BKN Nomor 23 tahun 2011 tentang pedoman penilaian kompetensi PNS yang masih digunakan untuk saat ini. Jika dilihat dari dokumen yang ada tidak ada indikator yang menjelaskan tentang Kompetensi digital ada di dalam indikator tersebut. Hal ini akan menimbulkan jurang besar literasi digital di kalangan ASN. Untuk di era digital sekarang tidak efektif untuk diterapkan pada penilaian kompetensi ASN dalam SMART ASN.
ADVERTISEMENT
Indonesia bisa mengikuti contoh penggunaan penilaian terhadap Pegawai negri pada Digital competencies framework tersebut. Dengan indikator yang sesuai untuk kompetensi digital ASN. Seperti kemampuan manajemen informasi: terkait dengan pencarian, evaluasi, penyimpanan dan pengambilan informasi yang efektif. Komunikasi: termasuk semua tindakan komunikatif yang dilakukan melalui alat teknologi (media, blog, sistem obrolan, dll.). Pembuatan konten: seperti kemampuan untuk membuat semua jenis konten (blog, situs web, wiki, presentasi, infografis, dll.). Pemecahan masalah: dengan fokus khusus pada pemikiran kritis dan pemecahan masalah yang berpusat pada teknologi dan dengan kemampuan yang efektif untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.Keamanan: terkait dengan manajemen identitas digital, privasi, konfigurasi perangkat lunak dan profil.
Dalam penerapan digital competency framework dan digital literacy, banyak negara asing yang telah melakukan gerakan yang cukup pesat. Kemajuan teknologi digital terutama dalam pembuatan Artificial Intelligence (AI), menjadi peluang besar untuk pertumbuhan bagi negara-negara Uni Eropa. Jerman saat ini sedang mengejar inisiatif untuk membuat semua layanan negara tersedia secara online, mengembangkan solusi digital dengan berkonsultasi dengan para ahli di bidang hukum, Teknologi informasi, dan organisasi administras dan melakukan lokakarya pemikiran desain dengan pengguna. Uni eropa yang tergabung dalam EU-28 juga telah meluncurkan inisiatif untuk memperkuat keterampilan digital yang diperlukan untuk implementasi e-government. Misalnya, European Commission’s Digital Europea Programme telah menganggarkan € 700 juta euro untuk inisiatif seperti menawarkan 160 program gelar master baru dalam teknologi digital mutakhir dan melatih 80.000 spesialis digital di sektor publik.
ADVERTISEMENT
Menurut beberapa pengamat sistem pendidikan, pada abad ke-21 ini, digital literacy telah menjadi komitmen dan prioritas internasional untuk mengembangkan keterampilan pekerja. Banyak negara seperti Denmark, telah melakukan digital literacy dalam pelayanan administrasi. Seluruh layanan administrasi di negara tersebut telah tersedia melalui portal dan platform digital. Selain itu, negara seperti Jerman juga tengah bersaing untuk menciptakan layanan publik secara digital.. Dalam proses digitalisasi ini, tentu dibutuhkan keterampilan digital dan teknologi untuk berhasil. Akan tetapi, fakta yang ada menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2023, berkisar 8,6 juta pekerja di Uni Eropa dan Inggris masih belum memiliki keterampilan yang cukup untuk menghadapi era digitalisasi. Hal tersebut tentu akan sangat menghambat proses digitalisasi yang hendak dilakukan oleh pemerintah. Maka seiring berjalannya waktu, guna menutup kesenjangan keterampilan dalam era digital, pemerintah memiliki tugas berat untuk meningkatkan dan melatih kembali guna menghasilkan pekerja yang berkompeten dengan melakukan digital literacy yang matang.
ADVERTISEMENT
Salah satu negara yang dengan sungguh menerapkan digital literacy adalah United Kingdom (UK). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Couto (2018), terdapat sekitar 35 usaha yang dilakukan oleh UK dalam menerapkan digital competency framework dan literacy. Beberapa diantaranya adalah menciptakan 5 program training, 8 proyek edukasi, 6 seminar, 7 kontes, 2 penghargaan, 4 konten broadcast, 3 peningkatan teknologi infrastruktur, dan 11 program untuk menunjang organisasi dan network. Berikut adalah beberapa program yang diciptakan oleh UK.
1.Internet Citizen adalah Program pendidikan yang dirancang untuk mendidik kaum muda untuk bertanggung jawab dalam dunia digital. Selain itu program ini juga turut berbagi, mendorong kreativitas, wadah pengekspresian diri, dan menciptakan rasa memiliki di dunia yang semakin dominan secara digital.
ADVERTISEMENT
2.Ofcom adalah Program ini berfokus pada literasi digital yang menyajikan informasi dan pemahaman terkait media elektronik kepada anak-anak dan dewasa di Inggris
3.Digeulit.ec adalah Program untuk memungkinkan pendidik, pelatih dan peserta didik untuk berbagi pemahaman tentang apa an literasi digital dan bagaimana itu bisa dipetakan dalam praktik pendidikan Eropa terutama di UK.
Dengan demikian indonesia bisa mencontoh dari beberapa negara yang ada di Eropa. Seperti halnya menerapkan Digital competence framework 2.0 karena tanpa ini sulit mewujudkan birokrasi yang diimpikan. Serta fokus pemerintah dalam hal manajemen ASN untuk mengembangkan kemampuan digital. Jika dilihat pemerintah erupa mengeluarkan banyak uang untuk membuat program yang menunjang kemampuan dalam hal literasi digital serta regulasi yang terkait dalam hal peningkatan kemampuan digital untuk smart asn untukt tercipta birokrasi pada tahun 2045.
ADVERTISEMENT
Penulis : Ahmad Rizki Nurfarhan, Emma Dewi Larasati, dan Ludolf ( Mahasiswa Ilmu administrasi negara, Fakultas Ilmu Adminstrasi, Universitas Indonesia)